Ruang Isolasi di RS Harus Diperbanyak

Rumah sakit seharusnya memiliki ruang isolasi, mengingat masih tinggi kasus infeksi di Indonesia. Ruang isolasi dipergunakan untuk menahan penyebaran penyakit agar tidak menjadi outbreak atau kejadian luar biasa (KLB).

“Untuk itu, butuh dukungan pemda agar ruang isolasi dibangun di rumah sakit regional daerah,” kata Staf Ahli Menteri Kesehatan Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan, Sri Henni Setyawati dalam seminar tentang infeksi memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso ke-21, di Jakarta, Rabu (6/5).

Henni menambahkan, saat ini baru ada sekitar 20 ruang isolasi dibangun di rumah sakit yang sesuai standar badan kesehatan dunia WHO. Padahal, idealnya ruang isolasi itu ada di setiap rumah sakit provinsi.

“Jika tersedia di setiap provinsi, kalau ada outbreak bisa segera ditangani. Tak perlu dibawa ke Jakarta,” ucapnya.

Dijelaskan, ruang isolasi menjadi penting karena penanganan penyakit infeksi harus dilakukan secara cepat, tepat, dan tuntas. Untuk itu, perlu kesiapan dan kerjasama seluruh sektor terutama Pemda dan masyarakat, agar penularan kasus bisa dicegah sedini mungkin.

Diakui Henni untuk menuntaskan kasus-kasus penyakit infeksi memang tidak mudah. Indonesia dengan kondisi geografis yang terdiri atas 17 ribu pulau serta jumlah populasi mencapai 250 juta menjadi kendala dalam penanganan kasus penyakit infeksi.

“Belum lagi infrastruktur yang kondisinya beragam, untuk daerah terpencil akses ke layanan kesehatan masih sulit dilakukan dengan cepat,” ujarnya.

Sementara itu Direktur Utama RSPI Sulianti Saroso, Fatmawati mengatakan, penyakit infeksi berhubungan dengan beberapa faktor, antara lain kepadatan pendudukan, perjalanan (travel) penyakit, perubahan iklim, pergerakan ternak dan barang, dan perkembangan virus infeksi itu sendiri.

“Mobilitas manusia sangat cepat. Pagi di Jakarta, bisa jadi malam sudah di Amerika atau sebaliknya. Hal seperti ini harus kita antisipasi,” katanya.

Menurut Fatmawati selain rumah sakit, penelitian dan perkembangan teknologi serta terapi pengobatan penyakit infeksi amat menentukan keberhasilan Indonesia dalam menangani penyakit infeksi.

“Selain itu tentu perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Misalkan, membiasakan mencuci tangan sebelum makan,” kata Fatmawati. (TW)

{jcomments on}

BPJS Kesehatan Raih Predikat WTP

6mei

6meiLaporan keuangan Dana Jaminan Sosial (DJS) dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2014 meraih predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) dari kantor akuntan publik Kanaka Puradireja Suhartono.

“Saat masih bernama Askes, selama 23 tahun berjalan laporan keuangan selalu meraih predikat WTP. Kami senang karena sebagai BPJS Kesehatan kinerja tak berubah, tetap WTP,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris dalam acara Public Expose BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (5/5).

Fachmi menjelaskan, hingga 31 Desember 2014 pendapatan iuran mencapai Rp40,72 triliun yang bersumber dari pemerintah, pemberi kerja dan pekerja serta kelompok peserta bukan penerima upah.

“Iuran tersebut dikumpulkan dengan mekanisme perbankan, oleh tiga bank yang selama ini menjadi mitra BPJS Kesehatan,” ucap Fachmi.

Ia menambahkan BPJS Kesehatan juga mengalokasikan dana cadangan teknis sebesar Rp5,67 triliun pada 2014.

Terkait realisasi biaya manfaat, Fachmi memaparkan, dana yang sudah dikeluarkan untuk biaya pelayanan kesehatan per orangan meliputi biaya promosi, preventif, kuratif dan rehabilitatif sampai dengan 31 Desember 2014 mencapai Rp42,65 triliun.

“BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kapitasi sebesar Rp8,34 triliun kepada sebanyak 18.437 fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) atau Puskesmas dan dokter keluarga secara tepat waktu pada tanggal15 setiap bulan,” katanya.

