Pembiayaan Kesehatan untuk Tindakan Preventif dan Promotif di Era JKN

PKMK – Reformasi pembiayaan kesehatan di Indonesia semakin berkembang sampai saat ini. Pembayaran out of pocket mulai tergantikan dengan sistem pembayaran pra upaya (prospective payment), bukan hanya membutuhkan peran pendanaan Pusat melainkan juga peran Pemerintah Daerah. Di lain sisi, persentase anggaran kesehatan yang dikelola oleh Kementerian Kesehatan justru cenderung menurun dan Pemerintah Daerah juga tidak banyak mengalokasikan anggaran untuk kesehatan.

Keadaan tersebut berpotensi menghambat pemerataan pembiayaan kesehatan terutama untuk kegiatan/ program yang bersifat preventif dan promotif. Oleh karena itu, kajian mengenai penelusuran perkembangan pembiayaan kesehatan di Indonesia jadi sangat penting, khususnya dengan menggunakan pendekatan pada pembiayaan pelayanan kesehatan preventif dan promotif.

Kegiatan yang akan dilaksanakan tanggal 17 April 2014 di Jakarta ini akan membahas lebih dalam mengenai reformasi pembiayaan, perkembangannya, sampai dengan bahasan arah pembiayaan tindakan preventif dan promotif. Diskusi bersama Kemenkes RI, Bappenas, P2JK, BPJS Kesehatan, Global Fund, dan peneliti-peneliti juga menjadi bagian dari kegiatan PKMK FK UGM dan Jaringan KKI kali ini. Untuk informasi selengkapnya dapat diakses pada link berikut (word)

Health in All Policies-Experiences of the Americas

Helsinski, Finlandia

Jurnal ini dipublikasikan dalam acara 8th Global Conference on Health Promotion 2013 di Helsinki, Finlandia pada 10-14 Juni 2013. Jurnal ini dapat diakses melalui link berikut ( http://bit.ly/13aNayK). Tiga anggota WHO yang mengembangkan studi kasus dan memegang konsultasi aksi intersektoral kesehatan pada seluruh kebijakan. Penanggulangan faktor sosial yang mempengaruhi kesehatan memerlukan pemerintah untuk berkoordinasi dan meluruskan sektor perbedaan dan variasi tipe organisasi dalam mengejar sektor pembangunan dan kesehatan. Membangun pemerintahan yang efektif dan jelas, dimana seluruh sektor mengambil tanggung jawab untuk mengurangi ketidaksetaraan kesehatan, karena hal tersebut penting.

Implementasi pendekatan kesehatan dalam seluruh kebijakan merupakan komponen kunci dalam proses ini. Selain itu, jurnal terkait yang dapat diakses yaitu Cross-country analysis of the institutionalization of Health in All Policies pada link berikut . Serta Health in All Policies: Seizing opportunities, implementing policies yang dapat diakses pada lik ini . Dokumentasi foto dapat dilihat pada link berikut (http://bit.ly/14VmO6U).

 

Bacaan baru: Global Nutrition Policy Review : What Does It Take To Scale Up Nutrition Action?

17jun

Malnutrisi masih ditemukan di seluruh penjuru dunia, langsung atau tidak langsung, malnutrisi merupakan penyebab kematian dan ketidaksempurnaan fisik, berikut ini bahan bacaan yang menyajikan tentang fenomena malnutrisi tersebut.

Buku Global Nutrition Policy Review : What Does It Take To Scale Up Nutrition Action? diterbitkan WHO awal tahun 2013. Mengapa buku ini diterbitkan? Satu hal yang harus digarisbawahi, yaitu malnutrisi masih ditemukan di seluruh penjuru dunia. Langsung atau tidak langsung, malnutrisi merupakan penyebab kematian dan ketidaksempurnaan fisik. Lebih dari sepertiga kematian bayi terkait dengan kekurangan gizi. untuk membaca lebih lanjut silahkan 

Artikel lain yang terkait dengan tema ini diangkat oleh Lancet. Majalah terkemuka Lancet menyajikan Maternal and Child Nutrition. Artikel ini dirilis pada 6 Juni 2013. Penerbitan ini merupakan tahun ke lima sejak 2008 dimana Lancet menerbitkan Series 1 mengenai Gizi Ibu dan Anak. Silahkan  untuk membaca secara lengkap. 

