Arab Saudi laporkan 16 kasus MERS baru

Kementerian Kesehatan Arab Saudi mengumumkan, Rabu, 16 orang dinyatakan positif untuk Sindroma Pernapasan Timur Tengah (MERS/coronavirus) dalam 24 jam terakhir.

Jumlah itu termasuk dua kematian penyakit fatal itu sebagai tambahan tiga kematian yang didiagnosis sebagai pasien MERS sebelumnya, kata kementerian itu dalam satu pernyataan di situsnya.

Dari 16 kasus infeksi baru sembilan terletak di wilayah Riyadh, lima di Jeddah dan dua di Madinah, menurut pernyataan itu.

Jumlah kasus MERS, yang terdaftar di Arab Saudi, telah bertambah jadi 480 sampai Sabtu lalu, termasuk 139 kematian, setelah penambahan enam kasus baru dan enam kematian lagi, kata Kementerian Kesehatan negeri itu pekan lalu.

Salah satu pasien yang meninggal dalam 24 jam terakhir didiagnosis, sementara sisanya adalah dari kasus kritis sebelumnya, kata portal Kementerian Kesehatan Arab Saudi.

Di antara enam kasus baru tersebut, satu pasien menerima pengobatan di ICU, tiga berada dalam kondisi stabil dan dua tanpa gejala. Tiga kasus baru berasal dari Riyadh, dua dari jeddah dan satu dari Makkah.

Selain itu, enam kasus lagi –dua lelaki dan empat perempuan– telah sepenuhnya pulih dan telah diperkenankan pulang dari rumah sakit.

Selain statistik harian tersebut, Kementerian itu pada Sabtu (10/5) juga membantah beberapa laporan bahwa penjabat menteri yang baru diangkat telah terinfeksi virus tersebut.

Kementerian itu menyatakan berita tersebut tidak berdasar dan menteri itu berada dalam kondisi baik.

MERS dipandang sebagai “sepupu virus SARS yang lebih mematikan tetapi tak terlalu cepat menyebar. SARS merebak di Asia pada 2003 dan menyerang ribuan orang.

Coronavirus tersebut pertama kali ditemukan pada pertengahan 2012 pada seorang pria tua yang menderita radang paru-paru akut dam gagal ginjal.

Virus itu telah menyebar dari negara Teluk ke Afrika Utara, Asia Tenggara dan Eropa, menewaskan lebih dari seratus orang dan menyerang ratusan orang lagi, demikian OANA.

sumber: www.antaranews.com

 

Indonesia bebas malaria 2030

Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboy menegaskan pemerintah pusat menargetkan Indonesia bebas dari penyakit malaria pada 2030.

“Hingga awal 2014 terdapat 212 kabupaten/kota di 29 provinsi telah memenuhi syarat untuk dinyatakan bebas penyakit malaria,” kata Menkes Nafsiah Mboy dalam sambutan tertulis dibacakan Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Ali Ghufron Mukti pada puncak peringatan Hari Kesehatan dan Malaria Se-dunia di Maluku, Senin.

Target ini juga, ujar Menteri, berlaku untuk kawasan Indonesia Timur khususnya di Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Papua dan Papua Barat.

Diakuinya, lima provinsi di kawasan Timur Indonesia merupakan daerah endemis tinggi penularan penyakit malaria, sehingga diperlukan kerja sama semua komponen untuk menanggulanginya.

“Perlu kerja sama semua komponen masyarakat untuk memberantas penularan penyakir Malaria di kawasan Timur Indonesia, sehingga target Indonesia bebas malaria pada 2030 dapat tercapai,” katanya.

Dia mengakui kabupaten/kota di Maluku, Maluku Utara, Papua, Papua Barat dan NTT belum termasuk dalam 212 kabupaten/kota yang telah dinyatakan memenuhi syarat bebas malaria.

Dengan demikian diharapkan adanya kerja sama antara Gubernur bersama para Bupati dan Wali Kota untuk menyelaraskan program pemberantasan penularan penyakit malaria atau tular vektornya.