Selain itu, kata Fachmi, pihaknya juga me geluarkan dana sebesar Rp34,31 triliun untuk membayar 1.681 fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjutan (FKRTL) atau rumah sakit dengan waktu pembayaran klaim rata-rata 13 hari atau lebih cepat dari ketentuan undang-undang maksimal 15 hari.

“Biaya manfaat tersebut untuk membayar sebanyak 6,17 juta kunjungan pasien rawat jalan tingkat pertama di puskesmas, dokter praktik perorangan dan klinik pratama atau swasta,” katanya.

Kemudian, lanjut Fachmi, tercatat sebanyak 511.475 kasus rawat inap tingkat pertama di FKTP, sebanyak 21,3 juta kunjungan pasien rawat jalan tingkat lanjutan dan sebanyak 4,2 juta kasus rawat inap tingkat lanjutan.

Ditambahkan, BPJS Kesehatan berupaya membayar tepat waktu klaim maupun kapitasi, dengan pertimbangan jika melebihi waktu ditetapka akan terkena denda dan catatan raport kinerja menjadi merah.

Dengan perolehan ini, Fachmi menegaskan, pihaknya siap menjalani program Kartu Indonesia Sehat (KIS) secara lebih baik lagi, dibanding program JKN 2014 lalu. “Kami belajar banyak dari program JKN yang sudah berjalan selama satu tahun terakhir ini,” kata Fachmi menandaskan. (TW)

 

Industri Kesehatan di Indonesia Sangat Potensial Tapi Belum Dioptimalkan

Perkembangan industri kesehatan di Indonesia sangat potensial. Selain memiliki penduduk terbesar keempat dunia setelah Tiongkok, India, Amerika Serikat, jumlah fasilitas kesehatan yang berkualitas masih timpang antardaerah.

Sementara kebutuhan akan layanan kesehatan juga terus berubah seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan pertumbuhan ekonomi. Namun, potensi industri kesehatan ini masih belum dioptimalkan.

Ini terbukti antara lain kualitas layanan yang belum terstandar. Akibatnya, triliunan rupiah harus terbuang ke luar negeri untuk membeli kesehatan.

“Kalau bahan pangan seperti gula dan beras kita impor, tapi satu yang kita eskpor, yaitu kesehatan. Sekitar US$ 700 juta atau setara Rp 7,5 triliun keluar tiap tahun untuk membeli kesehatan di negeri orang,” kata Komisaris Utama PT Bundamedik, Ivan Sini, di sela-sela penandatangan nota kerja sama Bundamedik dengan Deloitte Konsultan Indonesia, di Jakarta, Kamis (30/4).

Menurut Ivan, untuk mengembangkan industri kesehatan juga dibutuhkan pendekatan ekonomi. Dibutuhkan ketepatan dalam sistem pengelolaan. Tanpa pendekatan ekonomi yang kuat, industri kesehatan akan jauh tertinggal.

“Makanya kalau kita tidak pakai pendekatan ekonomi, industri kesehatan kita akan tinggal jauh. Karena itu, ke depan ketepatan dalam pengelolaan sistem sangat penting,” kata Ivan, yang juga adalah spesialis kandungan Rumah Sakit Bunda Jakarta.

Menurut dia, pelayanan kesehatan memerlukan modal, investasi, sumber daya manusia, dan teknologi tinggi. Ini yang masih perlu perhatian pemerintah, sehingga industri kesehatan dibedakan dengan jasa dan lainnya.

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

 

Hari Ini Presiden Bagikan Kartu Indonesia Sehat di Klaten dan Sleman

Hari ini, Senin (4/5), Presiden Joko Widodo (Jokowi) dijadwalkan akan menyerahkan secara simbolik Kartu Indonesia Sehat (KIS) kepada peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) di Klaten, Jawa Tengah dan Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).‬

Berdasarkan data dari Departemen Komunikasi dan Hubungan Masyarakat BPJS Kesehatan, di Klaten KIS akan diberikan mulai pukul 08.00 WIB di SDN 2 Temuwangi kepada 1.646 peserta. Setelah itu, Jokowi akan langsung menuju Sleman untuk menyerangkan KIS kepada 4.414 peserta.