Arsip Pengantar

Telah Terselenggara Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik

pgtr-11workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik (11/6/13)PKMK FK UGM telah menyelenggarakan Workshop Penelitian Kebijakan Kesehatan dan Kebijakan Medik pada Selasa dan Rabu (11&12/6/2013). Tema yang diangkat ialah 'BPJS sebagai titik singgung dan siapa penelitinya?'. Penelitian kebijakan kesehatan saat ini semakin berkembang dan dilaksanakan oleh universitas. Dalam konteks penelitian kebijakan kesehatan ada pertanyaan menarik mengenai hubungannya dengan penelitian kebijakan medik. Dalam hal ini memang kebijakan medik merupakan bagian dari kebijakan kesehatan. Pertanyaan ini semakin menarik dengan adanya pemikiran apakah penelitian kebijakan dilakukan oleh unit di Fakultas Kesehatan Masyarakat, ataukah di Fakultas Kedokteran, ataukah kedua-duanya atau bekerjasama.

Silahkan simak lanjutan informasinya melalui link berikut 

 


Melibatkan pelayanan kesehatan swasta untuk pencapaian Universal Coverage

3junHong Kong, 27 Mei 2013Universal Coverage merupakan kebijakan yang menjadi primadona di dunia saat ini. Asian Network for Health System Strengthening (ANHSS) bekerjasama dengan World Bank Institute (WBI) mengambil tema ini dalam konteks hubungan pemerintah dan pelayanan swasta. Pertanyaannya adalah bagaimana peran sektor swasta dalam Universal Health Coverage. Laporan ini ditulis dengan menyajikan ringkasan hasil dan relevansinya dengan keadaan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui seperti kasus di DKI, banyak RS Swasta yang merasakan masalah dengan Kartu Jakarta Sehat. Apa yang terjadi dalam hubungan pemerintah dengan RS swasta?

Laporan ini berusaha meletakkan isi dua sesi kunci di workshop dalam konteks di Indonesia. Acara diantarkan dengan musik tradisional. Reportase selengkapnya silakan 

 


Deklarasi Rumah Sakit Badan Nirlaba untuk menyehatkan masyarakat

3junPada hari Jumat, 31 Mei 2013 di Hotel Santika dilakukan Deklarasi RS Badan Nirlaba yang dilanjutkan dengan seminar dan Munas 1 Asosiasi Rumah sakit Badan Nirlaba Indonesia atau disingkat ARSANI.

Asosiasi ini merupakan perhimpunan rumah sakit swasta publik yang berbentuk badan hukum Yayasan atau Perkumpulan. Dalam Munas 1 ini telah terpilih Dr. Natsir Nugroho MKes, SPOG sebagai Ketua.

Mengenai Deklarasi Rumah Sakit Badan Nirlaba, 

 


Universal Health Care in India : Making it public, making it a reality

pgtr-11Oleh Amit Sengupta
Municipal Services Project MSP, 2013

Proyek ini dibiayai oleh pemerintah Kanada dan the International Development Research Centre (IDRC). Buku elektronik ini bisa dibaca secara online melalui link berikut ( http://bit.ly/10jNLfF ).

'...Strategi terbaru India untuk mewujudkan Universal Health Coverage (UHC) menarik perhatian untuk dipertimbangkan dan dikritik. Titik debatnya ialah proposal UHC bisa menjadi pencapaian terbaik hingga partisipasi yang besar pada sektor privat yang dominan, dan peningkatan skala skema asuransi kesehatan.."

