Oral 1
Ekonomi Kesehatan
Dwi Handono dari PKMK FK UGM memaparkan hasil penelitiannya mengenai kendala penyerapan Jampersal di salah satu kabupaten di Kalimantan Barat. Pembiayaan melalui program Jampersal di tahun 2016 ini dimanfaatkan untuk operasional rumah tunggu, operasional pelayanan kesehatan di rumah tunggu serta biaya transportasi rujukan persalinan. Daerah-daerah dengan karakteristik perdesaan ataupun terpencil membutuhkan rumah tunggu untuk mengantisipasi komplikasi maternal, namun demikian dana Jampersal tersebut belum terserap karena kurang terperinci-nya juklak/juknis, belum adanya Perda yang mengatur besaran biaya perjalanan untuk jarak tertentu, serta belum ada standar biaya dan fasilitas rumah tunggu yang akan disewa.
Peneliti lain dari PKMK FK UGM mengangkat topik kesetaraan alokasi pembiayaan program kesehatan antar wilayah perkotaan dan perdesaan di 3 kabupaten di Papua. Dari penelitian ini, ditemukan bahwa belum ada pedoman dalam perencanaan dan penganggaran yang spesifik mengarahkan perlunya alokasi secara khusus untuk wilayah perdesaan atau terpencil, guna memastikan bahwa dana dimanfaatkan dan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat dalam satu kabupaten.
Beralih ke isu di pelayanan kesehatan tingkat rujukan, Ryman Napirah dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Tadulalako, Palu memaparkan hasil penelitannya mengenai costing Rumah Sakit melalui metode ABC, Activity Based Costing. Penelitian yang mengambil RS Anutapura sebagai lokasi penelitian menggunakan metode penghitungan costperawatan di Rumah Sakit berdasarkan aktivitas yang dilakukan oleh 3 kelompok pos pembelanjaan, yakni: 1) Unit level activity meliputi: telepon, listrik, air, makan-minum, perawat; 2) batch level activity: biaya kebersihan, bahan habis pakai, dan administrasi, serta; 3) Facility level activity: meliputi biaya laundry, gedung dan fasilitas. Dari analisis tersebut, Ryman menemukan bahwa perhitungan cost dengan metode ABC menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan penghitungan cost model tradisional. Ryman menutup sesinya dengan merekomendasikan penggunaan metode ini ke depannya untuk meningkatkan transparansi dan akurasi penghitungan unit cost di Rumah Sakit.
Nurfardiansyah Bur dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Indonesia, Makassar mengangkat isu hubungan antara bauran pemasaran Rumah Sakit Umum Daerah di Gowa dengan loyalitas pelanggan. Dalam dunia pemasaran, dikenal istilah 'bauran pemasaran' yang dapat diartikan sebagai alat perusahaan untuk memperoleh respon yang diinginkan dari pasar. Penelitian Nurfardiansyah mengambil sampel 114 pasien rawat dinap di RSUD Gowa dan melihat berbagai aspek pelayanan, antara lain: promosi, tenaga kesehatan penyedia pelayanan kesehatan, proses pelayanan, dan fasilitas fisik. Hal yang menarik adalah bahwa fasilitas fisik, promosi serta penyedia pelayanan kesehatan yang baik menjadi faktor-faktor yang berpengaruh pada loyalitas pasien, sedangkan proses pelayanan tidak berpengaruh pada loyalitas pasien. Tidak berhubungannya antara proses pelayanan dengan loyalitas dapat saja disebabkan oleh status pasien yang sebagian besar anggota BPJS Kesehatan dan status RS sebagau milik pemerintah, sehingga cenderung memiliki loyalitas tinggi.
Reporter: Likke Prawidya Putri, MPH
Oral 2
Penyakit Epidemiologi 4
Pada simposium penyakit epidemioogi bagian 4 yang merupakan sesi presentasi oral yang melibatkan 8 peserta Konas dari berbagai daerah di Indonesia. Topik yang dibahas sangat beragam, mulai dari diare, polio, hingga TB-HIV.