Sumirah (54), warga Wonorejo mengaku antusias bisa bertemu Jokowi sekaligus mendapatkan KIS. Ia bahkan sudah tiba di SDN 2 Temuwangi sejak pukul 06.30 WIB. “Saya berterimakasih pada Jokowi, karena bisa berobat gratis. Tapi beberapa keluarga saya ada yang tidak dapat (KIS). Mudah-mudahan nanti semuanya juga bisa dapat,” kata Sumirah, Klaten, Senin (4/5).

‪Untuk KIS segmen PBI, peluncuran perdananya telah dilakukan presiden bersamaan dengan peluncuran perdana Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), pada 3 November 2014. KIS yang terintegrasi bersama Program Keluarga Sejahtera dan Program Indonesia Pintar, saat ini telah terdistribusikan sebanyak lebih dari 4 juta kartu, atau tepatnya 4.426.010 kartu kepada peserta PBI, di 18 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.‬

‪Pada 2015, BPJS Kesehatan bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Kesehatan melanjutkan penerbitan dan pendistribusian hampir 82 juta kartu, atau tepatnya 81.973.990 KIS untuk segmen peserta PBI. Pada Mei 2015, sebanyak 82 juta KIS PBI mulai didistribusikan secara bertahap.

Sementara itu, menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, masyarakat Klaten dan Sleman sangat gembira menerima KIS ini dan menyambut antusias kehadiran Presiden untuk berdialog. Presiden menyapa, mendengar dan merespons pertanyaan dan usulan dari masyarakat terkait kartu jaminan ini.

“Presiden Jokowi memberikan perhatian yang sungguh-sungguh atas pentingnya distribusi KIS bagi semua segmen masyarakat,” kata Fachmi dalam siaran pers di Jakarta, Jakarta, Senin (4/5).

sumber: http://www.beritasatu.com/

 

Kemenkes Gandeng PPATK Cegah Kasus Korupsi

30apr

30aprGuna mewujudkan pemerintahan yang bersih, Kementerian Kesehatan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sosialisasikan tata cara penggunaan uang negara.

Melalui kerja sama itu diharapkan tak ada lagi kasus korupsi di tubuh Kemenkes. Hal itu dikemukakan Menteri Kesehatan (Menkes) Nila FA Moeloek usai penandatangan naskah kerja sama dengan Kepala PPATK, M Yusuf di Jakarta, Kamis (30/4).

“Informasi semacam ini sangat penting, karena tak semua karyawan Kemenkes tahu rambu-rambu penggunaan uang negara. Padahal dana yang dikelola Kemenkes begitu besar,” ujar Nila.

Dikatakan, kerja sama meliputi pertukaran informasi, peningkatan kompetensi, dan riset di bidang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.

Nila berharap karyawan buka hanya tahu, tapi menjadikan rambu tersebut sebagai bagian dari gaya hidup. Sehingga sadar uang yang ada di tangannya itu uang rakyat, dan tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi.

Sementara itu, Kepala PPATK, M Yusuf mengungkapkan, pihaknya setiap hari menemukan sekitar 300- 400 ribu pengaduan terkait transaksi keuangan yang mencurigakan. Dan semua informasi itu harus dianalisis serta diinvestigasi oleh PPATK.

“Sudah banyak pejabat negara yang terbukti melakukan korupsi setelah kita lakukan penelusuran transaksi yang mencurigakan,” katanya.

Yusuf menyayangkan, banyak transaksi dengan nilai diatas Rp 500 juta dilakukan secara tunai, untuk menghindari penelusuran PPATK. Padahal umumnya orang melakukan transaksi diatas Rp 500 juta lebih nyaman melalui transfer bank.

“Jika ada orang yang transaksi tunai diatas Rp 500 juta ini, kita segera lakukan pengawasan. Karena transaksi ini sangat tidak wajar,” ucap Yusuf.

Ia berharap kerjasama dengan Kemenkes ini akan mendorong semua pegawai dilingkungan Kemenkes terhindari dari uang-uang yang tidak jelas.

Yusuf menambahkan, profesi dokter rentan terjebak dalam pusaran tindakan korupsi. Pencucian uang itu bisa dilakukan lewat ajakan pendirian klinik kesehatan.