“Khusus di Maluku ada tiga penyakit tular vector yang merupakan masalah penting untuk ditanggulangi yakni malaria, Deman Berdarah Dengue (DBD) dan Filariasis atau penyakit kaki gajah,” ujarnya.

Menurutnya, upaya pengendalian penyakit malaria dilaksanakan untuk mencapai bebas malaria secara bertahap.

Kementrian Kesehatan sendiri telah membagi wilayah atau zona bebas dari penyakit diatas berdasarkan standar pelayanan serta upaya yang telah dilakukan, di mana Maluku ditargetkan bebas pada tahun 2030.

Untuk daerah endemis tinggi penularan malaria seperti Maluku dan Papua, Kementrian Kesehatan telah menerapkan strategi akselerasi pengendalian dengan cakupan seluruh wilayah.

Strategi ini mencakup pekan akselerasi pengendalian malaria terintegrasi, intensifikasi pengobatan di semua fasilitas kesehatan serta penemuan kasus malaria secara aktif.

“Diharapkan semua strategi yang telah dilakukan ini berdampak mengatasi penularan penyakit malaria di daerah endemis tinggi, terutama di kawasan timur,” tandasnya.

sumber: www.antaranews.com

 

Wamenkes: Waspada MERS Tapi Tidak Perlu Panik

Kementerian Kesehatan Indonesia mewaspadai penyakit flu Arab (Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus/MERS-CoV) lantaran banyak jemaah yang bepergian ke Tanah Suci setiap bulann. Hingga kini terdapat 48 kasus terduga MERS yang diperiksa di Indonesia, tetapi semuanya negatif.

“Setiap bulan ada 150 ribu jemaah umroh dari Indonesia. Jadi memang banyak sehingga potensi bahaya itu ada. Tetapi tidak boleh panik,” kata Wakil Menteri Kesehatan Prof. dr. Ali Ghuffron Mukti kepada Tempo, Minggu, 11 Mei 2014.

Pemerintah melakukan berbagai upaya agar masyarakat waspada. Antara lain mengirim edaran ke seluruh dinas kesehatan, rumah sakit, kerja sama dengan Kementerian Agama dan Kementerian Luar Negeri. Selain itu, juga menyebarkan leaflet dan menyiapkan tenaga medis di bandara maupun pelabuhan, termasuk klinik-klinik untuk para jemaat umroh yang baru saja mendarat.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama menegaskan badan kesehatan dunia (WHO) belum memberlakukan pembatasan perjalanan. Tim WHO berkesimpulan penambahan jumlah kasus, tidak berhubungan dengan peningkatan kemampuan transmisi virus.

Kemarin, pemerintah Arab Saudi mengumumkan penambahan 13 kematian, sehingga total jumlah kasus sejak 2012 mencapai 480 dengan 139 kematian.

“Berdasarkan situasi terkini dan informasi yang ada, WHO menganjurkan untuk meneruskan pengawasan terhadap infeksi saluran pernafasan akut berat (SARI),” kata Tjandra dalam surat elektroniknya. 

sumber: www.tempo.co

 

Wabah Virus MERS, Indonesia Belum Terapkan “Travel Warning”

Meski wabah Middle East Respiratory Syndrome (MERS) sudah menyebar di 14 negara dan merenggut nyawa lebih dari 100 orang, Indonesia belum berencana mengeluarkan travel warning. Virus yang menyebar dengan perantara kelelawar dan unta ini bahkan dianggap belum seberbahaya flu burung.

“Menurut saya sih travel warning belum (akan dikeluarkan), kelihatannya,” kata Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar ditemui seusai seminar konvergensi yang digelar Kompas Gramedia, di Jakarta, Rabu (7/5/2014). Menurut Sapta, saat ini badan kesehatan dunia (WHO) belum menganggap serangan virus ini segawat wabah flu burung.