Presentan pertama adalah Retno Mardhiati yang memaparkan hasil penelitian dengan judul faktor yang paling berperan dalam upaya kader care. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka kesembuhan mencapai 87%. Pasien yang sembuh adalah didominasi oleh responden berumur tua, jenis kelamin laki-laki, berpendidikan rendah serta rata-rata berpenghasilan rendah dengan waktu luang yang lebih banyak. Hipotesis utama menunjukkan bahwa PMO, dukungan keluarga dan kader berpengaruh terhadap kesembuhan pasien TB.
Presentan kedua yang tampil adalah Zulkifli yang mengupas tentang hubungan factor lingkungan dan pengetahuan ibu terhadap kejadian diare. Dalam penjelasannya, diare yang dimaksud dalam penelitian ini adalah diare akut dimana diare yang terjadi selama 14 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu hanya mengetahui saja tetapi belum bisa mengimplementasikan berbagai pendekatan kebersihan lingkungan. Faktor lingkungan dan pengetahuan ibu mempengaruhi kejadian diare, dimana pengetahuan adalah faktor yang paling besar pengaruhnya.
Ricky Hamdani dari Universitas Airlangga melakukan penyelidikan terhadap penyakit difteri, Untuk angka kasus penyakit difteri, Indonesia berada di peringkat kedua dunia. Di kabupaten Mojokerto sendiri, terdapat 22 kasus difteri pada tahun 2015. Metode penelitian menggunakan formulir penyelidikan KLB. Pasien yang merasa demam dan setelah diteliti lagi maka terdapat pseudo membrane maka pasien tersebut termasuk dalam sampel penelitian. Rekomendasi mengarah kepada penanganan pasien difteri adalah pemberian ADS dan pemeriksaan kontak
Rosa Hadisaputra menyampaikan materi tentang efektivitas vaksin polio. Pada saat ini penggunaan polio IVP tidak berisiko menurunkan virus polio dari vaksin sehingga penting untuk terus didorong Selain itu faktor penting pendukung efektivitas imunisasi polio adalah keterlibatan masyarakat dan pelaporan aktif, penggunaan formulir FP-PD dan PWS KLB, pengetahuan petugas, dan cakupan imunisasi.
Cicilya Windyaningsih memaparkan determinan ketahanan hidup ODHA di kota Jambi. Sampel terdiri dari 181 ODHA dengan kasus paling banyak meninggal adalah permasalahan yang kombinasi. Temuan penelitian ini bahwa pengobatan, umur, jumlah CD4 dan tingkat pendidikan adalah variabel yang dominan dimana semua faktor memiliki peran hingga 18% terhadap kondisi ketahanan hidup. Saran penelitian ini adalah diagnosis dan treament yang tepat sehingga pasien ODHA dapat lebih lama bertahan.
Syamsa Latif, seorang mahasiswa yang sedang menyusun disertasi dengan topik implementasi sistem skoring Indonesia dalam diagnosis tuberkulosis. Sistem skoring telah lama ada di Indonesia namun belum efektif. Sehingga perlu adanya modifikasi sistem skrining. Model yang dibentuk adalah model tambahan pada model sebelumnya (SSI). Kesimpulan implementasi disertai modifikasi dari SSI ternyata meningkatkan temuan penderita TB sampai 40%.
Thresya Febrianti menyebutkan bahwa faktor fisik rumah telah menyebabkan TB paru, kondisi rumah sehat tidak lebih dari 40 % kelembaban, pencahayaan, dan suhu, Selain itu, terdapat hubungan antara kondisi fisik terdiri dari pencahayaan, luas jendela, jenis dinding, dan jenis lantai rumah.
Reporter Faisal Mansyur
Oral 3
Presentasi Oral Jaminan Kesehatan Nasional 1
Presenter pertama adalah Budi Eko Siswoyo dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM. Budi mempresentasikan hasil penelitiannya yang berjudul "Cakupan Kepesertaan Sektor Informal dalam Program JKN dan Studi Kasus di Provinsi DIY". Sekitar 20,41 % penduduk DIY termasuk pekerja sektor informal (DIY dalam angka, 2013) dan sekitar 33,60 % di antaranya adalah kelompok pekerja yang berusaha sendiri. Cakupan PBPU pada pekerja sektor informal di DIY masih sangat rendah dan peningkatannya kurang signifikan. Dari 200 responden pekerja sektor informal, mayoritas memiliki pendapatan 2x dari UMR Provinsi DIY, jadi tidak semuanya miskin. Pekerja kasar adalah kelompok yang paling rendah kesadarannya untuk ikut JKN, padahal paling rentan terhadap kecelakaan kerja.