“Biasanya investasi ditanggung pelaku korupsi, dengan pembangian keuntungan 70 persen untuk pemilik modal dan 30 persen untuk dokternya,” ujarnya.

Karena itu, Yusuf mengingatkan pada para dokter agar hati-hati saat diajak berinvestasi atau dititipkan uang dari orang yang belum lama dikenalnya. Karena jika tersangkut dalam lingkaran tersebut, bisa terkena kasus untuk pencucian uang hasil korupsi. (TW)

{jcomments on}

Ledakan Penduduk Bisa Jadi Anugerah di Indonesia

Sejumlah pihak harus berkontribusi dan bersinergi agar bonus demografi atau ledakan penduduk yang diprediksi terjadi di Indonesia antara tahun 2020-2030 di Indonesia dimanfaatkan untuk pemerataan pembangunan nasional.

‎Penanggung Jawab Yayasan Mahkota Insan Cita, Hanifah Mursyidan Baldan mengatakan, hal itu bukan mustahil, asalkan dikelola melalui perencanaan yang matang.

“Akan menjadi anugerah jika diraih dengan perencanaan. Berbagai langkah harus diambil, khususnya di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi dan hukum,” kata Hanifah dalam Seminar Bonus Demografi bertema “Semangat Kartini Menyongsong Puncak Bonus Demografi 2020-2030” di Jakarta, Senin (27/4/2015).

Bonus demografi yang dimaksud adalah tingginya jumlah usia produktif di Indonesia dibanding era sebelumnya. Di luar itu semua juga diingatkan, saat ini kebijakan yang diambil harus berbasis pada kependudukan.

“Jumlah penduduk tetap harus dikendalikan dan peran BKKBN juga harus dimaksimalkan,” kata Hanifah.
Lebih lanjut menurutnya, dengan kesiapan dan kehadiran negara memberikan layanan ruang gerak untuk hidup, dari kemudahan yang diberikan, fasilitas pendidikan, terbuka fasilitas kerja, pendorong lahirnya kreativitas, dirinya yakin akan memberikan kontribusi positif bangsa ‎dan negara.

Untuk mendukung semua itu, setelah melalui pembahasan yang panjang, melalui Menteri Kesehatan ‎juga ada sejumlah rekomendasi untuk disampaikan ke Presiden.

Yang pertama,‎ mendesak pemerintah untuk mendukung dan menginformasikan kepada rakyat tentang pentingnya bonus demografi melalui kegiatan kementerian dan pemberdayaan masyarakat.

“Juga meminta ‎pemerintah untuk melaksanakan kebijakan yang memprioritaskan bidang pendidikan, kesehatan, Ekonomi, kependudukan, hukum dan HAM,” kata Hanifah, yang juga istri dari Menteri Agraria dan Tata ruang, Ferry ‎Mursyidan Baldan ‎itu.

sumber: http://www.tribunnews.com/

 

 

Penyakit tak Menular Indonesia Telan 4,47 Triliun Dolar AS

Indonesia menghadapi potensi kerugian total sebesar 4,47 triliun dolar AS dari 2012 sampai 2030 yang disebabkan oleh Penyakit Tidak Menular (PTM), termasuk penyakit jantung, kanker, penyakit pernapasan kronis, diabetes, dan kondisi kesehatan mental.

Berdasarkan laporan yang diterbitkan oleh World Economic Forum, beban ekonomi tersebut diakibatkan oleh meningkatnya permasalahan PTM di Indonesia.

Laporan terbaru dari World Economic Forum berjudul The Economics of non-communicable diseases (NCD) in Indonesia atau Perekonomian PTM di Indonesia mengenai pengaruh ekonomi yang disebabkan oleh PTM.
Laporan itu bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang kerugian pengeluaran yang dapat dialami oleh suatu negara. Laporan tersebut diterbitkan Senin (20/4) pada World Economic Forum on East Asia.
Laporan tersebut menekankan peningkatan PTM di Indonesia dari tahun 2004 sampai dengan 2014, angka kematian yang diakibatkan oleh PTM mengalami kenaikan dari 50,7 persen menjadi 71 persen. Dan nanti pada tahun 2030, peningkatan dampak penyakit kasus diabetes diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat.

