Dengue Case Management for Primary Health Care and Home-Based Care: Booklet for Health Professionals and Health-Care Workers

malaria

WHO Regional Asia Tenggara mengembangkan buku panduan ini sebagai sumber komprehensif yang dirancang untuk memperkuat respons tenaga kesehatan lini depan dalam menghadapi penyakit demam berdarah. Buku ini menjelaskan perjalanan alami penyakit demam berdarah, pendekatan diagnosis, serta protokol penatalaksanaan berbasis bukti untuk layanan kesehatan primer maupun perawatan di rumah. Dengan penekanan pada pengenalan dini, manajemen cairan yang tepat, dan rujukan yang tepat waktu, panduan ini memberdayakan tenaga kesehatan agar dapat memberikan perawatan yang efektif dan menyelamatkan nyawa, terutama di lingkungan dengan sumber daya terbatas. Buku ini juga dilengkapi dengan alat praktis seperti lembar pemantauan dan strategi respons wabah untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan penanganan selama lonjakan kasus demam berdarah.

Selengkapnya https://www.who.int/publications/i/item/9789290221272

The Development of An Assessment Instrument for Behavior Toward Hypoglycemia Risk Among Type 2 Diabetes Mellitus Outpatients in Jakarta, Indonesia

diabetes

Kurangnya edukasi dan pengawasan terhadap pasien rawat jalan diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2) oleh tenaga kesehatan merupakan masalah penting yang mempengaruhi perilaku pasien selama proses pengobatan. Selain itu, perilaku yang tidak tepat umumnya meningkatkan risiko hipoglikemia. Untuk mengurangi risiko tersebut, beberapa studi merekomendasikan evaluasi terhadap perilaku pasien, sehingga diperlukan pengembangan instrumen baru. Studi ini meneliti pengembangan instrumen yang valid dan reliabel untuk menilai perilaku pasien terhadap risiko hipoglikemia melalui penilaian mandiri. Prosedur penelitian dilakukan dalam tiga tahap: pengembangan instrumen (validitas tampilan dan isi, tahap I), uji validitas konstruk dan reliabilitas (tahap II), serta validitas kriteria (tahap III).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa instrumen yang dikembangkan valid dan reliabel, terdiri atas 9 domain (29 pertanyaan). Domain tersebut mencakup perilaku terhadap pemantauan glukosa darah, diet, aktivitas fisik, penggunaan obat, dukungan tenaga kesehatan, penanganan hipoglikemia, perawatan diri, dukungan keluarga, dan penggunaan insulin. Selain itu, perilaku yang kurang baik ditemukan meningkatkan risiko hipoglikemia sebesar 2,36 kali. Berdasarkan hasil tersebut, instrumen yang dikembangkan dapat digunakan secara efektif untuk mengevaluasi perilaku terhadap hipoglikemia pada pasien rawat jalan DM tipe 2, dengan validitas dan reliabilitas yang telah terkonfirmasi.

Selengkapnya https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC11824618/

 

Association Between Basic Immunization Status and Stunting in Toddlers Aged 12-59 Months in Indonesia

toddler

Studi ini meneliti hubungan antara status imunisasi dasar dan kejadian stunting pada balita di Indonesia. Analisis dilakukan secara cross-sectional menggunakan data Status Gizi Indonesia 2021 terhadap 70.267 balita usia 12–59 bulan. Prevalensi stunting tercatat sebesar 23,1%, sementara 74,9% balita telah menerima imunisasi dasar lengkap.

Hasil analisis multivariat menunjukkan hubungan signifikan antara status imunisasi dan risiko stunting. Balita dengan imunisasi tidak lengkap memiliki risiko stunting 1,18 kali lebih tinggi, dan yang tidak diimunisasi sama sekali berisiko 1,27 kali lebih tinggi dibandingkan yang mendapat imunisasi lengkap. Hubungan ini tetap signifikan setelah disesuaikan dengan faktor seperti pendidikan ibu, status ekonomi, dan berat lahir anak. Temuan ini menegaskan pentingnya imunisasi dalam mencegah stunting. Oleh karena itu, imunisasi harus dipenuhi sesuai jadwal yang direkomendasikan. Kesadaran orang tua terhadap layanan kesehatan, pencegahan penyakit, dan kebutuhan gizi anak juga perlu ditingkatkan. Pemerintah dan tenaga kesehatan diharapkan memperkuat promosi imunisasi dan pelayanan di tingkat masyarakat.

Selengkapnya https://pmc.ncbi.nlm.nih.gov/articles/PMC12149842/

 

Trends in the Double Burden of Malnutrition Among Indonesian Adults, 2007 to 2023

obesitas

Indonesia menghadapi beban ganda malnutrisi, yaitu kekurangan gizi dan obesitas yang terjadi bersamaan di masyarakat. Studi ini meneliti tren nasional kekurangan gizi (BMI<18,5) dan obesitas (BMI≥25, standar Asia) menggunakan data Survei Kesehatan Indonesia tahun 2007, 2013, 2018, dan 2023 dengan 2,4 juta responden dewasa.

