diskusi-panel

Ditjen Dikti telah menyelenggarakan diskusi panel sebagai implikasi diterbitkannya UU Pendidikan Kedokteran (UU No 20/2013, silahkan  untuk melihat undang-undang tersebut). Tema yang diangkat yaitu Identifikasi Tantangan & Solusi Strategi: Implementasi Terhadap Dinamika Kebijakan Pendidikan Kedokteran. Acara ini berlangsung pada Selasa (20/8/2013) di Lantai III Gedung Ditjen Dikti, Senayan Jakarta.

Acara terbagi dalam dua bagian, yaitu dalam format diskusi panel dan Focus Group Discussion (FGD). Sesi diskusi panel dibuka oleh Dr. Ova Emilia SpOG sebagai wakil dari AIPKI. Pertemuan tersebut dihadiri Dekan-dekan FK dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi. Beberapa pejabat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan turut hadir.

Topik pembicaraannya adalah sebagai berikut:

1.  Prof Budi Sampurna
    
(Dosen FK UI, mantan tim penyusun RUU Pendidikan Kedokteran)

prof.-budiDinamika Proses Penyusunan UU Pendidikan Kedokteran

Penyusunan UU Pendidikan Kedokteran mempunyai aspek politis yang dapat dilihat dari proses yang cukup panjang. Dalam makalahnya Prof. Budi memaparkan mengenai proses penyusunan dan isi UU Pendidikan Kedokteran. Proses memakan waktu yang cukup lama, cukup kompleks, dan cukup kontroversial.

Implikasi UU Pendidikan Kedokteran ini adalah: (1) Pendidikan kedokteran diselenggarakan oleh perguruan tinggi, termasuk pendidikan spesialis dan subspesialis; (2) Harus menyediakan RS pendidikan sehingga perlu peningkatan mutu RS; (3) Kemenkes sebagai pengguna terbesar lulusan juga ikut dalam membina pendidikan kedokteran. Dalam UU Pendidikan Kedokteran, ada tambahan baru yaitu dokter layanan primer yang masuk pada minggu-minggu akhir proses penyusunan UU Pendidikan. Untuk memahami isi lengkap silahkan 


 

2. Dr. Illah Sailah
    (Direktur Belmawa, Ditjen Dikti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)

dr-illahSinkronisasi UU Pendidikan Kedokteran dengan berbagai peraturan perundangan-undangan pendidikan tinggi.

Sebagai birokrat Kementerian Kesehatan, Dr. Illah memaparkan mengenai berbagai UU yang terkait dengan pendidikan kedokteran, mulai dari UU Praktek Kedokteran yang mengatur KKU, UU Kesehatan, UURS, UU BPJS yang menjadi domain Kementerian Kesehatan serta UU Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, UU Pendidikan Kedokteran (UU no 20 tahun 2013). Namun UU tersebut hanya bisa berjalan kalau keluar PPP, Perpres dan  Permendikbud yang harus disusun.

Sebagai gambaran, syarat dan ketentuan pembentukan fakultas kedokteran serta penambahan program studi disusun dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Aturan ini harus sinkron dengan UU Pendidikan Tinggi. Disinilah tugas Kementerian untuk melakukan.  Banyak hal dalam UU Pendidikan Kedokteran yang perlu disinkronkan. Silahkan untuk membaca lebih lanjut isi detil dari sinkronisasi peraturan.


 

3. Prof. Menaldi Rasmin, dr, Sp.P(K)
    Ketua Konsil Kedokteran Indonesia

Prof.-Menaldi-RasminPeran Standar kompetensi dan standar pendidikan profesi dokter (UU Praktek Kedokteran) dalam lingkup standar nasional pendidikan kedokteran (UU Pendidikan Kedokteran).

Ketua KKI, Prof. Menaldi meninjau aspek standar pendidikan profesi dokter dan standar nasional pendidikan dokter. Pendidikan Kedokteran berada di tengah antara Sistem Pendidikan Nasional dan Sistem Kesehatan Nasional. Selanjutnya disebutkan berbagai jenis dokter. Namun intinya adalah bagaimana dokter kompeten dalam menjalankan profesinya. Yang penting adalah harus menjawab kebutuhan masyarakat.