Direktur Senior Global Health and Healthcare Industries Arnaud Bernaert mengatakan, PTM memberikan beban yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia yang kemungkinan akan meningkat dalam dua dekade mendatang.

“Kabar baiknya adalah permasalahan ini dapat diperbaiki dengan intervensi lewat mempromosikan status kesehatan secara keseluruhan kepada masyarakat, dimana kami telah menemukan pembuktian atas hasil investasi (Return on Investment) yang baik untuk segmen bisnis, pemerintahan dan masyarakat secara keseluruhan,” kata Arnaud Bernaert di acara World Economic Forum on East Asia di Hotel Shangrilla Jakarta, Senin (20/4).

Menurutnya, sudah terdapat bukti keberhasilan intervensi untuk mengatasi PTM. World Economic Forum memberikan enam ulasan intervensi yang menargetkan pencegahan PTM secara geografis.
Analisis hasil investasi untuk intervensi ketika diimplementasikan diperkirakan dapat mengembalikan investasi sebesar 90 persen sampai 3.700 persen.

Program intervensi tersebut terdiri dari lima pokok. Pertama, mengurangi asupan lemak jenuh melalui hibah pemerintah bagi penggunaan komposisi minyak sehat untuk makanan di luar rumah. Kedua, pencegahan serangan jantung dan stroke melalui pemeriksaan awal dan peningkatan akses terhadap obat yang dibutuhkan. Ketiga, mendukung kehamilan yang sehat. Keempat, memerangi gizi buruk di awal kehidupan. Kelima, mengurangi polusi udara.

Dalam laporan pertama dari seri Perekonomian PTM, intervensi di India telah memberikan hasil kesehatan yang menjanjikan serta keuntungan ekonomi. Seperti pemeriksaan untuk hipertensi, vaksinasi untuk Human Papilloma Virus (HPV) dan mengurangi penggunaan tembakau.

Pada World Economic Forum in East Asia yang diselenggarakan pekan ini, sesi-sesi kesehatan membahas hasil laporan yang ditemukan, mempelajari kasus yang berhasil diimplementasikan di negara-negara lain serta mencari solusi untuk mengatasi PTM di Indonesia dan Asia Tenggara.

sumber: http://www.republika.co.id/

 

 

Menyisir ke Pelosok dengan Nusantara Sehat

Membangun Indonesia dari pinggiran merupakan salah satu visi-misi kabinet kerja yang dipimpin oleh presiden Joko Widodo. Untuk mendukung rencana kerja yang termaksud dalam Nawa Cita poin ketiga ini, Kementerian Kesehatan merupakan pihak yang sangat berkepentingan. Oleh sebab itu, beberapa waktu lalu Kemenkes meluncurkan program Nusantara Sehat, setidaknya dengan program ini keterjangkauan hak fasilitas kesehatan masyarakat yang tersebar se-Nusantara ini dapat terjangkau oleh pemerintah pusat.

Disela-sela peluncuran program Nusantara Sehat pada Februari lalu, Menkes Nila Djuwita F. Moeloek mengatakan, program teranyar ini bertujuan untuk memperkuat pelayanan kesehatan primer untuk mewujudkan Indonesia Sehat melalui peningkatan jumlah, sebaran, komposisi, dan mutu tenaga kesehatan. Program Nusantara Sehat melibatkan sejumlah tenaga kesehatan seperti dokter, bidan, perawat, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan lingkungan, analis kesehatan, dan tenaga kesehatan masyarakat di dalam satu tim kerja.

Dalam program Nusantara Sehat ini, Kemenkes akan mengirim ratusan tenaga kesehatan ke daerah perbatasan di seluruh Indonesia. Mereka akan ditempatkan di 120 Puskesmas yang tersebar di 44 kabupaten di 15 provinsi. Untuk memastikan program teranyar ini berjalan dengan baik, Menkes memastikan pengiriman tim kesehatan ini tidak akan berbenturan dengan program pengiriman dokter PTT (Pegawai Tidak Tetap). Sebab kata Menkes, kedua program ini, dinilainya, akan saling melengkapi satu sama lain untuk mengisi kekosongan tenaga medis di seluruh daerah di Indonesia.