Paper ini memperdebatkan visi perdebatan yang fundamental mengenai kebijakan UHC, dasar pikirannya ialah membuat sistem kesehatan publik lebih terintegrasi dan komprehensif yang memprioritaskan pada kebutuhan pasien, dan mengurangi penyimpangan untuk meningkatkan layanan kesehatan privat. Hal ini menguji sektor kesehatan di India, menganalisis alasan dasar tidak berjalannya UHC sejak awal, dan wacana solusi publik untuk mengurangi gap layanan kesehatan yang lebih efisien, transparan, setara dan berkelanjutan.."

 


Ringkasan Hasil Seminar Korupsi di Sektor Kesehatan dan Pencegahannya

3junIswan Elmi, Deputi Bidang Pencegahan KPK (Yogyakarta, 22/05/2013)Seminar diawali dengan paparan teoritis mengenai korupsi oleh Deputi KPK Bidang Pencegahan, dan bagaimana keadaannya di sektor kesehatan oleh Prof. Etty Indriati. Apa penyebab terjadinya korupsi hingga masuk ke penuntutan hukum? Penyebabnya banyak dan dapat saling terkait, antara lain: keserakahan, kebutuhan, kesempatan, keharusan, ketidaktahuan, atau mungkin terjebak.

Dimana tempat korupsi di sektor kesehatan?

Untuk mengetahui lebih lanjut silahkan 

 

 


Bacaan Baru : Fighting Corruption in Health Sector Method, Tools, and Good Practices

3junBerbagai kemajuan telah dicapai dalam sektor kesehatan sesuai dengan komitmen global Millenium Development Goals (MDGs). Namun sayang, data pencapaian MDGs menunjukkan tidak meratanya pencapaian yang telah diraih antar negara. Salah satu penyebab hal tersebut karena adanya fenomena "bottleneck" akibat dari korupsi sistemik sehingga hanya sedikit sumber daya finansial yang menyentuh masyarakat. Dokumen dari MDGs Review Summit 2010 bahkan menyebutkan korupsi sebagai penghalang utama dalam pencapaian MDGs.

United Nations Development Programme (UNDP) telah melakukan studi mengenai bagaimana korupsi menjadi satu ancaman bagi sektor kesehatan. Hasil studi ini dipublikasikan dalam buku berjudul Fighting Corruption in Health Sector: Method, Tools, and Good Practices. Buku ini juga membahas bagaimana melakukan diagnosis, intervensi, dan pencegahan terhadap korupsi di sektor kesehatan. Untuk membaca buku tersebut silahkan, 

 

Ringkasan Hasil Seminar Korupsi di Sektor Kesehatan dan Pencegahannya

Ringkasan Hasil Seminar
Korupsi di Sektor Kesehatan dan Pencegahannya

Yogyakarta, 22 Mei 2013

Seminar diawali dengan paparan teoritis mengenai korupsi oleh Deputi KPK Bidang Pencegahan, dan bagaimana keadaannya di sektor kesehatan oleh Prof. Etty Indriati. Apa penyebab terjadinya korupsi hingga masuk ke penuntutan hukum? Penyebabnya banyak dan dapat saling terkait, antara lain: keserakahan, kebutuhan, kesempatan, keharusan, ketidaktahuan, atau mungkin terjebak.

Dimana tempat korupsi di sektor kesehatan?

Di Indonesia, sudah terdeteksi berbagai praktek yang menjurus korupsi di level mikro pelayanan klinis dan sistem manajemen rumah sakit, antara lain : dokumen asuransi yang tidak beres, tagihan perawatan yang tidak sah; pembelian obat dan bahan habis pakai yang fiktif; penjualan bahan dan obat yang tidak sesuai aturan dan cenderung merugikan masyarakat; dokter tidak aktif menangani pasien (mewakilkan ke dokter lain atau residen), namun menerima jasa; kolusi dengan pabrik/distributor obat dan alat kesehatan yang merugikan pasien.

