Paparan Makalah Bebas Kelompok BPJS

Dalam sesi ini, dibahas lima makalah terpilih yang terkait tema BPJS. Makalah yang dipaparkan merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh para pemakalah. Makalah pertama, berjudul "Analisis Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Jamsoskes Sumatera Selatan Semesta Menyambut Universal Coverage". Makalah yang disampaikan oleh Misniarti dari FKM Universitas Sriwijaya ini berisi tentang persiapan dan pengembangan kebijakan yang dilakukan Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan Jaminan Sosial Kesehatan (Jamsoskes) Sumatera Selatan. Makalah ini merupakan hasil penelitian studi kasus yang dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan desain exploratory. Data-data yang terkumpul berasal dari wawancara mendalam dan observasi. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa belum banyak upaya pengembangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah pada kebijakan Jamsoskes Sumsel Semesta dalam rangka persiapan menghadapi Universal Health Coverage pada 2014. Sebagai penutup paparan, pemakalah menyarankan kepada Pemprov Sumsel agar dapat mengembangkan upaya-upaya pelayanan di Jamsoskes sebagai penyesuaian dalam menyambut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tahap 2 pada tahun 2019.

Makalah kedua, bertema Peran Jampersal dalam Meningkatkan Kesehatan Reproduksi Masyarakat. Makalah ini disampaikan oleh Rina Nuryati, disebutkan bahwa pemanfaatan Jampersal di Kabupaten Kulon Progo tahun 2012 sebesar 51%, sedangkan 49% masyarakat memanfaatkan jaminan lainnya. Setelah diteliti lebih lanjut, diketahui bahwa terjadi kegagalan konseling KB pada peserta Jampersal. Hal ini disebabkan penjelasan mengenai KB dinilai kurang memadai oleh pasien. Peserta Jampersal juga memiliki persepsi yang kurang tepat tentang KB pasca salin. Program Jampersal di Kabupaten Kulon Progo juga dirasa rancu dengan sistem Jamkesda dan kurang bersinergi dengan kebijakan sebelumnya. Beberapa saran disampaikan oleh pemakalah yang berasal dari Puskesmas Panjaitan Kulon Progo ini, diantaranya: Jampersal harus lebih bersinergi dengan kebijakan kesehatan reproduksi sebelumnya, pemerintah daerah harus mempunyai otoritas untuk melaksanakan kebijakan pusat agar selaras dengan kebijakan yang menjadi prioritas daerah serta Jampersal harus diperkuat dengan layanan konseling yang berkualitas dan layanan kontrasepsi pasca persalinan agar tujuan kesehatan reproduksi tercapai.

Pemakalah ketiga yaitu Asri Maharani dari University of Manchester yang memaparkan materi berjudul "Hubungan Desentralisasi Fiskal di Bidang Kesehatan dengan Cakupan Imunisasi Anak di Indonesia". Dalam paparannya, Asri menyebutkan bahwa terdapat peningkatan cakupan imunisasi pada anak yang bermakna pasca desentralisasi walaupun peningkatan tersebut dimungkinkan juga dipengaruhi oleh proses pemulihan dari krisis ekonomi. Selain itu, ternyata anggaran pemerintah daerah yang besar di bidang kesehatan tidak berkaitan dengan cakupan imunisasi anak, sedangkan kepadatan fasilitas kesehatan dan paramedis (per 1000 orang) memiliki kaitan nyata dan positif terhadap status imunisasi anak. "Belajar dari desentralisasi sektor kesehatan di Indonesia, program imunisasi di negara-negara berkembang terutama negara yang menerapkan desentralisasi perlu menyesuaikan strategi mereka sesuai dengan karakteristik daerah", terang Asri sebelum menutup paparan.

Pemakalah keempat menyampaikan materi bertema "Studi Pelaksanaan Kebijakan Perda Jaminan Kesehatan Sumbar Sakato dalam Menghadapi UU SJSN dan BPJS Tahun 2014". Pemakalah keempat ini yaitu Tuty Ernawati dari UPTD BKIM Sumbar. Pada paparannya, Tuty mengungkapkan bahwa pelaksanaan kebijakan Jamkes Sumbar Sakato sudah dilaksanakan, dan masih perlu perbaikan dan koreksi. Dalam aspek kepesertaan, pemilihan peserta Jamkes Sumbar sakato dilakukan dari tingkat kelurahan/desa/jorong atau button up. Dalam pelaksanaan Jamkes Sumbar Sakato, belum ada dinas yang bertanggungjawab mengenai pendataan. Hal ini dimungkinkan karena kurang detailnya aturan yang menekankan hal tersebut yaitu Pergub hanya berbunyi "pendataan dan validasi data menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota". Program Jamkes Sumbar Sakato, ternyata juga belum mencakup seluruh masyarakat yang menjadi sasarannya. Sebagai bukti, masih banyak masyarakat miskin yang belum mendapatkan jaminan kesehatan daerah. Masyarakat juga dibebani dengan iur biaya. Premi yang masih rendah juga dirasa kurang memadai untuk membiayai perawatan pasien Jamkses Sumbar Sakato.

Yandrizal menjadi pemakalah kelima dalam sesi ini. Pembicara yang berasal dari Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Bengkulu ini, memaparkan makalah yang berjudul "Analisis Jaminan Kesehatan Kota Bengkulu dalam Upaya Efisiensi dan Efektivitas Pelayanan di Puskesmas". Dalam paparannya, Yandrizal mengungkapkan bahwa Puskesmas merujuk sebanyak 67% pasien yang sebenarnya masih dapat ditangani Puskesmas. Hal ini terjadi karena adanya desakan dari pihak pasien atau keluarganya. Terkait hal ini, Dinkes Kota dirasa belum optimal melakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelayanan kesehatan. Bagian Kesra juga belum melaksanakan koordinasi dengan Dinkes Kota untuk melakukan pembinaan kepada Puskesmas. Pihak lain yang bertanggungjawab terhadap upaya efisiensi dan efektivitas pelayanan Puskesmas adalah penyelenggara Jaminan Kesehatan Kota (Jamkeskot). Mereka belum melakukan pembinaan kepada Puskesmas sebagai pemberi pelayanan primer. Terlebih, pelaksanaan Jamkeskot juga belum menerapkan prinsip jaminan kesehatan sosial.

Ditulis oleh: drg. Puti Aulia Rahma, MPH