Program Nusantara Sehat, menurut Menkes, merupakan salah satu program prioritas Kemenkes untuk lima tahun ke depan. Berbasis pada tim, program ini berupaya memperkuat pelayanan kesehatan primer yang ada dengan berfokus pada tindak promotif dan preventif. “Tim ini harus pro aktif di masyarakat. Yang terpenting adalah mengubah pemikiran atau pandangan dari masyarakat agar mengerti bahwa kesehatan itu di hulu dari segala kehidupan kita,” ujar Menkes.

Sejauh ini, Menkes mengakui terdapat beberapa kendala utama dalam mewujudkan layanan kesehatan yang terjangkau bagi setiap masyarakat di Indonesia. Salah satunya adalah wilayah geografis Indonesia yang luas. Hal ini juga menjadi isu diskriminatif yang terus berkembang untuk pelayanan kesehatan di daerah terpencil atau perbatasan. “Geografis NKRI ini memang sulit. Tugas kami masih berat karena kami masih berupaya memberi keadilan untuk masyarakat Indonesia,” kata nya.

Seperti diketahui, wilayah terpencil dan perbatasan kerap kali kurang mendapat perhatian pemerintah pusat, termasuk dalam hal pelayanan kesehatan. Melalui program Nusantara Sehat, Menkes meyakini, permasalahan kesehatan dapat diatasi, tentu dibantu dengan dukungan dari pemerintah daerah setempat dan juga lintas kementerian terkait.

“Maka dari itu saya meminta komitmen dari para bupati dan wali kota setempat. Saya juga telah berkomunikasi dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar mendukung penyediaan sarana dan prasarana, seperti transportasi, listrik dan air bersih di lokasi yang menjadi fokus pengiriman tim ini,” katanya.

Masing-masing dari puskesmas tersebut rencananya akan ditempati oleh satu tim kesehatan yang terdiri dari 9 tenaga kesehatan, yakni dokter perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian yang berusia di bawah 30 tahun.

Ditegaskan oleh Menkes, tim program Nusantara Sehat ini adalah para tenaga profesional kesehatan dengan latar belakang medis seperti dokter, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian yang berusia di bawah 30 tahun. Seperti ditetapkan oleh Menkes atas persetujuan Menteri Keuangan, tim NS akan diberi gaji/insentif sebesar 4-8 juta perbulan.

“Kami tentunya akan menjamin keselamatan tenaga kesehatan selama melakukan tugasnya dan mendukung program Nusantara Sehat ini. Selain melakukan pelatihan, kami juga akan menerbitkan izin praktek untuk tim tenaga kesehatan,” kata Menkes.

Tim pertama Nusantara Sehat akan mulai bertugas pada tanggal 29 April 2015 hingga dua tahun ke depan. Proses perekrutan yang dilakukan secara online dan direct assesment menyeleksi calon berdasarkan resume, tes tertulis, wawancara tatap muka, tes psikologi, serta Focus Group Discussion (FGD) untuk menilai individu dalam dinamika kelompok. Peserta yang telah lulus seleksi akan diberi pelatihan dan pembekalan oleh Pusdiklat Aparatur Kemenkes, bekerja sama dengan Armabar, Fakultas Kedokteran UI dan RSCM, serta Puskesmas.

Pada 2015, fokus program NS direncanakan di Puskesmas kecamatan yang berbatasan langsung dengan negara tetangga baik darat dan laut di 48 kabupaten/kota pada 15 Provinsi yaitu Aceh, Sumut, Riau, Kepri, Bengkulu, NTT, Kalbar, Kaltim, Kaltara, Sulut, Salteng, Maluku Utara, Maluku, Papua, dan Papua Barat.

Pembekalan

Untuk memantapkan program Nusantara Sehat ini, Kemenkes melakukan pembekalan terhadap tenaga kesehatan angkatan 1 selama satu bulan. Pembekalan yang dimaksud antara lain, pelatihan fisik dan mental di Balai Besar Pelatihan Kesehatan (BBPK) Ciloto, Jawa Barat, dan dilanjutkan dengan pembekalan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo-FKUI, Jakarta.

Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Pelayanana Kesehatan Primer, Kementerian Kesehatan Diah Satyani Saminarsih mengatakan, pembekalan ini diberikan agar mereka bisa bertahan di daerah tertinggal dan mengembangkan pembangunan kesehatan di daerah tersebut menjadi lebih baik.