Hasil menunjukkan prevalensi berat badan kurang menurun dari 12,3% menjadi 7,5%, sedangkan obesitas hampir dua kali lipat dari 19,7% menjadi 38,3%. Peningkatan terbesar terjadi pada perempuan perkotaan dan kelompok berpendapatan tinggi. Lingkar perut tinggi juga meningkat hingga 42% pada 2023. Pola usia menunjukkan kekurangan gizi paling tinggi pada usia muda dan lanjut, sementara obesitas puncaknya di usia paruh baya. Analisis lanjut menunjukkan kelompok kaya lebih berisiko obesitas, sedangkan kelompok miskin lebih rentan kekurangan gizi. Laki-laki cenderung lebih kurus namun kurang berisiko obesitas dibanding perempuan. Secara keseluruhan, transisi gizi di Indonesia berlangsung cepat, dengan obesitas meningkat jauh lebih cepat dibanding penurunan kekurangan gizi, menandakan perlunya intervensi segera untuk mencegah krisis gizi baru.

Selengkapnya https://www.nature.com/articles/s41598-025-17348-9

 

 

Continuous Follow-up Intervention of a Low-Salt Diet to Control Blood Pressure Among Older People with Hypertension in Rural Indonesia

Hypertension

Hipertensi merupakan penyebab utama kematian pada lansia dan menurunkan kualitas hidup, salah satunya dipicu oleh konsumsi garam tinggi. Studi ini bertujuan menilai pengaruh edukasi diet rendah garam dengan tindak lanjut berkelanjutan terhadap tekanan darah lansia hipertensi. Penelitian menggunakan desain quasi-experimental dengan 148 peserta yang dibagi menjadi kelompok intervensi dan kontrol. Kelompok intervensi mendapat edukasi diet rendah garam serta pemantauan selama dua bulan, sedangkan kelompok kontrol hanya mendapat edukasi standar tanpa tindak lanjut.

Hasil menunjukkan tidak ada perubahan signifikan pada tekanan darah kelompok kontrol (p>0,05). Sebaliknya, kelompok intervensi mengalami penurunan signifikan pada tekanan darah sistolik dan diastolik (p=0,000). Tekanan darah pada kelompok intervensi juga tetap stabil hingga bulan kedua. Kesimpulannya, edukasi diet rendah garam disertai pemantauan rutin terbukti efektif menurunkan dan mengendalikan tekanan darah pada lansia hipertensi.

Selengkapnya https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213398425000326

 

The Correlation of Caloric Intake from Sugar-Sweetened Beverage (SSB) on Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) Risk in Indonesia

Penelitian ini menyoroti konsumsi minuman berpemanis (SSB) yang tinggi di Indonesia sebagai faktor risiko utama terhadap obesitas dan Penyakit Tidak Menular (PTM), khususnya Diabetes Melitus Tipe 2 (T2DM). Studi ini menganalisis pola konsumsi SSB, asupan kalori, dan karakteristik sosio demografis yang mempengaruhi prevalensi T2DM menggunakan data SUSENAS dan Riskesdas 2018. Dengan sampel sebanyak 699.959 individu, unit analisis difokuskan pada luaran kesehatan per individu.

Hasil deskriptif menunjukkan bahwa 76,49% responden mengeluarkan pengeluaran untuk setidaknya satu jenis SSB dalam sepekan terakhir. Minuman siap saji merupakan jenis yang paling sering dikonsumsi, sedangkan susu cair produksi pabrik memiliki tingkat konsumsi terendah. Analisis regresi probit menunjukkan bahwa peningkatan asupan kalori dari SSB secara signifikan meningkatkan kemungkinan diagnosis T2DM. Konsumsi SSB yang tinggi lebih umum terjadi pada rumah tangga berpendapatan lebih tinggi dan di wilayah tertentu. Temuan ini menegaskan pentingnya intervensi kebijakan yang ditargetkan untuk menurunkan konsumsi SSB sebagai upaya pencegahan T2DM.

Selengkapnya https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0277953625002862

 

Global Report on Hypertension 2025: High Stakes: Turning Evidence into Action

Global Report on Hypertension 2025: High Stakes: Turning Evidence into Action

Hipertensi adalah “silent killer” yang mempengaruhi lebih dari 1,4 miliar orang, namun kurang dari 20% yang terkontrol, sehingga menjadi faktor risiko utama serangan jantung, stroke, gagal ginjal, dan demensia serta menimbulkan beban ekonomi besar, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Beberapa negara seperti Korea Selatan, Filipina, dan Bangladesh berhasil meningkatkan pengendalian melalui kebijakan kuat, layanan primer, dan akses obat terjangkau, namun banyak negara masih terkendala kurangnya kebijakan pencegahan, alat ukur, protokol standar, serta ketersediaan obat esensial. Strategi utama mencakup promosi kesehatan, skrining rutin, akses obat, perawatan berbasis tim, dan pemanfaatan teknologi digital, dengan fokus pada ketersediaan obat antihipertensi esensial.