Apakah cukup Fakultas Kedokteran di Indonesia. Fakultas Kedokteran ada 73, dengan kemampuan meluluskan 8.100 dokter setiap tahun. Pemegang STR 101.910. Sebenarnya yang dibutuhkan adalah 96.000. Dokter Spesialis pemegang STR adalah 24.328. Ini yang kurang. Perkembangan Fakultas Kedokteran dari tahun 2000 sampai 2010 adalah dari 52 sampai 72. Seharusnya hanya ada 60 saja. Oleh karena itu jangan sampai over-produksi.  Ketua KKI juga memaparkan mengenai KKNI dalam pendidikan kedokteran yang kontroversial.  Dalam akhir papernya Ketua KKI memaparkan mengenai tantangan dan berbagai aspek dalam UU Pendidikan Kedokteran yang perlu dicermati lebih lanjut. Silahkan untuk  mengikuti papernya.


 

4. Prof. Laksono Trisnantoro
    (Fakultas Kedokteran UGM, mantan Tenaga Pendamping Ahli DPR dalam penyusunan RUU Pendidikan
     Kedokteran)

Prof.-LaksonoMengapa perlu informasi satuan biaya pendidikan? Kajian politk-ekonomi dalam UU Pendidikan Kedokteran

Mengapa satuan biaya pendidikan penting? Adanya pasal-pasal mengenai satuan biaya dan sumber pendanaan fakultas kedokteran bukan masalah praktis saja namun mempunyai akar ideologis.

Dalam konteks adanya tuntutan untuk fakultas kedokteran agar mempunyai satuan biaya, Prof. Laksono memaparkan mengenai latar belakang politik-ekonomi dan ideologi dari kebutuhan informasi ini. UU Pendidikan Kedokteran merupakan inisiatif dari DPR yang anggotanya memang mempunyai pandangan ideologi ke arah sosialisme dalam pendidikan.  Pandangan ideologi ini menekankan mengenai perlunya peran pemerintah yang signifikan dalam pembiayaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan kedokteran.  Berbagai pengamatan saat ini memang menunjukkan minimnya peran pemerintah di bidang pendidikan kedokteran. Dampak yang dirasakan adalah mahalnya pendidikan kedokteran, mutu yang sulit dipertanggung-jawabkan, adanya perilaku tidak terpuji dalam penerimaan mahasiswa baru dan berbagai hal yang dapat menghambat perkembangan mutu pendidikan kedokteran. UU Pendidikan Kedokteran diharapkan dapat merubah situasi ini. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa salahsatu bagian penting UU Pendidikan Kedokteran adalah penetapan prinsip  politik anggaran pendidikan kedokteran. Silahkan  untuk membaca lebih lanjut.


 

5.  Prof Ali Ghufron Mukti
    
Ketua AIPKI

Prof.-Ali-GufronKesiapan FK dalam implementasi UU Pendidikan Kedokteran

Bagaimana kesiapan Fakultas Kedokteran  dalam pelaksanaan UU Pendidikan Kedokteran? Topik ini dibahas Prof. Ghufron sebagai Ketua AIPKI. Ada beberapa hal yang penting yaitu: (1) pemenuhan kompetensi lulusan, (2) program pendidikan spesialis untuk layanan primer, dan (3) kelanjutan program profesi dokter/internship setingkat spesialis. Ada berbagai pertanyaan: Bagaimana kontrol mutu? Siapa yang melakukan? Jika tidak ada sangsi dari pemerintah, kegiatan mutu akan sulit dilakukan. Ini hal yang perlu ditekankan. 

IDI dan AIPKI diharapkan terus  bekerja bersama untuk uji kompetensi. Termasuk mengelola mereka yang  gagal dalam ujian. Selanjutnya Prof. Ghufron menyatakan bahwa dampak positif UU Pendidikan  sangat besar, termasuk pendanaan oleh pemerintah. Dalam konteks di dalam universitas, hubungan antara fakultas dengan rektor perlu diperbaiki agar pendidikan kedokteran tidak menjadi sumber keuangan untuk pendidikan lainnya.  Perlu kerjasama erat berbagai pihak. Silahkan untuk membaca paper Prof. Ali Ghufron Mukti sebagai Ketua AIPKI.