Sebab kata Diah, tak tertutup kemungkinan, ada tenaga kesehatan yang menyerah di tengah jalan. Namun, Diah optimistis, sebanyak 143 tenaga kesehatan ini mampu melewati tantangan membangun kesehatan di daerah. Mereka merupakan tenaga kesehatan terpilih dari 6671 yang mendaftar di seluruh Indonesia. “Kalau mau jadi agen perubahan, ya harus kuat. Selama 4 minggu ke depan (pembekalan) kita pastikan mereka kuat. Melihat program Pencerahan Nusantara dulu, mereka enggak ada yang minta pulang,” kata Diah.

Mereka dibekali ilmu komunikasi untuk memecahkan suatu masalah dan memperbaiki perilaku masyarakat di daerah maupun sistem pelayanan kesehatan di daerah. Mereka pun boleh saja mendesak atau mengkritisi dinas kesehatan setempat hingga kepala daerah jika ada suatu masalah di Puskesmas.

Penguatan Tenaga Kesehatan

Sementara itu, Kepala Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (BPPSDM) Kemenkes, Usman Sumantri menjelaskan, proses rekrutmen tenaga kesehatan telah dilakukan secara online. Saat ini memasuki seleksi tahap kedua. “Cukup banyak tenaga kesehatan yang mendaftar menjadi tim Nusantara Sehat pada angkatan pertama ini,” ujarnya.

Jumlah pendaftar dari seluruh Indonesia mencapai 6.671 tenaga kesehatan. Dari jumlah itu, yang lolos seleksi sebanyak 630 orang. “Sebanyak 630 orang itu dipanggil ke Jakarta untuk ikut seleksi tahap II. Nanti kita ambil yang memiliki kompetensi saja, berapapun jumlahnya,” ucap Usman. Usman menjelaskan, mereka akan bekerja secara tim dengan anggota lainnya sebanyak 9 orang. Tenaga kesehatan yang menjadi tim Nusantara Sehat yaitu, dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga gizi, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik atau analis kesehatan, tenaga kefarmasian, dan kesehatan masyarakat.

“Mereka akan ditugaskan di wilayah perbatasan selama 2 tahun,” kata Usman Sumantri. Kemenkes sebenarnya menargetkan sekitar 960 tenaga kesehatan untuk disebar ke beberapa daerah di Indonesia selama 2015 ini. Sebelum diberangkatkan ke daerah, mereka akan diberi pembekalan khusus. Untuk itu, Kemenkes bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut untuk memberikan bekal pertahanan selama di laut. Sebab, mereka akan dikirim ke daerah yang akses jalannya tidak mudah.

Melalui program Nusantara Sehat diharapkan dapat menekan angka kematian ibu dan bayi, menurunkan angka penyakit tidak menular, serta menerapkan pola hidup bersih dan sehat di masyarakat. “Program Nusantara Sehat ini penekanannya pada kegiatan promotif dan preventif. Kegiatan dilakukan secara tim dengan tenaga kesehatan lain yang ada di wilayah tersebut” kata Usman menandaskan.

sumber: http://www.gatra.com/

 

IDI: Pemerintah Harus Antisipasi Serbuan Dokter Asing

Jelang diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), Indonesia dikhawatirkan menjadi ladang basah bagi dokter asing maupun pemodal asing di bidang kesehatan. Jika tidak diantisipasi, hal itu bakal mengancam kedaulatan pemerintah, terutama sektor kesehatan.

“Dalam Asean Framework Agreement on Services yang telah ditandatangani, disebutkan penyertaan modal asing bisa mencapai 70 persen, kecuali di Makassar dan Manado, sebesar 51 persen. Jika pemerintah tidak melakukan sesuatu, habislah Indonesia,” kata Ketua Umum Ikatan Dokter Indo­nesia (IDI) Zaenal Abidin dalam diskusi bertajuk “Kedaulatan Kesehatan Menjelang Serbuan Dokter Asing” di Jakarta, Senin (20/4).