Sapta menambahkan pula, sampai saat ini Kemenparekraf belum mendapat aba-aba dari Kementerian Kesehatan untuk melakukan tindakan lebih lanjut. “Nampaknya sampai sekarang masih case-nya spesifik di negara-negara Timur Tengah. Kita harus mengantisipasi, tapi kita juga tidak dengan mudah mengeluarkan travel warning,” imbuh dia.

Kendati demikian, kata Sapta, Kemenparekraf segera akan bertindak setelah ada informasi lebih jauh baik dari Kemenkes maupun WHO. Dia juga yakin masyarakat juga sudah tahu soal penyakit ini dan bertindak antisipatif sebelum melakukan perjalanan ke negara-negara dengan kasus pemicu maupun yang terinfeksi MERS.

Dikutip dari laman ABCNews, virus MERS ini diduga bermula dari Arab Saudi, dengan jumlah kasus mencapai 378 dan 107 kematian di seluruh dunia. Setidaknya 14 negara sudah melaporkan penyebaran kasus MERS, yakni Mesir, Jordania, Kuwait, Qatar, Uni Emirat Arab, Tunisia, Malaysia, Oman, Perancis, Yunani, Italia, Inggris, Filipina, dan Amerika Serikat.

sumber: nasional.kompas.com

 

Semua Obat Paten Tersedia di Pasar Obat Indonesia

Ketua Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Universitas Indonesia Prof. dr. Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH menegaskan secara umum, semua obat paten, yang sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) perlukan, telah tersedia di pasar obat Indonesia.

“Jika dokter atau rumah sakit tidak memberikan obat yang dibutuhkan dan pasien menderita efek buruk, maka pasien peserta JKN boleh menuntut RS atau dokter,” jelas Hasbullah Thabrany di kantornya di kawasan Depok, Jawa Barat, baru-baru ini.

Guru Besat Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI tersebut pun mengatakan, |Sebab, rumah sakit atau dokter sudah dibayar atau dijamin akan dibayar. Kewajiban mereka adalah mengobati penyakit pasien sampai sembuh. Hak mereka sudah atau pasti akan dipenuhi.”

Menurut Hasbullah, Badan Pengawa Obat dan Makanan (BPOM) bertugas memeriksa awal dan rutin melakukan sampling untuk menguji obat yang beredar. “Berkualitas bukan berarti menyenangkan dokter atau pasien. Berkualitas artinya kandungan zat aktif dalam kemasan obat sesuai dengan labelnya dan dosisnya juga sesuai,” ujar dia.

“Untuk meningkatkan kualitas, seharusnya industri PMA yang memiliki quality control dari perusahaan induknya harus diberi ijin memproduksi dan menjual obat generik dan generik berlogo. Hal ini akan memacu persaingan dalam kualitas obat,” terang mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI tersebut.

Ia menambahkan dengan mengatakan, “Ketersedian obat sudah cukup memadai. Indonesia memiliki industri farmasi yang berlebihan, lebih dari 200 industri farmasi. Itu lebih dari cukup. Bahkan, karena jumlahnya kebanyakan maka industri farmasi Indonesia tidak efisien. Sebagian harus dimerjer agar terjadi efisiensi,” terang Pendiri dan Ketua Umum Perhimpunan Ahli Manajemen Jaminan dan Asuransi Kesehatan Indonesia (PAMJAKI) tersebut.

Pernyataan mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI terkait penegasan sebelumnya dari Gubernur Riau, H Annas Maamun saat melakukan kunjungan ke RSUD Arifin Achmad, Provinsi Riau, baru-baru ini.

“Kenapa harus obat generik, kan kita tetap beli, kenapa tak beli yang bagus saja. Pemerintah tetap bayar. Walaupun agak mahal, yang penting ampuh. Jangan sakit batuk kering obatnya OBH, batuk berdahak OBH juga. Masyarakat kita ini butuh obat yang sesuai dengan penyakitnya, sehingga siapa pun yang berobat benar-benar merasakan sehat,” kata Annas Maamun

Sementara itu, sebaliknya Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Dra. Maura Linda. Sitanggang, Apt, Ph.D mengatakakan harga obat generik bisa jauh lebih murah, karena tidak membutuhkan biaya promosi seperti obat bermerek.