Hasil studi menunjukkan bahwa responden memahami pentingnya JKN namun cenderung menunda kepesertaan karena menganggap manfaat dan prosedurnya rumit, serta pemahaman yang minim. Keluhan dari peserta menular ke masyarakat yang belum menjadi peserta dan menambah keengganan untuk menjadi peserta. Untuk meningkatkan kesadaran pekerja informasl, rekomendasinya adalah memperbaiki sarana dan konten prioritas sosialisasi, program layanan tambahan, penanganan keluhan masyarakat dan kajian dan monev JKN lebih lanjut.
Presenter kedua – Evindiyah PD, mahasiswa Prodi S3 FKM UI – membawakan makalah berjudul "Analisis Tingkat Penutupan Biaya Klinik Swasta "X" terhadap Pembayaran Kapitasi BPJS di Kota Depok Tahun 2015 "Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih sangat kurangnya penilaian yang terkait dengan masalah penutupan biaya klinis. Tujuannya mendapatkan Angka Penutupan Biaya (Cost Recovery Rate/CRR) dari kapitasi yang dibayarkan BPJS terhadap seluruh biaya yang dikeluarkan oleh Klinik Swasta "X" di Kota Depok Tahun 2015. Hasilnya, Klinik X mendapatkan penerimaan dari kapitasi yang dibayarkan oleh BPJS sebesar Rp.10.000,- per peserta per bulan selama 6 bulan (bulan Januari –Juni 2015). Total penerimaan kapitasinya adalah Rp.1.426.250.000,- Untuk Cost Recovery Rate (CRR) atau Angka Penutupan Biaya) selama 6 bulan adalah 119,1%, artinya penerimaan yang didapat bisa menutup seluruh biaya yang dikeluarkan untuk melayani peserta BPJS ditambah klinik mendapatkan surplus (keuntungan)
Presenter ketiga – Ghofur Hariyono, FK UGM – berjudul "Implementasi Prosedur Admisi Pasien Rawat Inap Peserta Jaminan Kesehatan Nasional di RSUD Dr. Soetomo Surabaya". Sejak JKN, pasien rawat inap yang menjadi peserta JKN menunjukkan trend yang meningkat, padahal sistem rujukan berjenjang sudah diatur oleh pemerintah. Ternyata, pasien peserta JKN yang berobat langsung mengakses fasilitas kesehatan lanjutan ketika membutuhkan layanan kesehatan, seharusnya pasien mematuhi sistem rujukan secara terstruktur dan berjenjang. Manajemen rumah sakit kurang responsif terhadap kebutuhan sarana prasarana, seharusnya menyediakan kecukupan tempat tidur, ruang tunggu, dan sarana informasi yang cukup memadai sesuai dengan kebutuhan tempat tidur pasien yang naik kelas perawatan. Pengelolaan sistem informasi rujukan yang belum terpadu antara fasilitas kesehatan yang merujuk pasien dengan fasilitas kesehatan yang dituju.
"Program Prolanis dalam Penerapan Kebijakan Kapitasi Berbasis Pemenuhan Komitmen Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kota Bengkulu" yang dibawakan oleh Henni Febriawati adalah presentasi terakhir pada sesi paralel ini. Puskesmas dikatakan berhasil bila angka kontak tinggi, angka rujukan non spesialistik rawat jalan rendah dan pengelolaan prolanis yang efisien dan efektif. Harapan tehadap peran puskesmas mencakup bukan hanya melayani kunjungan pasien sakit melainkan juga melayani kunjungan masyarakat sehat.
