Topik 4 Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon Pandemi COVID-19

Kamis, 19 November 2020

  Pengantar

Pengetahuan mengenai penyakit baru seperti COVID-19 perlu terus dikembangkan oleh organisasi-organsiasi kesehatan. Pengetahuan tentang COVID-19 terus berkembang dan hal tersebut mempengaruhi kesuksesan atau kegagalan organisasi dalam merespon pandemi ini. Pengetahuan terkait COVID-19 ini akan mempengaruhi RS merespon dengan strategi yang tepat. Kegagalan dalam mendapatkan pengetahuan yang tepat akan mempengaruhi respon rumha sakit, yang juga akan membahayakan tenaga Kesehatan dan pasien lainnya.

Rumah sakit, dinas kesehatan dan institusi pelayanan kesehatan lainnya adalah institusi yang kaya data dan informasi dari dalam dan luar organisasi. Berbagai data pelayanan kesehatan dikumpulkan oleh institusi tersebut. Agar data menjadi bermanfaat dan memiliki makna, perlu dilakukan pemrosesan data dan analisis agar menjadi informasi yang selanjutnya akan berkontribusi dalam pengembangan pengetahuan yang penting bagi organisasi tersebut, termasuk mengenai COVID-19. Pengembangan Knowledge Management ini diharapkan memudahkan institusi untuk mendokumentasikan dan mengelola informasi yang berkaitan dengan penanganan pandemi ini dengan baik. Pengembangan dengan pendekatan Knowledge Management ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Apalagi karena pandemi ini semua tenaga medis (knowledge workers) lebih sibuk untuk pelayanan sehingga tidak cukup waktu untuk update berbagai informasi. Informasi tentang ilmu pengetahuan terbaru harus dipilah dan perlu waktu untuk mencari, mengumpulkan, membaca, membuat summary, hingga akhirnya bagaimana pengetahuan tersebut dapat dipakai untuk memberikan dampak terhadap kinerja RS.

  Tujuan

Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk memaparkan pentingnya pendekatan knowledge management untuk memperkuat sistem kesehatan dalam merespon pandemi COVID-19.

  Proses Kegiatan

Kegiatan ini merupakan rangkaian dari Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dan akan dilaksanakan dalam bentuk diskusi secara daring.

  Peserta Kegiatan

Target peserta yang diharapkan bergabung adalah :

  1. Manajemen rumah sakit
  2. Unit Perpustakaan dan Litbang RS
  3. Dinas kesehatan provinsi / kabupaten / kota
  4. institusi pelayanan Kesehatan
  5. Peserta pelatihan Angkatan 1 (pelatihan perpustakaan sebagai learning resource center)

Output Kegiatan

Peserta memahami bagaimana kondisi ketahanan kesehatan dalam menghadapi bencana, krisis kesehatan dan pandemic COVID-19 sekarang ini. Kemudian dari hasil diskusi seminar ada pembelajaran dan praktik rekomendasi yang mendukung perningkatan kebijakan ketahanan kesehatan kedepannya.

  Waktu dan Tempat

Kegiatan dengan tema Pendekatan Knowledge Management untuk Memperkuat Sistem Kesehatan dalam Merespon Pandemi COVID-19 akan dilaksanakan pada kamis, 19 November 2020 pukul 08.30 – 12.05 WIB

  Agenda

KAMIS, 19 NOVEMBER 2020
Pukul Acara
08.30 – 08.45 WIB

Pengantar

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D (Ketua Board PKMK FK – KMK UGM)

VIDEO

08.45 – 09.45 WIB

Narasumber:

dr. Trisa Wahjuni Putri, M.Kes – Kebijakan pengembangan manajemen pengetahuan untuk institusi dan tenaga kesehatan

Ringkasan materi: Menjelaskan mengenai aspek pemenuhan SDM kesehatan untuk penanganan COVID-19, penguatan laboratorium, provider safety, keamanan tenaga kesehatan, dan pengembangan dalam sistem informasi.