“Meski harganya jauh lebih murah, sebenarnya tidak ada perbedaan antara kualitas obat generik jika dibandingkan dengan obat bermerek. Kedua sebenarnya merupakan obat copy dari obat paten (originator), sehingga tidak berbeda dalam hal zat aktif, indikasi, dan bentuk sediaan,” papar Maura Linda.

Maura lantas mengatakan, setiap obat generik yang berlogo maupun bermerek harus melalui uji bioekivalensi sebelum ada di pasaran. “Zat aktif obat dan khasiatnya dapat dipastikan sama dengan originatornya,” tutur dia.

“Untuk penyakit-penyakit kronis yang membutuhkan obat seumur hidup, seperti diabetes atau tekanan darah tinggi akan sangat rugi jika konsumen menggunakan obat bermerek, sementara OGB hadir dengan harga yang lebih murah,” imbuh dia. [aji]

sumber: gayahidup.inilah.com

 

Minimnya Dana Kesehatan Jadi Kendala Utama Cegah PTM di Indonesia

Tingginya kejadian Penyakit Tidak Menular (PTM) di Indonesia hingga menyumbang 64 persen kematian memerlukan gerakan serius selama sepuluh tahun ke depan guna menurunkan faktor risiko untuk mencegah PTM di Indonesia.

Patut menjadi perhatian adalah faktor yang paling menetukan yaitu masalah pendanaan karena belanja kesehatan Indonesia masih sangat rendah, demikian disampaikan Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan FKM UI, Prof Dr Hasbullah Thabrany, MPH, Dr.PH.

“Padahal, potensi banyak karena investor luar mau mendanai tapi kita terkendala peraturan yang rigid seperti peraturan RS, perpajakan misalnya untuk obat kanker masih dipajakin,” tutur Prof Thabrany dalam Diskusi ASEAN Non-Communicable Disease Network di The Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta, Selasa (6/5/2014).

“Diharapkan dana untuk belanja kesehatan bisa mencapai empat sampai lima persen dalam waktu sepuluh tahun ke depan karena selama 40 tahun dana kita stagnan hanya tiga persen. Setidaknya kalau ada peningkatan itu bukti kepedulian pemerintah terhadap masalah kesehatan di Indonesi,” lanjut Prof Thabrany.

Selain itu, pencegahan PTM juga terkendala kurangnya kapasitas dokter spesialis karena delegasi dokter spesialis ke dokter umum meskipun jumlahnya mencapai 100.000 menurut Prof Thabrany belum terlalu baik.

Sarana kesehatan juga masih sulit dijangkau terutama di daerah-daerah meskipun bisa dimanfaatkan teknologi telemonunikasi yang diharapkan bisa menjangkau daerah terpencil. Selain itu, perlu pula dibangun kolaborasi sektor publik dan swasta antarnegara karena upaya pencegahan dan manajemen PTM tidak bisa dilakukan sendiri oleh satu negara tapi diperlukan saling berbagi pengalaman lintas negara.

Oleh karena itu, melalui ASEAN NCD Network yang diadakan di tujuh negara di wilayah ASEAN untuk mendiskusikan tantangan dalam mengelola PTM di negara-negara terkait, diharapkan ada inovasi baru yang disepakati sebagai bentuk menanggulangi tingginya PTM.

“Kita juga perlu melemparkan kesempatan ke pihak swasta yang mau memfasilitasi inovasi-inovasi misalnya dalam bentuk alat kesehatan guna melakukan deteksi dini PTM selain juga perlu peningkatan pengetahuan masyarakat tentang gejala-gejala PTM,” jelas Prof Thabrany.