Di level sistem-sistem manajemen rumah sakit, dan lingkungan rumah sakit, terjadi antara lain : saat pembelian alat-alat kesehatan (alkes) dan obat; suap/gratifikasi misal dalam perijinan atau akreditasi rumah sakit; dalam konstruksi RS dan Puskesmas; penyelewengan dana Jamkesmas-Jamkesda dan bantuan sosial kesehatan; memberikan dana illegal ke pimpinan pemerintah daerah agar menjadi pejabat struktural di RS atau menjadi pegawai.

Terjadinya korupsi bahkan sudah sampai korupsi yang "by design". Sebagai gambaran pembelian alat direncanakan oleh oknum eksekutif, dengan dorongan dari penjual alat kesehatan. Direktur rumah sakit dapat terpojok untuk memberikan tanda tangan yang kemungkinan dapat berujung pada korupsi.

Apa akibat korupsi?

Jika terlanjur ada korupsi akibatnya dapat berupa kerusakan fisik, kemacetan pembangunan fisik; nama baik dan citra, termasuk keluarganya; karir berhenti; mutu pelayanan rumah sakit menurun, dan sebagainya. Walaupun pelaku di penjara, kehidupan masih dapat berjalan, namun kerusakan yang terjadi sudah terlanjur buruk.

Secara khusus, apa dampak korupsi terhadap sistem manajemen rumah sakit?

Sistem manajemen rumah sakit yang diharapkan untuk pengelolaan lebih baik menjadi sulit dibangun. Bila korupsi terjadi di berbagai level maka akan terjadi keadaan sebagai berikut:

  1. Organisasi rumah sakit menjadi sebuah lembaga yang mempunyai sisi bayangan yang semakin gelap;
  2. Ilmu manajemen yang diajarkan di pendidikan tinggi menjadi tidak relevan;
  3. Direktur yang diangkat karena kolusif (misalnya harus membayar untuk menjadi direktur) menjadi sulit menghargai ilmu manajemen;
  4. Proses manajemen dan klinis di pelayanan juga cenderung akan tidak seperti apa yang ada di buku-teks;

Akhirnya terjadi kematian ilmu manajemen apabila sebuah rumah sakit/lembaga kesehatan sudah dikuasai oleh kultur korupsi di sistem manajemen rumah sakit maupun sistem penanganan klinis.

Bagaimana sebaiknya penanganan korupsi di sektor kesehatan?

Secara prinsip dikenal ungkapan Pencegahan lebih baik dibanding dengan Pengobatan. Oleh karena itu, diperlukan pencegahan korupsi di sektor kesehatan melalui berbagai cara, antara lain:

  1. Pembangunan karakter tenaga kesehatan, pimpinan pemerintahan dan politik, serta konsultan, yang dimulai sejak masa kecil;
  2. Rekrutmen pimpinan lembaga kesehatan dan rumah sakit dan serta SDMnya harus dilakukan secara baik ,dan transparan;
  3. Pendampingan kegiatan yang potensi korupsi sejak awal perencanaan, terutama pada proyek-proyek di sektor kesehatan yang rentan menjadi proyek yang dapat dirancang untuk dikorupsi;
  4. Cermat dalam melakukan kegiatan, termasuk administrasi perkantoran;
  5. Dokter, tenaga kesehatan, manajer RS harus memahami peraturan dan perundangan mengenai korupsi melalui pendidikan dan pelatihan.

Penutup: Apa yang akan dilakukan pasca seminar ini?