Laporan yang dipublikasikan oleh WHO ini merekomendasikan integrasi ke cakupan kesehatan semesta, peningkatan akses obat dan alat, investasi tenaga kesehatan, penguatan sistem informasi, serta peningkatan kesadaran publik, yang jika diterapkan dapat mencegah jutaan kasus serius sekaligus mengurangi beban ekonomi global.

Selengkapnya https://www.who.int/publications/i/item/9789240115569

 

The Use of Oral Contraceptives and The Risks of Developing Prehypertension and Hypertension in Women of Reproductive Age: Findings from a Population-based Survey in Indonesia

Hypertension

Penelitian ini meneliti hubungan penggunaan kontrasepsi oral (OC) dengan risiko pra hipertensi dan hipertensi pada wanita usia reproduktif di Indonesia. Data diambil dari Indonesian Family Life Survey (IFLS-5) tahun 2014–2015 dengan melibatkan 10.279 responden. Faktor sosiodemografi, aktivitas fisik, pola makan, gejala depresi, riwayat merokok, dan komorbiditas dianalisis sebagai kovariat.

Hasil menunjukkan bahwa penggunaan OC meningkatkan risiko prahipertensi (aOR 1,42; 95% CI: 1,16–1,73) dan hipertensi (aOR 1,72; 95% CI: 1,45–2,05) dibanding non-pengguna. Jika dibandingkan dengan pengguna kontrasepsi modern lain, risiko prahipertensi (aOR 1,74) dan hipertensi (aOR 1,80) juga lebih tinggi pada pengguna OC. Analisis lanjutan menunjukkan bahwa risiko hipertensi meningkat seiring lamanya penggunaan OC, meskipun hubungan signifikan tidak ditemukan pada prahipertensi. Secara keseluruhan, penelitian ini membuktikan adanya peningkatan risiko moderat namun bermakna secara statistik. Temuan ini menekankan perlunya tenaga kesehatan menilai risiko kardiovaskular sebelum meresepkan kontrasepsi, khususnya OC.

Selengkapnya https://link.springer.com/article/10.1186/s12889-025-22686-4

 

Exploring E-Cigarette Use Among Indonesian Youth: Prevalence, Determinants and Policy Implications

rokok

Popularitas rokok elektronik (e-cigarette) di kalangan remaja Indonesia menambah tantangan kesehatan publik di tengah beban tembakau yang sudah tinggi. Meski regulasi tembakau ada, e-cigarette masih minim pengaturan sehingga menimbulkan kekhawatiran terkait dampak kesehatan dan daya tarik bagi anak muda. Studi ini menganalisis prevalensi, faktor penentu, dan persepsi penggunaan e-cigarette pada pelajar SMA dan mahasiswa. Survei daring tahun 2019 melibatkan 158 responden usia 15–30 tahun di 17 provinsi. Sebanyak 36,2% pernah merokok, dan 65,2% di antaranya sudah mencoba e-cigarette.

Faktor utama penggunaan meliputi jenis kelamin laki-laki, tinggal di perkotaan, pengaruh teman sebaya, dan penerimaan sosial terhadap merokok. Banyak peserta menganggap e-cigarette lebih aman daripada rokok biasa dan bisa membantu berhenti merokok, meski bukti ilmiah masih bertentangan. Temuan ini menunjukkan e-cigarette cukup marak di kalangan muda karena faktor sosial dan salah persepsi tentang keamanannya. Diperlukan regulasi yang lebih kuat dan kampanye kesehatan publik untuk mengurangi risiko serta memperkuat upaya pengendalian tembakau.

Selengkapnya https://link.springer.com/article/10.1007/s10900-025-01442-0

 

Malaria Morbidity, Mortality and Associated Costs in Indonesia: Analysis of the National Health Insurance Claim Dataset

malaria

Sebuah studi menilai pelayanan malaria di Indonesia melalui data klaim Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) periode 2015–2020. Analisis mencakup status sosiodemografi pasien, pola rujukan, kunjungan ulang, serta biaya perawatan berdasarkan spesies malaria. Dari 12.970 episode malaria pada 8.833 pasien, Plasmodium falciparum menyumbang 46,4% kasus dan P. vivax 33,2%. Insidensi P. falciparum tercatat 0,38 per person-years dan P. vivax 0,33. Sebanyak 46% kasus langsung datang ke rumah sakit, dengan biaya rata-rata US$16,2 untuk rawat jalan dan US$228,7 untuk rawat inap. Sebanyak 4,8% pasien kembali ke rumah sakit dalam 30 hari, dan 1,7% diantaranya membutuhkan rawat inap dengan biaya sekitar US$230. Risiko kematian rawat inap lebih tinggi pada malaria P. falciparum (2,1%) dibanding P. vivax (1,2%). Data JKN memberikan gambaran biaya yang detail dan, jika diintegrasikan dengan sistem informasi malaria, dapat membantu perumusan kebijakan nasional pengendalian malaria yang lebih optimal.

Selengkapnya https://gh.bmj.com/content/10/5/e018255