Hal ini diamini General Manager Philips Healthcare Indonesia Vincent S.K Chan bahwa dengan mengangkat isu PTM, upaya preventif dan edukasi bisa dilakukan agar masyarakat lebih peduli, terutama untuk deteksi dini. Ia mencontohkan kasus diabetes yang banyak terjadi di Indonesia kerap kali sudah telat penanganannya karena masyarakat kurang peka terhadap gejala awal diabetes.

“Pengetahuan juga penting apalagi untuk orang-orang di desa yang pergi ke klinik atau puskesmas. Jika dia dan tenaga medis mendapat edukasi yang baik, tentunya mereka tahu risiko jika kondisi ini telat ditangani. Sehingga pengobatan dini bisa dilakukan,” ucap Vincent.

sumber: health.detik.com

 

Menkes: Tenaga Kesehatan Butuh Payung Hukum

Tenaga kesehatan merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam dunia kesehatan. Perannya pun sangat dibutuhkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang memuaskan.

Menteri Kesehatan (Menkes), Nafsiah Mboi mengatakan, RUU ini sangat dibutuhkan dalam menunjang dan mensukseskan pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Indonesia. Sebab itu, lanjut Menkes, RUU yang merupakan inisiatif Kemenkes ini, diharapkan dalam waktu dapat segera disahkan menjadi UU.

“Semua harus ada payung hukum untuk semua tenaga kesehatan sebagai amanah dari UU Kesehatan. Makanya kita susun sesuai dengan jiwa UU Kesehatan tersebut,” kata Nafsiah kepada Harian Terbit di kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel), akhir pekan lalu.

Menkes menjelaskan, RUU ini terdiri dari 14 bab, dengan isinya antara lain pengelompokan nakes, hak dan kewajiban nakes, penyelenggaraan keprofesian, pembinaan dan pengawasan, serta ketentuan pidana bagi nakes. “Jadi mulai dari rekrutment, pendidikan, pembinaan, penempatan dan lainnya di atur dalam RUU ini,” jelas Menkes.

Menkes menambahkan, RUU ini nantinya juga akan mengatur seluruh Nakes yang saat ini statusnya masih belum jelas, seperti tenaga manajemen kesehatan seperti manajemen Rumah Sakit, manajemen asuransi kesehatan dan juga tenaga riset kesehatan.

“Ada 17 kategori, mulai dari rekrutment, pembagian peran sektor pendidikan, distribusi dan pembinaannya,” ujarnya.

sumber: www.harianterbit.com

Pemerintah Segera Buat Vaksin Virus Corona

Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan sampai saat ini belum ada vaksin agar tidak tertular virus sindrom pernapasan Timur Tengah atau Middle East Respiratory Syndrome Corona Virus (MERS-CoV) yang bersumber dari binatang onta ini. Namun, saat ini Kemenkes sudah bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) untuk membuat vaksin virus tersebut.

“WHO sudah akan bekerjasama untuk bikin faksin virus ini, tapi memang belum ada (vaksin virus corona sampai saat ini di Indonesia),” kata Menteri Kesehatan (Menkes), dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH, seusai melantik pejabat eselon I di lingkungan Kemenkes dan Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) di kantor Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan (Jaksel), Sabtu (3/5).

Menkes mengaku, belum mengetahui kapan vaksin virus tersebut ada di Indonesia, namun ia memastikan vaksin tersebut segera dibuat oleh WHO dan pemerintah segera menggungakannya. Sebab, sebut Menkes, vaksin suatu virus biasanya dikeluarkan oleh WHO, bukan pemerintah. “Tapi biasanya, vaksin flu (pernapasan) ditetapkan dari WHO,” ujarnya.

Menkes mengungkapkan, sebenarnya Indonesia mampu membuat vaksin virus itu sendiri dengan memanfaatkan perusahaan farmasi yang ada di Indonesia. Namun, tegas Menkes, hal terbentur kebijakan dari WHO bahwa vaksin itu dikeluarkan oleh WHO. “Kita mampu membuat. Kita harapkan Kalbe Farma kemampuannya lebih ditingkatkan lagi,” ungkapnya.

sumber: www.harianterbit.com

 

 

Kebal antibiotik ancaman kesehatan dunia

Organisasi Kesehatan Dunia, WHO memperingatkan bahwa kekebalan terhadap antibiotik menjadi ancaman global bagi kesehatan masyarakat.