Seminar ini telah membahas bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum. Korupsi di sektor kesehatan dapat menjadi budaya hidup dokter ataupun pimpinan lembaga kesehatan yang dapat dikaji dari ilmu antropologi. Korupsi secara teknis dapat didorong oleh pemahaman mengenai teknis kedokteran yang rumit. Oleh karena itu isu korupsi perlu masuk dalam pendidikan di S1 dan PPDS1 Fakultas Kedokteran agar para calon dokter dan spesialis memahami korupsi di dalam pelayanan klinis. Di level sistem kesehatan, isu korupsi perlu masuk sebagai salah satu materi dalam program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat khususnya dalam pendidikan untuk para manajer rumah sakit dan lembaga pelayanan kesehatan. Penelitian mengenai korupsi di sektor kesehatan perlu ditingkatkan. Diharapkan pula akan dilakukan pertemuan ilmiah untuk membahas lebih detail mengenai korupsi di sektor kesehatan. Direncanakan pula, website di www.kebijakankesehatanindonesia.net akan mempunyai laman mengenai korupsi dan pencegahannya.

 

Penulis: Laksono Trisnantoro

Isi lengkap Seminar (Video, powerpoint, dan makalah) silahkan 

Open Lecture dan Demo Penerapan Telemedicine di Swedia

Dalam Rangka Continuing Medical Education
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
Menyelenggarakan acara

Open Lecture & Demo: Remote Cardiac auscultation and health parameter asssessment:
an example of telemedicine application in Sweden

Rabu, 13 Maret 2013

Di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

 PENGANTAR

Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan kegiatan Open Lecture & Demo: Remote Cardiac auscultation and health parameter asssessment: an example of telemedicine application in Sweden dalam rangka Continuing Medical Education. Silakan klik pada judul topik di tabel jadwal kegiatan untuk mengunduh materi yang dipresentasikan.

  TUJUAN
 

  1. Membahas konsep dan penerapan Telemedicine dalam pelayanan kesehatan
  2. Membahas aplikasi telemedicine di Swedia
  3. Memperkenalkan dan mendemonstrasikan telemedicine dengan peralatan Remote Cardiac Auscultation dari Swedia

  JADWAL KEGIATAN
 

Rabu, 13 Maret 2013

Waktu

Agenda

Lokasi

09.00 – 10.00

Open Lecture 

Remote cardiac auscultation & health parameter assessment

(Asa Holmner Roklov, Umea University Hospital)

asasesi pertama

Ruang Senat Lt.2
Gdg. KPTU FK UGM

10.00 – 11.00

Demo Telemedicine

Remote auscultation of heart and lung sound

(Kenji Claessson, Umea University Hospital)

kensesi kedua

Ruang Senat Lt.2
Gdg. KPTU FK UGM

 

Hasil Reportase dari kegiatan tersebut dapat anda simak pada halaman berikut 

Kesimpulan Rangkaian Annual Scientific Meeting (ASM) FK UGM 2013

Laporan pembahasan mengenai strategi untuk pemerataan dokter dan dokter spesialis untuk mendukung BPJS. Laporan ringkas berikut ini berasal dari tiga seminar :

Kegiatan 1 : Sabtu 2 Maret 2013, Sinergi RS Pendidikan dan FK dalam menghadapi BPJS

Rangkaian acara ASM dibuka pada 2 Maret 2013 dan menekankan mengenai pentingnya BPJS dan persiapan sistem kesehatan termasuk rumahsakit, pelayanan preventif dan promotif serta ketersediaan. Namun muncul tantangan berat yaitu kekurangan dokter di berbagai daerah. Hal ini merupakan penyebab kemungkinan kegagalan pemerataan pelayanan kesehatan. Serta muncul kemungkinan anggaran BPJS akan terkuras di berbagai daerah lengkap dengan fasilitas pelayanan kesehatan, yang mempunyai dokter, dan infrastruktur transportasi yang baik. Perlu strategi operasional untuk memperbaiki penyebaran dan retensi SDM ke seluruh wilayah Indonesia.

