Skip to content

Health beyond the health system

   21 Juli 2025

Mental Health: Causes and Consequences

Sesi ini dimoderatori oleh Andrew Briggs dari London School of Hygiene and Tropical Medicine, Inggris. Dalam sesi ini, terdapat empat presenter dalam sesi ini yang berasal dari Australia, China, Itali dan Inggris dan satu orang presenter tidak dapat hadir langsung di tempat.

Global Distribution and Economic Burden of Depressive Disorder: Equity and Socioeconomic Determinants in Middle- and Lower-Middle-Income Countries dipresentasikan oleh Yan Xu, Jilin University School of Public Health dari China. Depresi merupakan masalah kesehatan global yang paling umum dan menjadi penyebab utama disabilitas serta penurunan kualitas hidup, terutama di negara berpendapatan menengah dan rendah. Faktor sosial ekonomi seperti jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, dan kemiskinan memperparah ketimpangan akses terhadap layanan kesehatan mental. Yan Xu menggunakan data Global Burden of Disease (GBD) 2019 untuk menganalisis tren depresi di 204 negara, dan menemukan ketimpangan yang mencolok antar wilayah berdasarkan tingkat pembangunan. Di negara berpendapatan tinggi, depresi meningkat pada kelompok usia muda, sementara di negara berpendapatan menengah dan rendah, kasus depresi justru meningkat di kelompok usia tua. Hasil ini menegaskan bahwa keterbatasan akses pendidikan, pekerjaan, dan layanan kesehatan turut memperparah beban depresi di negara-negara berkembang, dan perlu ditangani melalui kebijakan yang menyasar akar sosial dari masalah kesehatan mental.

Anam Bilgrami menyajikan data dari hasil studinya dengan judul “Mass Layoffs and Mental Health Care Use”. Masalah kesehatan mental menjadi tantangan serius di Australia, dengan 44% penduduk usia 16–85 tahun mengalami gangguan mental sepanjang hidup mereka. Tekanan keuangan, seperti kehilangan pekerjaan akibat PHK massal, terbukti memperburuk kondisi ini dan menyebabkan banyak orang menunda berobat, terutama perempuan dan orang tua tunggal. Penelitian ini menelusuri bagaimana PHK massal yang terjadi pada rentang 2014–2016 mempengaruhi penggunaan layanan kesehatan mental, termasuk kunjungan medis dan konsumsi obat. Dengan menganalisis data nasional, peneliti membandingkan pekerja yang terdampak PHK dengan yang tidak terdampak untuk melihat perubahan perilaku berobat. Hasil awal belum dapat dipublikasikan, namun kajian ini diharapkan memberi bukti kuat bagi perumusan kebijakan yang lebih adil dan responsif terhadap krisis ekonomi dan kesehatan mental.

Michele Bellon dari University of Turin, Itali memaparkan kajiannya mengenai “Working Longer, Feeling Worse? How Job Quality Shapes the Mental Health Toll of Delayed Retirement”. Peningkatan jumlah lansia di Uni Eropa mendorong reformasi pensiun dengan menaikkan usia pensiun demi mengurangi tekanan fiskal, namun kebijakan ini berdampak negatif pada kesehatan mental pekerja lanjut usia. Studi ini meneliti bagaimana karakteristik pekerjaan memengaruhi dampak reformasi tersebut terhadap depresi pada pekerja senior di 14 negara Eropa. Hasilnya menunjukkan bahwa perpanjangan masa kerja meningkatkan gejala depresi, terutama pada pekerja dengan pekerjaan berat, tidak aman, dan minim prospek karier. Sebaliknya, pekerja yang berada di lingkungan kerja yang mendukung dan stabil justru mengalami perbaikan kesehatan mental. Temuan ini menekankan pentingnya kebijakan pensiun yang lebih fleksibel dan adaptif, termasuk skema pensiun bertahap dan peningkatan kualitas lingkungan kerja untuk melindungi kesejahteraan mental pekerja lansia.

