Reportase Pleno 1.1
Sesi plennary pertama diisi oleh Kepala BKKBN Surya Chandra Surapaty yang membuka dengan menekankan 4 pilar kependudukan: pilar pertama yakni program KB dan kesehatan reproduksi, program kesehatan reproduksi remaja (KRR), program ketahanan keluarga dan penguatan pelembagaan keluarga kecil. Dalam satu dekade ke depan, Indonesia akan mengalami situasi yang disebut dengan 'bonus demografi'. Bonus demografi adalah situasi di mana proporsi penduduk usia produktif akan lebih tinggi daripada proposi penduduk non produktif, yakni yang berusia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun. "Bonus demografi adalah pedang bermata dua, bisa menjadi anugerah maupun musibah, anugerah akan diperoleh apabila tenaga kerjanya berkualitas, dan bencana terjadi bila kondisi sebaliknya", lanjut Surya. Terkait dengan kualitas tenaga kesehatan, beliau menekankan pentingnya pembangunan karakter melalui revoluse mental, yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno di tahun 1957 dan didengungkan oleh Presiden Joko Widodo di tahun 2014. Revolusi mental ini ingin membangun jiwa yang menjunjung tinggi etos kerja dan gotong royong, yang dapat ditumbuhkan dengan adanya komunikasi seseorang dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan Tuhan.
Terkait dengan program kesehatan, saat ini BKKBN telah menyelenggarakan program 'Kampung KB', yaitu suatu konsep miniatur pelaksanaan program Kependudukan, Keluarga Berencana, dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) tingkat nasional yang dilaksanakan di tingkat RW, dusun ataupun setara. Konsep kampung KB ini mengutamakan adanya keterpaduan seluruh bidang atau lintas sektor terkait. Kampung KB dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat. Konsep kampung KB ini telah selaras dengan program keluarga sehat yang menjadi prioritas kementerian kesehatan saat ini.
Sesi plennary kedua dibawakan oleh Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan, Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Subandi Sardjoko. Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diterapkan sebagai pengganti Millennium Development Goals menjadi strategi pembangunan kesehatan di Bappenas saat ini. Perbedaan utama antara MDGs dan SDGs adalah konsep top-down di MDGs yang berubah menjadi bottom-up di SDGs dengan melibatkan lebih banyak pihak untuk mencapai tujuannya, antara lain dari sektor bisnis dan filantropi. Sehubungan dengan ini, Bappenas menguatkan perannya untuk mengkoordinasikan semua pihak yang terlibat untuk bersinergi mencapai TPB antara lain melalui: 1) menyamakan persepsi dan membangun komitmen antara pemerintah dan parlemen, masyarakat sipil (CSO) dan media massa, filantropi dan bisnis, serta akademisi dan pakar; 2) mengembangkan prinsip kemitraan dengan penyusunan grand strategy komunikasi untuk memicu partisipasi tidak hanya dari pemerintah tetapi juga masyarakat, dan; 3) melakukan koordinasi dan fasilitasi kepada daerahdalam upaya pengarusutamaan TPB/SDGs ke dalam rencana pembangunan daerah.
Di sesi ini, Subandi menyebutkan bahwa IAKMI, sebagai ahli kesehatan masyarakat, memiliki peranan penting untuk peningkatan kapasitas, center of excellence, mendukung pemantauan-evaluasi-pelaporan, serta melaksanakan penelitian untuk menghasilkan kebijakan berbasis bukti.
Moderator menyimpulkan bahwa pendekatan keluarga yang bersifat bottom up adalah prioritas dalam kesehatan masyarakat saat ini dan merupakan kewajiban bagi para ahli kesehatan masyarakat untuk bahu-membahu mewujudkannya.
reporter: Likke Prawidya Putri
NAVIGASI REPORTASE
Hari I |
Hari II |
Hari III
|
{jcomments on}