Dalam Hal Jaminan Kesehatan, Indonesia Paling Belakang

JAKARTA (Pos Kota) – Banyak pihak menyayangkan negara sebesar Indonesia belum melaksanakan jaminan kesehatan semesta (universal health coverage) bagi rakyatnya.

Padahal negara termiskin di Afrika, Tanzania, Liberia dan Rwanda sudah melakukannya.

"Indonesia tergolong paling terbelakang dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan rakyat semesta. Negara-negara yang tergolong kecil dan miskin saja sudah menyelenggarakan. Tapi, tak apalah, belum terlambat bagi Indonesia yang akan memulainya pada 1 Januari 2014," sebut Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Sugeng Bahagijo, dalam diskusi di Jakarta, Minggu.

Menurut Sugeng, Tanzania, Liberia dan Rwanda, negara kecil di Afrika itu sudah mengalokasikan anggaran untuk kesehatan rakyatnya sebesar 15 persen. "Sedangkan Indonesia mengalokasikan di bawah kisaran angka tersebut," ujarnya.

Dia menyitir data dari Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Trasparansi Anggaran (Seknas Fitra), periode 2005-2012, alokasi anggaran kesehatan dari belanja pemerintah rata-rata 2,2 persen.

"Problem kita menyelenggarakan jaminan kesehatan bukan pada ada atau tidaknya dana, tapi soal kemauan pemerintah. APBN kita sudah mencapai Rp1.650 triliun. Dari jumlah itu cuma diperlukan Rp30 triliun untuk menggelar Jaminan Kesehatan Universal," kata Sugeng.

Menurutnya, dibandingkan negara lainnya di wilayah Asia Tenggara, pemerintah Indonesia dinilai 'pelit' dalam mengalokasikan anggaran untuk kesehatan. Contohnya di tahun 2006, pendapatan per kapita Indonesia sebesar 1.420 dolar AS dan anggaran untuk kesehatan dari total belanja pemerintah hanya 5,3 persen.

Namun, Vietnam, dengan pendapatan per kapita hanya 700 dolar AS, persentase belanja kesehatan terhadap total belanja pemerintah mencapai 6,8 persen.

Menurut Sugeng, jika enggan mengalokasikan dana APBN untuk Jamkes Universal, pemerintah Indonesia memiliki sumber dana lainnya yang dapat dimanfaatkan. Seperti, mengalihkan sebagian dana subsidi BBM untuk penyelenggaraan Jamkes Universal.

Sugeng mengingatkan, subsidi BBM yang dialokasikan pemerintah di tahun 2012 sebesar Rp123 triliun. Kata dia, setengah dari jumlah dana subsidi itu sudah lebih dari cukup untuk untuk menyelenggarakan Jamkes Universal bagi seluruh rakyat Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Agung Laksono memastikan regulasi pendukung operasional Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan rampung pada akhir November 2012. Regulasi tersebut merupakan amanat UU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU BPJS.

Dia menuturkan dalam peraturan pelaksana UU No.40/2004 tentang SJSN mewajibkan membuat 7 peraturan pemerintah (PP) dan 3 peraturan presiden (Perpres).

"Untuk mendukung UU No.24/2011 tentang BPJS wajib dibuatkan 2 PP dan 3 Perpres," tukasnya.

Agung memaparkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sesuai tugas dan fungsinya bersama dengan kementerian terkait menyelesaikan 5 draf regulasi implementasi SJSN.

Draf regulasi itu adalah Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Kecelakaan Kerja, RPP Jaminan Hari Tua, RPP Jaminan Pensiun, RPP Jaminan Kematian, dan Rancangan Perpres Manfaat Jaminan Pensiun.

Menko Kesra menilai diperlukan proses yang intensif untuk tercapainya kompromi dan konsensus dari pemangku kepentingan. Proses itu antara lain menyakut besaran iuran oleh peserta dari berbagai segmen dan kewajiban pemberi kerja (pemerintah dan sektor swasta).

Secara terpisah, Direktur Utama PT Askes (Persero) I Gede Subawa menjelaskan, pihaknya siap melaksanakan amanat UU sebagai BPJS Kesehatan pada 1 Januari 2014. Askes pun terus berkoordinasi dengan seluruh stakeholder terkait seperti Kemenko Kesra, Kemenkes, Kemdagri, PT Jamsostek (Persero), dll.

(sumber: poskotanews.com)