Badan dunia ini menganalisa data dari 114 negara dan mengatakan kekebalan antibiotik terjadi “di hampir setiap wilayah di dunia.”

WHO mengatakan bahwa dunia menuju era di mana manusia dapat meninggal karena infeksi biasa dan luka-luka ringan karena beberapa obat-obatan utama tidak dapat lagi menyembuhkan.

Organisasi dunia ini menunjuk pemberian resep obat berlebihan dan penyalahgunaan antibiotik yang mempercepat penyebaran bakteri super.

Laporan WHO dipusatkan pada tujuh bakteri yang dianggap menyebabkan penyakit parah seperti pneumonia, diare dan infeksi darah.

Disebutkan pula bahwa dua antibiotik utama tidak lagi ampuh pada lebih dari setengah jumlah orang yang dirawat di sejumlah negara.

WHO juga mengatakan antibiotik baru perlu segera dikembangkan, dengan sistem pengawasan penggunaan yang lebih baik.

Dalam laporannya, WHO mengatakan kekebalan antibiotik misalnya termasuk untuk infeksi saluran kencing akibat E.coli misalnya yang menjadi tidak efektif dalam lebih setengah kasus dewasa ini.

sumber: www.bbc.co.uk

 

Hello Doctor, Aplikasi Solusi Kesehatan Berbasis Teknologi

Hello Doctor merupakan perusahaan dari Afrika Selatan yang bermitra dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Telkomsel untuk menawarkan solusi berbasis teknologi melalui smartphone dengan memberi akses langsung bagi masyarakat Indonesia yang ingin mendapatkan saran dari dokter, kapan dan di mana pun.

“Hello Doctor percaya bahwa penawaran yang inovatif ini akan menjadi langkah yang nyata untuk menyediakan pelayanan kesehatan dengan tarif yang terjangkau dan dapat diakses semua kalangan,” kata Michael Mol, global director of Hello Doctor saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (29/4).

Menurutnya, dalam pelayanan kesehatan tradisional, sering kali pasien harus mengalami sakit dahulu sebelum diberi tindakan. Dengan mengatasi permasalahan yang umum dihadapi untuk bertemu dokter, Hello Doctor dapat mendeteksi dan melakukan penanganan dini melalui akses langsung yang nyaman dan terjangkau. Pasien bisa mendapatkan saran yang tepat dari dokter.

Aplikasi Hello Doctor dapat diunduh gratis di www.hellodoctor.co.id dan berfungsi dengan baik pada smartphone serta secara efektif memberikan layanan dokter 24 jam. Layanan berbayar ini meliputi layanan pesan dokter (digital doctor) dan layanan telepon dokter (house call).

Aplikasi ini mendapat tanggapan positif dari Menteri Kesehatan, Nafsiah Mboi. “Sebanyak 59 persen kematian saat ini disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti jantung dan stroke. Jadi, Hello Doctor ini diharapkan dapat membantu masyarakat Indonesia mendapat kemudahan berkonsultasi dengan dokter,” ujarnya.

Hello Doctor telah bermitra dengan IDI untuk meyakinkan para pelanggan mengakses serta bisa mendapatkan saran kesehatan dari dokter dalam bahasa Indonesia. Hello Doctor juga segera meluncurkan acara televisi di Indonesia.

“Untuk menjadi sehat bukanlah suatu hal yang otomatis hadir, tetapi merupakan tujuan yang harus dikejar secara aktif. Kami ingin mendidik, memberdayakan, dan mengilhami semua orang untuk menjalani hidup lebih baik dengan melakukan pola hidup sehat,” tutup Michael.

sumber: www.beritasatu.com