Ada 20 puskesmas di kota Bengkulu, hanya 6 yang masuk ke zona prestasi (skor sama dengan atau lebih dari 99%) dan zona aman (skor sama dengan atau lebih dari 50%). Senam rutin dan edukasi dilakukan oleh puskesmas-puskesmas yang masuk zona aman dan prestasi. Puskemas yang tidak masuk dalam zona aman dan zona prestasi oleh presenter digolongkan ke dalam zona merah. Kelompok puskesmas ini memiliki sarpras pendukung yang masih terbatas, Masyarakat tidak mengikuti keg. Preventif dan Promotif serta tidak patuh prolanis dan masyarakat belum terdata sbg penderita DM tipe 2. Kesimpulan dari penelitian ini: 1) Pembayaran kapitasi puskesmas di Kota Bengkulu masih sangat jauh dari target, yaitu 75% puskesmas % pembayarannya dibawah 100% dan 2) besaran kapitasi rata-rata puskesmas kota Bengkulu Rp. 5.125,- dari maksimal Rp. 6.000,- . dana kapitasi (pea).
Reporter : Putu Eka Andayani, M. Kes
Oral 4
Presentasi Oral Jaminan Kesehatan Nasional 2
Juanita
Evaluasi klaim JKN di RSUD dan RS swasta di Sumatera Utara
Penelitian berfokus pada klaim JKN di RSUD dan RS Swasta, merupakan studi deskriptif dengan menggunakan data klaim JKN 6 RS di daerah Sumatera Utara tahun 2014 – 2016. Menarik, di RS Sibolga pembayaran dilakukan > dari yang diklaimkan. Di semua sample RS, terlihat trend peningkatan klaim. Klaim di RS swasta juga lebih besar daripada RSUD. Hal ini mengindikasikan bahwa banyak RS di daerah Sumatera Utara yang kurang lengkap peralatannya cenderung merujuk pasiennya ke RS swasta. Data juga menunjukkan bahwa mayoritas adalah pasien JKN mandiri dengan penyakit kronis. Ini merupakan peluang penghematan karena PTM sebenarnya dapat dicegah dengan promotif preventif.
Kasman Makkasau
Kerugian Ekonomi vs Asuransi Kesehatan
Argumentasi yang diajukan adalah pentingnya melakukan advokasi khususnya kepada pimpinan daerah. Caranya dengan belajar dari sektor lain (dalam hal ini Pekerjaan Umum) yaitu menunjukkan kerugian ekonomi akibat gangguan kesehatan. Misalnya, disinyalir ada kerugian ekonomi di Kabupaten Polman pada tahun 2013 sebesar Rp.62 milyar. Artinya, pemerintah daerah harus bertindak untuk mencegah potensi kerugian ini. Hasilnya, program jaminan kesehatan Provinsi Sulbar diterapkan dengan bekerja sama dengan PT Askes untuk memastikan bahwa pesertanya tetap mendapat pelayanan walaupun tengah berada di provinsi lain.
Maxsi Irmanto
Implementasi JKN pada Puskesmas di Provinsi Papua Tahun 2016
Penelitian yang dilakukan di Jayapura (5 Puskesmas) dan Jayawijaya (8 Puskesmas) tahun 2016 ini menunjukkan beberapa masalah dalam pemanfaatan dana kapitasi yang dipersepsikan kurang fleksibel karena sudah ditentukan proporsinya, dan ada penambahan beban kerja pegawai Puskesmas yang tidak diikuti oleh penambahan staf. Di samping itu, pemanfaatan dana Non kapitasi juga dirasa belum optimal karena pengajuannya diberi persyaratan administrasi yang rumit. Selain itu, banyak penduduk yang belum memiliki kartu BPJS. UKM masih bertumpu pada dana BOK dan Otsus. Disarankan bahwa pelaksanaan JKN harus mempertimbangkan aspek kewilayahan khususnya mempertimbangkan faktor geografis dan indeks kemahalan.
M. Faozi Kurniawan
Supply Side Kesehatan dan Equity
Penelitian memperlihatkan bahwa jumlah spesialis dasar per provinsi menunjukkan pertumbuhan besar masih terpusat di DKI dan Jawa Barat diikuti Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pola yang sama terulang di semua jenis profesi termasuk bidan dan perawat. Pertumbuhan Puskesmas juga masih tertinggi di Jawa, diikuti oleh Sumatera. Sementara untuk RS, walaupun pertumbuhannya tinggi tapi ternyata pertumbuhan yang paling pesat terjadi di sektor swasta. Begitu pula dalam hal tempat tidur (TT), walaupun TT sektor publik masih jauh lebih banyak, tetapi pertumbuhannya yang pesat tetap di sektor swata. Akibatnya dapat diperkirakan bahwa klaim JKN masih tertinggi di Jawa. Ditekankan bahwa selama pembangunan infrastruktur kesehatan belum menjadi prioritas di RPJMN dan RPJMD maka sisi supply masih akan mengalami kekurangan.