Kegiatan 2: Senin tanggal 4 Maret 2013, Tata Kelola Pendidikan Residen dalam Konteks Hubungan Fakultas Kedokteran dengan Rumahsakit Pendidikan

Agenda ini untuk membahas tantangan yang dikemukakan pada pertemuan tanggal 2 Maret, yang menghasilkan berbagai pemikiran sebagai berikut :

  1. FK dan RS Pendidikan adalah dua lembaga terpisah yang berbeda. Walaupun terpisah, harus tetap erat. Harus ada perencanaan bersama, termasuk dalam pengembangan residen.
  2. Peserta mencapai kesepakatan bahwa dipandang dari sudut RS pendidikan residen adalah tenaga kerja profesional, bukan siswa. Hal ini akan mempengaruhi aspek hukum termasuk sah tidaknya residen dibayar atau tidak membayar pada saat bekerja di RS.
  3. Residen sebagai pekerja ini merupakan tenaga kontrak sementara setelah berada pada jenjang tertentu. Status ini secara hukum diakui dalam sistem keuangan BLU dapat dapat diberi insentif.
  4. Hubungan antara residen dengan RS Pendidikan dan jaringan pendidikan harus dilakukan dengan cara yang transparan, menggunakan kontrak individual berdasarkan credential dan clinical priviledge.
  5. Perlu ada pendayagunaan residen untuk memenuhi kebutuhan tenaga medik dalam kerangka pemerataan ke daerah dan menyongsong BPJS. Residen tugas belajar dan residen yang lain dapat diwajibkan untuk bekerja di daerah sulit sebagai bagian dari stase pendidikan.
  6. Pengiriman residen perlu dalam konteks pengembangan sistem di RS. Residen diharapkan tidak dikirim orang per orang, namun bersama-sama dengan dukungan sistem telekomunikasi berbasis internet.
  7. Akan dilakukan pengembangan kelompok kerja residen ini secara sistematis dan kontinyu. Komunikasi kegiatan dilakukan melalui www.manajemen-pendidikankedokterankesehatan.net. Pertemuan berikut di FKUI untuk membahas liability residen sebagai tenaga professional.

Kegiatan 3: Rabu danKamis, 6-7 Maret 2013, Kebijakan Retensi dan dukungan pada Dokter dan dokter spesialis agar betah di daerah terpencil

  1. Berbagai konsep kebijakan untuk distribusi dan retensi dokter telah dibahas. Indonesia belum maksimal dalam menetapkan kebijakan retensi. Masih ada banyak peluang untuk pengembangan kebijakan retensi.
  2. Testimoni dokter di Kabupaten Jayawijaya (Lembah Baliem), Kabupaten Panai, dan RS Ende di NTT menunjukkan perlunya motivasi khusus untuk menjadi dokter/dokter spesialis di daerah terpencil.
  3. Penelitian menunjukkan berbagai ciri yang perlu dimiliki oleh dokter untuk bekerja di daerah sulit.
  4. Dokter di daerah sulit perlu support pengembangan Ilmu berbasis jarak-jauh. Dalam hal support ilmu, kondisi ideal adalah perlunya teknologi internet dengan daya minimal 516Kb untuk menyebarkan berbagai ilmu ke daerah sulit. Teknologi ini dapat berupa Speedy Telkom atau VSAT.
  5. Perhimpunan Profesi (IDI, IDAI, dan PAPDI) siap untuk mendukung pengembangan CME melalui program jarak jauh (online)
  6. Support Insentif : Para pembicara dari propinsi Fiskal Kuat (Kalimantan Timur), dan Propinsi Fiskal lemah (NTT) telah memberikan gambaran mengenai support finansial yang cukup untuk hidup di daerah sulit.
  7. Support untuk kehidupan Sosial : Pembentukan forum komunikasi Dokter Rural Indonesia. Kemudian akan dikembangkan dan didukung sementara oleh KMPK FK UGM. Website www.dokter-ruralindonesia.net, akan memuat berita-berita tentang kehidupan dokter di daerah terpencil, Travel Agent dan hotel untuk pengaturan mobilitas, informasi mengenai Boarding School, kegiatan CME yang terkait dengan ikatan profesi, pengembangan ilmu, dan lain-lain.
  8. Pengembangan telemedicine dan teleconference untuk Sister Hospital di NTT. Hal ini dilakukan dalam usaha mengurangi kematian neonatal di RS. Selain itu, akan dilakukan penguatan telemedicine dengan dukungan dari University of Umea Swedia.

