Best Practice Aplikasi Sistem Kontrak dalam Program Sister Hospital NTT

Untuk memicu diskusi Tahap II ini, saya menyampaikan sedikit pengantar dengan judul:

Best Practice Sistem Kontrak dalam Program Sister Hospital NTT
Program Sister Hospital NTT dimulai pertengahan 2010 akan segera berakhir di tahun 2015 ini. Dalam perkembangannya, tercatat 10 Rumah Sakit besar di luar NTT pernah dan atau masih terlibat dalam program tersebut. Dalam perspektif model kontrak yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia, berjalannya sistem kontrak tersebut selama lebih 5 tahun merupakan sesuatu yang luar biasa.
Pendekatan yang dilakukan adalah kontrak 2 level. Level 1: donor agency (dalam hal ini AIPMNH) mengontrak rumah sakit besar. Level 2: rumah sakit besar tersebut kemudian "mengontrak" tim tenaga kesehatan (terdiri dari dokter spesialis/residen senior kebidanan, kesehatan anak, dan anastesiologi, serta paramedis terkait PONEK). Dengan demikian, secara konseptual pendekatan kontrak yang diterapkan adalah "institution-based contracting" untuk level 1, dan "team-based contracting" untuk level 2. Sebagai perbandingan, pendekatan kontrak yang biasa dilakukan saat ini adalah "individual-based contracting" atau "team-based contracting" tapi tidak dalam payung "institution-based contracting."
Satu faktor penentu yang penting dalam program tersebut adalah dimungkinkannya mekanisme penunjukan langsung (tanpa lewat lelang terbuka) dalam menentukan provider (dalam hal ini rumah sakit besar). Hal ini dimungkinkan karena pihak AIPMNH atau AusAID (kini DFAT) memiliki aturan tersendiri dalam masalah ini.

Dari perspektif best practice, peluang tersebut memberikan sumbangan penting bagi pengalaman implementasi model kontrak inovatif di Indonesia.

 

 

Pengalaman Aplikasi Sistem Kontrak di Indonesia

Pada tanggal 26 Agustus 2015, dalam Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia ke-6 di Padang Hari ke-3, telah diselenggarakan Workshop Penggunaan Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan Untuk Mengantisipasi Kenaikan Anggaran Sektor Kesehatan Menjadi 5%. Dalam workshop tersebut, selain membahas teori dasar, juga berbagai pengalaman aplikasi sistem kontrak yang telah dilakukan selama ini, serta bagaimana prospek dan tindak lanjutnya. Workshop ini terbagi ke dalam sesi pleno dan sesi perkelompok (ada 4 kelompok).

materi  Workshop 26 Agustus 2015

Dalam workshop tersebut terungkap bahwa praktik kontrak tersebut sudah biasa dilakukan oleh donor agency terhadap LSM atau lembaga swasta lainnya. Hal ini berbeda di sector pemerintah yang masih membatasi kontrak untuk pengadaan barang dan pembangunan fisik. Dalam hal ini, dapat teridentifikasi berbagai kendala yang dikelompokkan ke dalam 4 aspek yaitu: (1) aspek pemahaman dan dukungan politis; (2) aspek regulasi; (3) aspek manajemen; dan (4) aspek provider. Silakan simak paparan Resume Hasil Workshop pada link berikut. asd

materi  Resume Workshop 26 Agustus 2015

 

Kesiapan Calon Provider dalam Aplikasi Sistem Kontrak

Mengacu kepada kebijakan Rencana Penggunaan Kenaikan Anggaran Kementerian Kesehatan RI Tahun 2016, peluang implementasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan sangat terbuka di level provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini dimungkinkan karena alokasi DAK Kesehatan & Keluarga Berencana tahun 2016 meningkat menjadi Rp. 19,6 T (Catatan: tahun 2015 hanya Rp. 6,8 T). Dana DAK Kesehatan tersebut dapat digunakan untuk kegiatan non fisik. Dalam BOK misalnya bisa untuk kegiatan outreach (ANC, KB, Neonatal, Bayi, Program penanggulangan ATM, Penanggulangan Gizi Buruk, Penyediaan Air Bersih).

materi sesjen kemenkes

Kegiatan outreach ini bisa kurang optimal dilaksanakan akibat terbatasnya jumlah SDM dan tingginya beban kerja di puskesmas. Meskipun Kementerian Kesehatan tahun 2016 berencana untuk meningkatkan jumlah penugasan tim ke daerah dan penugasan khusus 5 jenis tenaga preventif dan promotif, tetapi tentu belum cukup untuk mengatasi kendala yang ada dan belum tentu sesuai dengan kebutuhan daerah. Dalam hal ini, daerah tentu lebih tahu kebutuhannya. Dengan alokasi DAK yang lebih besar (belum lagi dari APBD "murni"), peluang untuk melakukan inovasi (termasuk contracting out) sangat dimungkinkan.

Untuk dapat "menangkap" peluang tersebut, IAKMI telah didorong untuk mempersiapkan diri sebagai calon provider dalam Forum Ilmiah Tahunan IAKMI di Bandung 22-23 Oktober 2015 yang lalu. Selain IAKMI, diharapkan LSM dan organisasi nirlaba lainnya berpotensi untuk itu.

Berangkat dari konteks demikian, tema Diskusi Tahap IV Masyarakat Praktisi (CoP) Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan adalah "Bagaimana kesiapan calon provider untuk menjadi pelaksana kontrak, dan apa yang harus dilakukan oleh calon provider untuk itu?"

Salam,
Dwi Handono Sulistyo (Moderator) 

  • 1
  • 2