Terakhir, perwakilan dari University of Glasgow, United Kingdom, Daniel Kopasker, menjelaskan studinya yang berjudul Evaluating the Influence of Taxation and Social Security Policies on Psychological Distress: A Microsimulation Study. Kebijakan pajak dan jaminan sosial memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesehatan mental masyarakat, namun bukti konkret tentang dampaknya masih terbatas. Studi ini menggunakan model simulasi canggih untuk menganalisis bagaimana kebijakan ekonomi Inggris selama krisis COVID-19 memengaruhi tingkat stres psikologis dan gangguan mental umum (CMD). Hasilnya menunjukkan bahwa intervensi kebijakan berhasil mencegah lonjakan pengangguran besar-besaran dan menghindarkan sekitar 1,2 juta kasus gangguan mental tambahan pada 2020. Selain itu, kebijakan tersebut memperlihatkan efek jangka panjang dalam menurunkan tingkat kemiskinan hingga tahun 2025. Temuan ini membuktikan bahwa perlindungan ekonomi selama krisis bukan hanya menyelamatkan pekerjaan, tetapi juga melindungi kesehatan mental masyarakat secara luas.

Reporter:
Relmbuss Fanda (PKMK UGM)


 

   23 Juli 2025

Can We Define a Reference Case of Methods to cover both Environmental and Health Economic Evaluation?

Sesi ini membahas bagaimana interaksi antara dampak iklim, kesehatan dan penghitungan biaya-manfaat atau evaluasi ekonomi lain dapat digabungkan dan digunakan untuk menghasilkan bukti-bukti yang kuat dalam menyusun dan merancang intervensi serta kebijakan mitigasi.

Methodological Pathway for Valuing Health in Climate Action: Integrating Health Developmental Impact Into Applied Economic Evaluation

Prof. Bernard Moscoso (CIEC-ESPOL)

Perubahan iklim menghadirkan ancaman  bagi kesehatan global, memengaruhi segala hal mulai dari paparan penyakit hingga ketahanan pangan dan hasil pembangunan. Meskipun demikian, kesehatan seringkali tidak dimasukkan secara memadai ke dalam evaluasi ekonomi kebijakan iklim. Sebagian besar analisis biaya-manfaat menekankan biaya mitigasi dan target emisi namun mengabaikan efek kesehatan jangka panjang dari paparan terkait iklim. Literatur terbaru menunjukkan bahwa mengintegrasikan dampak kesehatan, khususnya penilaian kesehatan dalam pendekatan ekonomi pembangunan ke dalam evaluasi ekonomi terapan berpotensi memberikan dasar yang lebih akurat untuk pembuatan kebijakan.

Prof Bernard mensintesis pendekatan metodologis terbaru dari ekonomi kesehatan, kebijakan iklim, dan ekonomi pembangunan untuk mengelaborasi jalur untuk mengintegrasikan dampak kesehatan ke dalam evaluasi ekonomi terkait iklim. Sumber literatur yang digunakan termasuk artikel peer-review, dokumen WHO, dan model interdisipliner yang diterbitkan antara 2010 dan 2024.

Berdasarkan sintesis ini, Bernard mengidentifikasi dua jalur metodologi:

  1. Health Co-Benefit Frameworks: Studi seperti Markandya et al. (2018) dan Van Dyck et al. (2018) menunjukkan bahwa memonetisasi keuntungan kesehatan—misalnya, menghindari kematian dini akibat pengurangan polusi udara—dapat menyeimbangkan biaya yang signifikan dari mitigasi. Instrumen seperti HEAT WHO dan instrumen CIRCLE OECD dapat digunakan untuk mengukur manfaat ini.
  2. Developmental Health Impact Modelling: Menggabungkan efek paparan awal kehidupan ke dalam evaluasi ekonomi, seperti yang ditunjukkan oleh Fishman et al. (2019), dan Maccini and Yang (2009), untuk mengungkapkan produktivitas jangka panjang dan kehilangan kesempatan pendidikan akibat dengan paparan variasi cuaca, bahkan pada tahap awal kehidupan. Model-model ini memungkinkan pembuat kebijakan untuk mengevaluasi keuntungan ekonomi dari langkah-langkah preventif di wilayah yang rentan terhadap iklim.
Prof Mocoso bersama reporter

Prof Bernard berargumen bahwa penilaian kesehatan dalam aksi iklim tidak hanya layak secara teknis tetapi juga diperlukan secara etis. Mengintegrasikan pendekatan tersebut memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang biaya dan manfaat kebijakan iklim. Hal ini juga akan membantu menyelaraskan pengambilan keputusan ekonomi dengan kesehatan masyarakat, kesetaraan antargenerasi, dan pembangunan berkelanjutan. Selain itu, metode interdisipliner yang menjembatani ilmu iklim, kesehatan dan ekonomi pembangunan, harus dilembagakan untuk menginformasikan kebijakan iklim yang kuat dan sensitif terhadap kesehatan dalam jangka pendek dan jangka panjang.