Catatan: Kegiatan Annual Scientific Meeting (ASM) ini akan ditindaklanjuti dengan berbagai program operasional di lapangan.

Rangkuman simposium Regional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan I

suasana para peserta pra simposiumMinggu lalu telah dilaksanakan simposium dengan tema "Menuju Jaminan Kesehatan Semesta yang Berkeadilan dan Merata" pada tanggal 9-12 Oktober 2012 di Inna Garuda Hotel, Yogyakarta. Simposium terbagi menjadi 2 agenda yaitu tanggal 9-10 Oktober 2012: Pre Simposium dengan kegiatan berupa Workshop and Training dan tanggal 11-12 Oktober 2012: Simposium dan Exhibition serta Poster Session.

Menteri Kesehatan dalam sambutannya yang disampaikan oleh Prof Ali Gufron Mukti mengatakan bahwa dukungan penelitian dan kajian masih sangat diperlukan sehingga diharapkan Litbangkes dapat bertindak sebagai motor penggerak. Jaminan semesta masih perlu dukungan berbagai peraturan untuk mewujudkan masyarakt sehat. Perangkat perundangan perlu disiapkan. Masih ada beberapa Perpres yang harus disiapkan termasuk juga beberapa peraturan presiden yang harus disesuikan. Menkes berharap agar melalui symposium regional ini akan muncul ide dan pemikiran baru dari para peneliti, bukan saja penyempurnaan konsep dan operasional UHC melainkan juga pemikiran istimewa berupa inovasi karena kebijakan kesehatan harus berbasis pada bukti, berupa hasil-hasil penelitian. Oleh karena itu para peneliti harus selalu meningkatkan kemampuan, saling bertukar informasi dan berkolaborasi dalam penelitian demi pelayanan kesehatan yang terjangkau demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Dalam keynote speech yang disampaikan pada tanggal 11 Oktober 2012, Prof Ali Gufron Mukti selaku Wamenkes dan juga ketua kelompok kerja universal health coverage mengungkapkan bahwa dalam jaminan kesehatan semesta 2014, terdapat tiga stakeholder utama, yaitu pengelola, fasilitas kesehatan, dan peserta asuransi kesehatan. Dengan beralihnya pengelola jaminan kesehatan ke BPJS, maka Pemerintah berganti berperan sebagai regulator yang menangani system kesehatan, referral, peningkatan kualitas pelayanan, mangatur supply, tariff, dan cost sharing. Persiapan implementasi jaminan kesehatan semesta meliputi aspek keanggotaan dan tariff; pelayanan kesehatan dan paket manfaat; transformasi peraturan, program dan institusi.

Tantangan dan ancaman terkait dengan Universal Coverage menjadi bahasan utama dalam sesi panel 1 narasumber dari Dr Khandit (WHO), serta narasumber dari Thailand dan India yang mengungkapkan tentang pengalaman Thailand dan India dalam Universal Coverage serta Dr dr Triono, M.Sc .

Health system Strengthening and Determinant of Health merupakan bahasan panel 2 narasumber dari para peneliti dan para pakar bidang kesehatan seperti, dr Suwarta Kosen, MPH., DrPH (Litbangkes), Prof Laksono Trisnantoro (FK UGM), Dr Triono Soendoro, PhD, Prof Charles, Prof Umar Fahmi dan lain untuk info lebih jauh silahkan klik disini.