Pembicara dalam diskusi tersebut, Ario Djatmiko, Ketua Bidang Penataan Globalisasi Praktik Kedokteran, PB IDI, Bambang Supriyatno, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia dan Gubernur Lemhanas, Budi Susilo Soepandji.

Zaenal menampik jika kekhawatiran terbesar dari pasar bebas ASEAN adalah tidak bisa bersaing­nya para dokter di Indonesia de­ngan dokter asing. Kondisinya lebih dari itu. Bahayanya, jika dalam era pasar bebas ASEAN akan memunculkan perusahaan asing di bidang kesehatan.

“Kalau hanya dokternya saja, saya tidak terlalu pusing. Tetapi jika yang masuk itu adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang kesehatan. Artinya, mereka akan membuka lahan disini, bukan sekadar dokter praktik saja,” ujarnya.

Karena, lanjut Zaenal, perusahaan asing yang akan masuk bukan bertujuan untuk memberi kemakmuran masyarakat, melainkan hanya untuk berbisnis dan mencari keuntungan.

“Masuknya asing tidak menjamin dapat meningkatkan derajat kesehatan di Indonesia,” ucapnya menegaskan. Zaenal melihat keberadaan asing tersebut akan mengancam kedaulatan negara di sejumlah sektor, terutama di bidang kesehatan.

Pemerintah harus melakukan antisipasi atas kemungkinan terburuk ini dalam penerapan MEA.”Bila kedaulatan kesehatan Indonesia dianggap sebagai harkat dan harga diri negara, maka pemerintah harus memperhitungkan dan memproteksi rakyat kecil agar mampu bertarung di era MEA ini,” katanya.

Hal senada dikemukakan Ario Djatmiko. Katanya, pemerintah harrus sepenuhnya memegang kendali dalam perbaikan sistem kesehatan nasional.

“Di luar negeri, pemerintahnya mampu berperan dalam memimpin perang persaingan global dengan menyiapkan sistem terbaik. Sementara, pembangunan kesehatan kita masih sangat lemah tanpa dukungan pemerintah,” katanya.

Sementara Ketua Konsil Ke­dokteran Indonesia (KKI), Bambang Supriyanto juga mengungkapkan pendangannya bahwa MEA akan menjadi ancaman lebih untuk ketahanan kesehatan yang masih perlu perbaikan dan kerja sama dengan pemerintah. (TW)

{jcomments on}

Ini Macam-macam Kendala Untuk Perangi Diabetes Di Indonesia

Upaya untuk mengendalikan penyakit diabetes saat ini secara umum masih menghadapi beberapa tantangan.

Menurut Ketua Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI), Achmad Rudijanto terdapat berbagai kendala akses pelayanan kesehatan dengan sistem Jaminan Kesehatan Nasional dan masih banyaknya tenaga kesehatan yang kurang terlatih sehingga belum bisa mengimbangi peningkatan yang terjadi pada penyandang diabetes.

“Pada strategi pelayanan kesehatan bagi penyandang diabetes, peran dokter umum menjadi sangat penting sebagai ujung tombak di pelayanan kesehatan primer. Penyandang diabetes harus diedukasi agar dapat mengelola diri sendiri dengan baik karena hal ini merupakan salah satu kunci kesuksesan program pengendalian diabetes,” katanya.

PERKENI sendiri merupakan salah satu lembaga yang terlibat dalam program Patrnership in Diabetes Control in Indonesia (PDCI) yang diselenggarakan bersama Sanofi Group dan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

PDCI adalah program pelatihan peningkatan kapasitas bagi 5.000 dokter umum dan 500 internis di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan dalam tata laksana penyakit diabetes guna mengendalikan laju angka diabetes di Indonesia.

Sejak pertama kali diluncurkan pada 2012 – 2015 ini, program PDCI telah dilaksanakan dalam lima gelombang dengan 33 kali pelatihan. Dari pelatihan tersebut, sebanyak 2.500 dokter umum dan 300 internis berhasil dilatih dalam hal diagnosa dan tata laksana diabetes.

“Nantinya program ini akan terus berlanjut dan diharapkan tidak hanya tercetak ribuan dokter umum, ratusan dokter ahli penyakit dalam dan puluhan konsultan tetapi terus meningkat diperiode selanjutnya,” ujar Achmad.

sumber: http://lifestyle.bisnis.com/