Butuh Undang-undang Berkendara Bagi Penderita Epilepsi

surabayapost - Menurut medis, penderita epilepsi dilarang berkendara meskipun kondisinya sudah terkontrol. Sebab, pemicu kekambuhannya pun umum dirasakan orang normal, seperti stress, keletihan, menstruasi untuk penderita perempuan, hingga cahaya yang berkedip. Sayangnya, di kepolisian belum ada undang-udang yang mengatur ini. Penderita epilepsi masih gampang mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM).

OLEH: FEBY ADITYA KURNIAWAN - AMINULLAH

Berdasarkan data di RSU dr Soetomo penderita epilepsi di tahun 2011 berjumlah 225 pasien sementara di tahun 2012 ini hingga Bulan Juni pasien berjumlah 105 orang. Menurut dr Sonny Soebjanto, epilepsi dapat terkontrol asalkan minum Obat Anti Epilepsi (OAE) secara teratur. "Walaupun sudah terkontrol pasien epilepsi ini tetap belum sembuh 100 persen jadi seharusnya tetap dilarang untuk berkendara ataupun bekerja di tempat yang berbahaya," ujar dokter yang berpraktek di Klinik Samaria.

"OAE hanya bisa mengobati penderita epilepsi sebesar 70 sampai 80 persen saja. Penderita epilepsi masih bisa kambuh, apalagi ketika usianya memasuki usia 60 tahun, frekuensinya bakal semakin sering," imbuh alumnus Unair Surabaya itu.

Menurut dua, walau sudah meminum OAE rutin selama bertahun-tahun penderita epilepsi tetap dilarang aktivitas berkendara, kalaupun dirasa sudah dapat terkontrol, tetap harus ada yang mendampingi jika berkendara, apalagi di Indonesia ini masih belum ada standar yang mengatur berkendara untuk pasien epilepsi.

Sama halnya untuk masalah pekerjaan, penderita epilepsi terkontrol tetap tidak diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan aktivitas lapangan yang membahayakan. Pekerjaan yang disarankan adalah pekerjaan yang di dalam ruangan dan di belakang meja.

Penyebab kekambuhan dari pasien epilepsi tersebut bisa bermacam-macam tergantung kondisi tertentu seperti stress, gangguan emosional, kelelahan, alcohol, obat-obatan, cahaya yang berkedip dan menstruasi. "Jika nekat berkendara bisa mengancam keselamatan penderita epilepsi itu sendiri ataupun orang lain di sekitarnya," tandasnya.

"Penderita epilepsi jarang ada yang meninggal karena kambuh dan kejang yang berkepanjangan. Paling sering terjadi adalah penderita epilepsi yang kambuh ketika dia sedang beraktivitas seperti berkendara ataupun bekerja di tempat yang berbahaya sehingga menyebabkan kecelakaan dan mengakibatkan meninggal dunia," tambah Sonny.

Lebih lanjut dijelaskannya, di Inggris penderita epilepsi dinyatakan boleh berkendara jika tidak mengalami serangan selama 2 tahun atau lebih, ketika berkendara muncul serangan maka akan langsung dilarang berkendara lagi selama 6-12 bulan ke depan. Pemberian SIM ketika penderita sudah 5 tahun tidak mengalami kejang, sementara di Indonesia belum ada aturan yang mengatur tentang berkendara bagi penderita epilepsy," tandasnya.

Hal itu juga dibenarkan oleh Dr. dr. Kurnia Kusumastuti SpS (K), dokter spesialis di Divisi Epilepsi RSU dr Soetomo. Menurutnya, penderita epilepsi di dunia medis tetap dilarang untuk berkendara. Namun, tambahnya, yang berhak mengeluarkan SIM adalah kepolisian. Tapi di Indonesia belum ada undang-undang atau aturan khusus terkait pengendara epilepsi. "Mestinya ada aturan tentang ini," tandasnya.

Sementara itu, penyebab seseorang menderita epilepsi bermacam-macam, bisa karena kelainan genetik, trauma kepala, infeksi dan tumor otak, reaksi obat yang berlebihan, stroke serta kelainan metabolisme tubuh. Orang bisa diindikasikan epilepsi jika mengalami kejang dua kali berturut-turut dalam waktu yang berdekatan namun harus dilakukan pemeriksaan EEG (alat perekam listrik di otak) untuk memastikannya.

Karena itu, penderita epilepsi dianjurkan untuk tetap minum obat meskipun puasa. Tapi cara minumnya diubah. "Misal dosis 3 obat satu hari bisa diminum 2 kali namun sekali minum 1,5 pil, dengan cara seperti itu tidak akan menggangu puasa dan tetap sehat. Juga hindari berpanasan di bulan puasa karena bisa dehidrasi dan menyebabkan kejang," ujar Sonny kembali.

Sementara itu, Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas (Kanit Laka) Polrestabes Surabaya, AKP Dwi Agung membenarkan jika penderita epilepsi berbahaya untuk berkendara. "Di dalam undang-undang memang tidak diatur secara khusus, tapi ketika mengajukan permohonan SIM, kondisinya harus benar-benar sehat," ujarya. Tapi, berdasarkan data selama ini, tambahnya, tidak ada kecelakaan yang dipicu akibat epilepsi.*