Endang Sutisna
Monitoring dan Evaluasi JKN di Karanganyar dan Kota Surakarta
Penelitian memperlihatkan bahwa tingkat pendidikan memiliki hubungan nyata dengan pengetahuan tentang BPJS. Terdapat perbedaan yang sangat nyata mengenai persepsi pemberi pelayanan kesehatan terhadap dampak sistem kapitasi pada kualitas pelayanan menurut perdesaan dan perkotaan. Disinyalir ada pula persepsi bahwa sistem kapitasi memiliki hubungan yang negatif dengan kepuasan layanan.
Isniati
Analisis Tingkat Kepuasan Pasien Peserta JKN di Puskesmas Kota Padang tahun 2016
Penelitian cross-sectional dengan kerangka servqual menunjukkan bahwa beberapa atribut masih membutuhkan perhatian, yaitu atribut kenyamanan ruang tunggu pasien, jadwal ketepatan jadwal pelayanan, kecepatan tindakan nakes dalam menangani pasien, keramahan nakes dan perhatian nakes terhadap keluhan pasien.
Andi N. Amin
Kemampuan stakeholder dalam melaksanakan JKN di RSUD Yowari Kabupaten Papua
Terlihat dari hasil wawancara (pada tahun 2015) faskes masih belum mampu memberikan layanan yang komprehensif misalnya dari 145 TT hanya 121 yang bisa digunakan, ambulans ada 2 namun yang bisa beroperasi hanya 1. Selain itu, belum ada regulasi pelaksanaan JKN di Kabupaten Jayapura, terutama karena Kartu Papua Sehat masih menjadi prioritas dibanding JKN. Selain itu, dari sisi persediaan obat dan alkes, banyak masih kekosongan akibat perencanaan yang digunakan masih didasarkan pada tahun sebelumnya. Selain itu, mereka belum memahami cara mencari dan membeli obat dengan E-katalog. Dari sisi SDM, karena tidak ada dokter spesialis, pasien harus dirujuk. Tenaga bidan dan perawat sangat minim. Sosialisasi yang sudah dilakukan dinilai kurang karena pelaksanaan sosialisasi tidak berarti bahwa informasi sudah dipahami.
Oral 5
Gizi dan 1000 HPK-8
Dalam sesi ini, dilaksanakan presentasi oral dari hasil studi peserta yang berkaitan dengan tema utama yaitu Gizi dan 1000 Hari Pertama Kehidupan-8. Pada presentasi pertama, ada judul yang agak berbeda dengan tema besar, namun presentasi tetap dapat dilanjutkan karena materinya sangat menarik, yaitu tentang Integrasi Manajemen dan Regulasi pada Program Pengobatan ARV dalam Sistem Kesehatan di Kota Makassar. Presentasi ini disampaikan oleh Shanti Riskiyani dari Universitas Hasanudin Makassar. Studi yang dilakukan merupakan hasil kerjasama juga antara DFAT Australia, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan FK UGM, dan Universitas Hasanudin Makassar. Latar belakang dalam pengambilan studi ini adalah terkait dengan Sulawesi Selatan khususnya Kota Makassar sejak 2014 menjadi wilayah pelaksanaan inisiatif penggunaan ARV untuk pengobatan dan pencegahan yang dikenal dengan Strategic Use of ARV (SUFA). Tujuannya untuk menemukan mekanisme integrasi manajemen dan regulasi pada program pengobatan ARV ke dalam sistem kesehatan di Kota Makassar. Dikatakan bahwa dukungan kepatuhan dan ketersediaan ARV diperlukan dari pemerintah. Program Puskesmas LKB dan SUFA meningkatkan jumlah orang yang tes HIV, peran partisipasi masyarakat khususnya tenaga penjangkau mendorong kelompok resiko tinggi untuk tes HIV, dan pentingnya peningkatan integrasi antarlembaga dan kepentingan.