 

 

 

Adapting Health Economic Evaluation Methods to include Climate Impacts

Prof. Wolf Rogowski (University of Bremen)

Untuk membuat keputusan yang berkelanjutan secara lingkungan, metode evaluasi ekonomi kesehatan (HEE) yang ada perlu disesuaikan untuk memperhitungkan dampak lingkungan dari rekomendasi kebijakan. Salah satu masalah lingkungan yang penting adalah bagaimana memperhitungkan dampak perubahan iklim. Meskipun metode penilaian siklus hidup (LCA) untuk memperkirakan dampak teknologi baru terhadap pemanasan global sudah terlihat mapan, namun masih ada kesenjangan dalam hal bagaimana memperkirakan dan menggabungkan dampak tersebut dengan evaluasi ekonomi kesehatan.

Model LCA itu sendiri adalah metode sistematis untuk mengevaluasi dampak lingkungan dari suatu produk, proses, atau layanan sepanjang siklus hidup produk/proses/layanan tersebut. Misalnya, LCA diterapkan untuk membangun sebuah fasilitas Kesehatan dengan menilai dampak lingkungan dari material bangunan yang digunakan sehingga membantu untuk memilih material yang berkelanjutan, bangunan fasilitas Kesehatan tersebut didesain untuk memiliki efisiensi energi yang lebih tinggi, proses konstruksi yang minim dampak, penggunaan bangunan, dan akhir masa pakai bangunan yang lebih panjang.

Prof. Wolf Rogowski menyatakan bahwa dampak iklim dapat dipertanggungjawabkan baik pada sisi biaya maupun efek dengan HEE. Namun hal ini membutuhkan estimasi jejak iklim menggunakan metode berbasis proses, atau biaya berdasarkan sumber daya atau biaya yang diperkirakan dalam HEE. Untuk memasukkan jejak iklim di sisi efek, dampak kesehatan dapat diperkirakan menggunakan model LCA seperti ReCiPe.

Ada dua cara utama untuk menurunkan faktor karakterisasi, yaitu pada tingkat titik tengah (midpoint) dan pada tingkat titik akhir (endpoint). ReCiPe menghitung:

  • 17 indikator titik tengah
  • 3 indikator titik akhir

Indikator titik tengah berfokus pada masalah lingkungan tunggal, misalnya perubahan iklim atau pengasaman. Indikator titik akhir menunjukkan dampak lingkungan pada tiga tingkat agregasi yang lebih tinggi, yaitu

  1. efek pada kesehatan manusia,
  2. efek pada keanekaragaman hayati,
  3. efek pada kelangkaan sumber daya.

Jalur yang menghubungkan antara midpoint dengan endpoint, disebut sebagai ‘damage pathway’.

 Model dampak LCA biasanya melaporkan dampak kesehatan dalam DALY. Oleh karena itu, opsi untuk mengintegrasikan HEE dengan LCA ini mungkin dilakukan, terutama untuk analisis yang menggunakan DALY sebagai hasil kesehatan. Damage pathway yang biasanya dipakai untuk memperkirakan endpoint dampak Kesehatan adalah:

  • Peningkatan risiko penyakit pernapasan
  • Peningkatan risiko penyakit kanker
  • Peningkatan risiko penyakit lain
  • Peningkatan risiko malnutrisi

Untuk memasukkan dampak iklim di sisi biaya, standar nasional untuk biaya emisi gas rumah kaca sering tersedia yang mungkin perlu disesuaikan untuk mengecualikan harga karbon yang sudah termasuk di dalam biaya karena skema perdagangan karbon atau pajak. Ukuran  yang tersedia untuk menggabungkan dampak iklim, misalnya rasio efektivitas biaya inkremental yang disesuaikan dengan efek iklim atau biaya iklim, manfaat moneter bersih (net monetary gain) atau kesehatan bersih (net health).

Reporter:
Shita Dewi (PKMK FK-KMK UGM)