- Topik Reportase
- Pilih Field
-
- Addressing Health Financing Gaps for Mental Health and Other NCDs
- Demand & utilization of health services
- Economic evaluation of health and related care interventions
- Evaluation of policy, programs and health system performance
- Health beyond the health system
- Health care financing & expenditures
- Health, its valuation, distribution and economic consequences
- Supply and regulation of health services and products
21 Juli 2025
Addressing Health Financing Gaps for Mental Health and Other NCDs
Hongqiao Fu dari Peking University berperan sebagai moderator dalam sesi ini yang dilaksanakan pada Senin ini (21/7/2025).
Presenter pertama adalah Md Ehsanul Haque Tamal, menerangkan studinya dengan judul How Mental Health Shapes Healthcare Costs: Evidence From Australian Longitudinal Survey. Kondisi kesehatan mental membawa beban ekonomi besar bagi masyarakat, termasuk di negara dengan sistem jaminan kesehatan universal seperti Australia. Studi ini menganalisis data jangka panjang dari 22 tahun survei nasional untuk mengetahui hubungan antara kesehatan mental dan pengeluaran pribadi (out-of-pocket/OOP) untuk layanan kesehatan. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin buruk kondisi mental seseorang, semakin tinggi pengeluaran untuk biaya dokter dan obat-obatan, bahkan hanya penurunan satu poin dalam skor kesehatan mental dapat meningkatkan pengeluaran OOP sebesar 0,25%. Pendidikan yang lebih tinggi umumnya meningkatkan efisiensi dalam memproduksi kesehatan, namun manfaat ini tampak melemah pada individu dengan gangguan kesehatan mental. Temuan ini menegaskan pentingnya kebijakan yang tidak hanya mendorong pendidikan, tetapi juga memperkuat dukungan kesehatan mental agar biaya kesehatan tidak menjadi beban tambahan bagi masyarakat yang rentan.
Elham Mahmoudi melakukan presentasi kedua dengan judul Healthcare Use and Costs in Traditional Medicare Versus Medicare Advantage among Older Adults With and Without Dementia: 2011-2020. Dementia menjadi beban ekonomi yang terus meningkat di Amerika Serikat, dengan biaya perawatan diperkirakan mencapai $360 Miliar pada 2024 dan melonjak menjadi $1 triliun pada 2050. Studi ini membandingkan penggunaan dan biaya layanan kesehatan antara dua skema Medicare—yaitu Traditional Medicare (TM) dan Medicare Advantage (MA)—pada lansia kulit putih, kulit hitam, dan Hispanik, baik dengan maupun tanpa diagnosis demensia. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk pasien tanpa demensia, MA lebih efisien secara biaya dibanding TM, namun perbedaan ini tidak ditemukan pada pasien dengan demensia. Selain itu, perbedaan biaya dan pemanfaatan layanan kesehatan antar kelompok ras sangat nyata, dengan pasien kulit putih penderita demensia mencatatkan biaya tertinggi. Temuan ini menyoroti bahwa efisiensi sistem asuransi saja belum cukup, dan diperlukan kebijakan yang secara spesifik menangani ketimpangan rasial dalam perawatan demensia.
Classification of Psychosocial Interventions for Severe Mental Illness: Evaluating the Applicability of WHO’s ICHI for Resource Allocation adalah presentasi ketiga yang dibicarakan oleh Kuo-yi Jade Chang dari The University of Sydney. Sekitar 4% populasi dunia mengalami gangguan mental berat, dan pemulihan mereka membutuhkan intervensi psikososial yang beragam seperti manajemen penyakit, pendampingan kerja, edukasi keluarga, hingga bantuan tempat tinggal. Sayangnya, tidak adanya terminologi standar untuk mendeskripsikan layanan ini menyebabkan data sulit dicatat dengan akurat dan menyulitkan proses pembiayaan. Studi ini mengevaluasi apakah sistem klasifikasi intervensi WHO, yaitu International Classification of Health Interventions (ICHI), dapat digunakan untuk mencatat intervensi psikososial secara konsisten dan terintegrasi dalam sistem data dan pembiayaan. Hasilnya menunjukkan bahwa ICHI cukup efektif dalam menggambarkan komponen kunci intervensi, namun masih memiliki keterbatasan dalam mencatat metode non-medis serta intensitas dan frekuensi layanan. Temuan ini membuka peluang penggunaan ICHI untuk perencanaan layanan berbasis hasil dan alokasi sumber daya yang lebih adil dalam sistem kesehatan jiwa.
Lucy Owusu dari Navrongo Health Research Center/King’s College London dan Kumasi Centre for Collaborative Research, Kumasi, Ghana membawakan paparan Towards Sustainable Mental Health Financing in Ghana: An Analysis of Budget Trends, Challenges and Opportunities. Sekitar 13% penduduk Ghana diperkirakan mengalami gangguan mental, namun lebih dari 90% tidak mendapatkan pengobatan yang memadai akibat keterbatasan tenaga ahli dan minimnya pendanaan. Studi ini mengungkap bahwa alokasi anggaran kesehatan jiwa di Ghana sangat tidak konsisten—bahkan menurun hingga 90% antara tahun 2020 dan 2023—dan hampir seluruhnya hanya terserap oleh tiga rumah sakit jiwa besar. Layanan kesehatan jiwa di tingkat daerah sangat bergantung pada bantuan luar negeri yang tidak merata dan tidak berkelanjutan. Minimnya pendanaan menyebabkan rendahnya akses layanan, tingginya biaya pribadi pasien, dan tingginya angka pengunduran diri tenaga kesehatan. Meski demikian, rencana memasukkan tiga kondisi kesehatan jiwa ke dalam paket asuransi nasional dianggap sebagai peluang penting untuk memperbaiki pembiayaan dan akses layanan di masa depan.
Mobile-Money Self-Financing to Improve Hypertension Medication Supply: Evidence From Rural Uganda menjadi presentasi penutup sesi ini dari Caterina Favaretti dari Technical University of Munich, Jerman. Di pedesaan Uganda, banyak pasien hipertensi yang terpaksa menghentikan pengobatan akibat seringnya obat tidak tersedia di fasilitas kesehatan pemerintah. Studi ini mengevaluasi MoPuleesa, sebuah program berbasis uang elektronik (mobile money) yang mendorong pasien untuk iuran secara rutin guna menjamin ketersediaan obat hipertensi di klinik penyakit tidak menular di Nakaseke. Hasilnya, partisipasi cukup tinggi dan merata di berbagai kelompok sosial, dengan dana iuran mampu menutupi 84% kekurangan obat yang tidak dipenuhi oleh pemerintah. Bahkan sebagian pasien yang tidak ikut menyumbang tetap mendapat manfaat dari program ini, mencerminkan solidaritas dan efisiensi sistem yang dibangun. Temuan ini menunjukkan bahwa skema pembiayaan berbasis komunitas dapat menjadi solusi jangka pendek yang efektif untuk mengatasi kekurangan obat kronis di sistem kesehatan berdaya rendah.
Reporter:
Relmbuss Fanda (PKMK UGM)