Presentasi kedua disampaikan oleh Nuryani dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Gorontalo. Presentasi yang disampaikan berjudul Hubungan Pola Pemberian ASI dan MP ASI dengan Status Gizi Balita di Desa Tinelo, Kabupaten Gorontalo. Penelitian ini menekankan di awal bahwa Asupan gizi yang baik dan cukup dapat mendorong pertumbuhan, perkembangan, dan status sehat balita. Fokusnya adalah pada pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dan dilanjutkan MP ASI yang aman dan cukup. Penelitian ini bertujuan untuk menilai hubungan antara pola pemberian ASI dan MP ASI dengan status gizi balita di desa Tinelo, Kabupaten Gorontalo. Dalam presentasi dikatakan bahwa ada pengaruh dari tingkat pengetahuan ibu mengenai usia optimal mendapatkan MP ASI dengan pemberian MP ASI dini. Selain itu, disarankan pula untuk sikap proaktif masyarakat dalam melakukan penimbangan dan pengukuran tinggi badan balita.
Terakhir, sebagai penutup sesi presentasi oral hari ini, presentasi ketiga disampaikan oleh Eka Prasetia dengan judul Hubungan Asupan Protein dengan Kadar Ureum dan Kreatinin pada Penderita Gagal Ginjal Kronik Sebelum Terapi Hemodialisis di Rumah Sakt Umum Daerah
(Rsud) Undata Palu. Penelitian ini merupakan kerjasama antara Bagian Kimia FKIP Universitas Tadulako Palu, Bagian Gizi RSUD Undata Palu, dan Bagian Gizi FKM Unismuh Palu. Dari studi yang disampaikan ditemukan bahwa asupan protein berhubungan dengan kadar ureum dan kreatinin pada pasien gagal ginjal kronik. Menindaklanjuti hal ini dikatakan perlu ada penyuluhan dan konseling gizi untuk pasien tentang terapi diet untuk mengendalikan kadar ureum dan kreatinin dalam darah.
Reporter : Aulia Novelira, SKM.,M.Kes
Oral 6
Presentasi Oral – KB dan Kespro
Mengambil tema Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi, sesi ini diisi oleh 7 presenter dari berbagai daerah di Indonesia. Yang pertama adalah Dessy Ramayanti dari Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan. Di daerah ini, membicarakan kesehatan reproduksi diidentikkan dengan seks sehingga dianggap tabu. Agar program sosialisasi kepada remaja tetap dapat berjalan, Dinas Kesehatan mengambil tindakan inovatif, yaitu dengan menggunakan kesenian tradisional daerah madihin. Pesan-pesan kesehatan disampaikan melalui baris-baris puisi yang diiringi dengan musik Banjar. Informasi kesehatan yang disampaikan dengan cara ini terbukti efektif meningkatkan pengetahuan pelajar di sekolah mengenai kesehatan reproduksi.
Presenter kedua, dr. Leo Prawirohardjo, Sp.OG, Ph.D menyampaikan mengenai cara memotivasi ibu-ibu yang datang ke RSIA Siti Fatimah, Makassar untuk menggunakan kontrasepsi IUD dan implan. KB termasuk pelayanan kesehatan dasar yang penting untuk mengendalikan kuantitas penduduk agar menghasilkan generasi yang berkualitas. Kementerian Kesehatan juga memasukkan pelayanan KB sebagai salah satu benefit package dalam JKN. Saat ini, penggunaan metode kontrasepsi yang paling tinggi adalah suntik, sementara IUD dan implant sudah terbukti lebih efektif malah berkurang jumlah pengunanya. Untuk mendorong penggunaan alat kontrasepsi ini, RSIA Siti Fatimah membuat Poli Keluarga Berencana. Staf poli dilatih dengan materi effective communication untuk memberikan konseling sejak ibu datang untuk pemeriksaan ANC hingga saat ibu datang untuk imunisasi anaknya. Dengan konseling ini, diharapkan ibu wanita usia subur dapat memilih kontrasepsi yang efektif dan rasional. Di RSIA Siti Fatimah, penggunaan kontrasepsi IUD dan implant tebukti meningkat.
