Sesi “Implementasi Kebijakan Transformasi Sektor Kesehatan dalam UU Kesehatan 2023: Uji Kebijakan Rencana Kesiapsiagaan Krisis Kesehatan untuk Bencana Non-Alam dalam Bentuk Simulasi Ruangan atau Lapangan” yang dimoderatori oleh Happy R. Pangaribuan, MPH (Divisi Manajemen Bencana PKMK FK-KMK UGM) merupakan bagian dari rangkaian Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) ke-XV Tahun 2025. Forum ini menjadi ruang kolaboratif strategis untuk menyelaraskan arah kebijakan transformasi sektor kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan, yakni membangun sistem kesehatan yang tangguh, responsif, dan terintegrasi. Kegiatan ini digelar secara hybrid (10 peserta luring dan 33 peserta daring) dan diarahkan untuk menguji efektivitas dokumen rencana kontijensi kesiapsiagaan kesehatan. Uji kebijakan ini menjadi mekanisme pembelajaran nyata bagi daerah untuk memperkuat sistem komando, koordinasi, komunikasi, dan respon terhadap potensi krisis kesehatan non-alam.
Sesi Pemaparan
Narasumber utama, dr. Akhmad menegaskan bahwa transformasi kesehatan harus menyentuh aspek kesiapsiagaan terhadap ancaman krisis non alam. DIY sebagai wilayah dengan intensitas mobilitas internasional tinggi, berpotensi menjadi pintu masuk penyakit emerging seperti Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus. dr Akhmad memaparkan bahwa uji kebijakan tidak sekadar formalitas, tetapi merupakan proses pembelajaran kolektif untuk memperkuat sistem kesiapsiagaan.
dr Akhmad menekankan pentingnya validasi mekanisme pelaporan cepat, koordinasi lintas sektor, serta integrasi ke dalam sistem informasi daerah (SKDR). Dalam paparannya, pihaknya menegaskan keberhasilan transformasi sektor kesehatan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah untuk merespon ancaman secara sistemik dan terukur. “Transformasi kesehatan bukan hanya soal pelayanan di masa normal, tetapi ketangguhan di masa krisis,” tegasnya.
Sesi Pembahas 1
Pembahas pertama, dr. Susiyo dari Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, menekankan pentingnya menyelaraskan kebijakan daerah dengan kerangka nasional. Uji kebijakan menurutnya harus menjadi stress-test terhadap efektivitas rencana kontijensi, bukan sekadar simulasi administratif.
dr Susiyo menyampaikan bahwa kebijakan harus memiliki indikator keberhasilan yang jelas yaitu respon cepat, koordinasi lintas sektor yang solid, dan mekanisme pelaporan yang terintegrasi. Narasumber juga mendorong pemerintah daerah agar hasil uji kebijakan tidak berhenti di laporan kegiatan, tetapi ditindaklanjuti dalam bentuk revisi SOP dan penguatan jejaring operasional. Latihan kesiapsiagaan harus menjadi budaya organisasi, bukan sekedar event.
Sesi Pembahas 2
Pembahas kedua, dr. Hendro Wartatmo, Sp.B-KBD, dari Pokja Bencana FK-KMK UGM, mengangkat pentingnya pendekatan realistis dalam simulasi kesiapsiagaan. Dengan pengalaman panjang dalam manajemen bencana kesehatan, dr Hendro menegaskan bahwa simulasi ruangan dan lapangan harus benar-benar menguji tekanan waktu, komunikasi lintas sektor, dan efektivitas logistik. dr Hendro menekankan keterlibatan aktif rumah sakit rujukan dan puskesmas sebagai garda depan respon krisis kesehatan. Kesiapsiagaan krisis kesehatan hanya akan efektif jika semua komponen bergerak dalam satu komando. Pihaknya juga mendorong agar simulasi diintegrasikan ke dalam agenda pelatihan rutin lintas sektor sehingga kesiapan tidak hanya muncul saat ada krisis besar, tetap menjadi budaya kerja kesehatan daerah.

Diskusi
Salah satu pemantik diskusi awal dari peserta adalah mekanisme aktivasi Health Emergency Operation Center (HEOC) akan melibatkan fasilitas primer. Hal ini dijelaskan bahwa fasilitas primer menjadi simpul deteksi dini, sehingga mekanisme HEOC harus memungkinkan pelaporan cepat dan koordinasi langsung tanpa hambatan birokrasi.
Pertanyaan lainnya menyoroti tentang integrasi antara struktur komando kesehatan dan komando darurat daerah. Hal ini merujuk pada integrasi adalah hal yang krusial agar respon lintas sektor tidak tumpang tindih. Pertanyaan lainnya tentang keterbatasan sumber daya seperti dana hingga manusia dalam latihan kesiapsiagaan. Dalam forum ini, ditekankan pentingnya skenario latihan yang adaptif dan realistis. Berikutnya perlu menjadi perhatian pula terkait dengan evaluasi pasca uji kebijakan. Perlunya identifikasi dalam perbaikan/penyesuaian dokumen kontijensi, SOP operasional, dan jejaring koordinasi. Terdapat empat (4) poin penting dalam diskusi: (1) penguatan koordinasi lintas sektor, (2) realisme skenario uji kebijakan, (3) keberlanjutan Latihan, dan (4) integrasi hasil uji dalam kebijakan daerah.
Penutup
Kegiatan ini menjadi bagian penting dari proses implementasi transformasi sektor kesehatan yang menempatkan kesiapsiagaan krisis sebagai fondasi utama sistem kesehatan. Melalui paparan narasumber dan pembahas, serta diskusi dengan peserta, dapat disimpulkan bahwa uji kebijakan, simulasi dan kegiatan lapangan bukan hanya menguji prosedur, tetapi membangun culture of readiness lintas sektor. Komitmen bersama untuk memperkuat jejaring, memperbaiki SOP, dan melatih secara berkelanjutan menjadi modal penting menuju sistem kesehatan daerah yang Tangguh terhadap krisis.

Reporter:
Vina Yulia Anhar (PKMK UGM)
Reportase Terkait:
- Topik 1 Kebijakan membangun sistem kesehatan
- Sesi Pleno I Omnibus Law Kesehatan: Antara Simplifikasi Regulasi dan Potensi Masalah Hukum
- Paralel sesi 1 Kebijakan Pelayanan Primer
- Paralel sesi 2 Kebijakan Pendanaan
- Paralel sesi 3 Kebijakan Obat
- Paralel sesi 4 Kebijakan Pelayanan Rujukan
- Paralel sesi 5 Kebijakan Pelayanan Uji Kebijakan Rencana Kesiapsiagaan Krisis Kesehatan
- Paralel sesi 6 Filantropi Kesehatan
- Paralel sesi 5 Kebijakan RIBK
- Sesi Pleno II Mengamankan Investasi Kesehatan: Strategi Pemeliharaan Alkes KJSU di Daerah dengan Akses Terbatas
- Topik 2 Kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis dalam UU Kesehatan 2023
- Topik 3 Kebijakan climate resilient dan low carbon health