Selanjutnya, Ibu Masni memaparkan penelitiannya yang dilatarbelakangi oleh Angka Kematian Ibu (AKI) yang tinggi di Sulawesi Tengah. Tingginya angka unmet need (persentase wanita kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi) juga menyebabkan angka abortus sangat tinggi. Penelitian ini menunjukkan bahwa di RSUD Undata, Sulteng, ibu yang mengalami abortus rata-rata berusia 20-35 tahun (usia reproduski sehat) dan berpendidikan SMA ke atas. Sebagian besar dari mereka juga tidak bekerja di luar rumah, tidak menggunakan alat kontrasepsi dan tidak memiliki riwayat abortus.
Presenter keempat adalah Bapak Abe yang berasal dari NTB yang membuktikan bahwa pendekatan advokasi kepada pemerintah di tingkat kabupaten dan desa berhasil meningkatkan cakupan pengguna MKJP ( Metode Kontrasepsi Jangka Panjang). Dukungan kebijakan berupa Surat Edaran Bupati menghimbau pemerintah desa mengalokasikan 10 % dari Anggaran Dana Desa (ADD) untuk program KB dan Kesehatan. Hasilnya, tercatat 110 Perdes yang terbit dan terbentuk 10 tim KB desa dan 10 tim KB kecamatan. Selain itu, pendekatan budaya juga dilakukan dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama setempat untuk mengubah mindset masyarakat.
Presenter kelima, Bapak Asnawi Abdullah, melakukan penelitian di 3 kabupaten di NTT untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penurunan Angka Kematian Ibu (AKI). Tercatat di sepanjang tahun 2009-2014, AKI di ketiga kabupaten ini turun drastis secara konsisten. Sementara pada periode yang sama, daerah lain masih bergumul dengan sulitnya menurunkan AKI. Ternyata, pencapaian ini didukung oleh faktor kepemimpinan lokal yang kuat, inovasi dalam memecahkan masalah, kemampuan membangun kepercayaan stakeholders secara konsisten, mobilisasi masyarakat dan menumbuhkan rasa kepemilikan sehingga program penurunan AKI menjadi bagian dari tatanan dalam kehidupan bermasyarakat. Organisasi informal jejaring KIA, seperti Pekan Kesehatan Ibu dan Anak (PKIA) serta Paroki Siaga Lokal juga memainkan peran yang tidak kalah pentingnya. Dari temuan ini, tim peneliti menyimpulkan bahwa semua hal ini akan menjamin keberlanjutan gerakan program terpelaps dari ada atau tidaknya bantuan donor.
Presenter kedua terakhir adalah Ibu Emy Leonita dari Pekan Baru, yang mengidentifikasi perilaku suku Nias di Pekan Baru, dimana cakupan kelahiran dengan bantuan tenaga kesehatan masih rendah. Sebagian besar dari mereka bermata pencaharian sebagai buruh pembuat batu bata dengan rata-rata penghasilan Rp. 500,000 per keluarga per bulan. Faktor keterbatasan ekonomi membuat mereka enggan melakukan kunjungan ANC dan Posyandu, apalagi melahirkan di fasilitas kesehatan. Jaminan kesehatan juga tidak bisa diakses karena sebagian besar adalah pendatang dan tidak memiliki kartu identitas. Biasanya penolong persalinan adalah suami, ibu kandung atau ibu mertua. Sebelum melahirkan biasanya perut ibu hamil akan dipijat atau ditekan agar bayi cepat keluar. Mereka juga menggunakan pisau silet atau bambu untuk memotong tali pusar. Pasca melahirkan, ibu diberi minuman bersoda yang dipercaya dapat mengeluarkan darah kotor dengan cepat. Bila setelah beberapa hari pusar belum kering, maka pusar akan diolesi dengan bubuk kelopak pinang bakar.
Presenter ketujuh, sekaligus yang terakhir adalah mahasiwa FK Universitas Lambung Mangkurat yang mencoba mengidentifikasi apakah Angka Kematian Bayi (AKB) yang tinggi berhubungan dengan status ekonomi keluarga dan akses ke fasilitas kesehatan. Batasan status ekonomi yang dipakai adalah UMR Kabupaten Banjar, yakni Rp. 1,850,000 dan batasan untuk akses adalah jarak rumah ke fasilitas kesehatan sejauh 5 kilometer. Penelitian ini membuktikan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara AKB dengan status ekonomi maupun akses ke fasilitas kesehatan.