VIDEO   MATERI

dr. R. Detty Siti Nurdiati MPH. Ph.D, Sp.OG(K) – Ketua Cochrane Indonesia – Peran Cochrane Indonesia Untuk Memperkuat Knowledge Management bagi Klinisi

Ringkasan materi: Menjelaskan mengenai peran Cochrane Indonesia sebagai organisasi non-profit, inovasi Cochrane Indonesia yang merancang clinical Q&A untuk membantu klinisi, dan informasi mengenai penurunanan grafik pengakses Cochrane.

VIDEO   MATERI

dr. Lutfan Lazuardi, PhD (UGM) – Inisiatif Pengembangan Knowledge Management di Institusi Kesehatan

Ringkasan materi: Menjelaskan mengenai inisiasi yang dilakukan PKMK yaitu pelatihan dalam rangka penguatan kapasitas SDM perpustakaan di RS dan pengembangan website manajemencovid.net serta pengembangan masyarakat praktisi.

VIDEO   MATERI

Sukirno, SIP, MA (Ketua Perpustakaan FK-KMK UGM) – Pengembangan perpustakaan digital di era pasca Covid-19

Ringkasan materi: Menjelaskan mengenai materi mengenai knowledge management untuk menanggapi pandemi COVID-19 dengan berbagai inovasi yang dapat dilakukan Rumah Sakit.

VIDEO   MATERI

09.45 – 10.30 WIB

Pembahas:

Prof. Adj. dr. Hans Wijaya (CEO RS National Hospital)

Ringkasan materi: Menyampaikan mengenai saat pandemi ini klinisi membutuhkan informasi yang cepat dan mudah dipahami untuk diterapkan di lapangan.

VIDEO

Hendro Subagyo, M.Eng (Kepala Pusat Data dan Dokumentasi Ilmiah, LIPI)

Ringkasan materi: Menyampaikan bahwa metadata dan taksonomi sangat membantu dalam pencarian arsip yang telah lalu dan masih dibutuhkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

VIDEO   MATERI

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc. Ph.D (Kepala Departemen HPM, FK-KMK UGM)

Ringkasan materi: Menyampaikan bahwa belum semua organisasi pelayanan kesehatan menerapkan prinsip Knowledge Management termasuk dalam penanganan COVID-19.

VIDEO

Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes, MAS (Direktur Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, FK-KMK UGM)

Ringkasan materi: Menyampaikan bahwa RS harus berani berinvestasi dalam pengembangan Knowledge Management karena RS adalah tempat yang kaya data.

VIDEO

10.30 – 11.30 WIB Diskusi
11.30 – 11.45 WIB

Presentasi Policy Brief

Usulan Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Penggunaan Pestisida Pada Petani di Lampung
(Fitria Saftarina, Jamsari, Masrul dan YulinarEka Lestari)

VIDEO

Penguatan Manajemen Puskesmas Dalam Meningkatkan Mutu Pelayanan Melalui PMK 46 Tahun 2016 Paska Penilaian Akreditasi di Kota Padang Provinsi Sumatera Barat
(Ch.Tuty Ernawati)

VIDEO   MATERI

Perlunya Segera Revisi UU Wabah Penyakit Menular No. 4 Tahun 1984
(Tri Astuti Sugiyatmi)

VIDEO

11.45 – 12.00 WIB

Diskusi Policy Brief

VIDEO

12.00 – 12.05 WIB

Penutupan (dr. Lutfan Lazuardi, Ph.D)

VIDEO

 

REPORTASE

 

 

Topik 2 Dukungan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) dan Penggunaan Data Rutin dalam Memperkuat Sistem Kesehatan Era Pandemi COVID-19

Senin – kamis, 9-12 November 2020

  Pengantar

Empat masalah kesehatan yang menjadi prioritas di Indonesia saat ini yaitu Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, Cardiovascular Disease (CVD), dan kanker. Kementerian Kesehatan melalui berbagai direktorat terkait telah mengimplementasikan berbagai kebijakan dan program kesehatan untuk menangani masalah prioritas tersebut. Namun demikian, kegiatan – kegiatan tersebut tidak mudah untuk dijalankan, terlebih dalam masa pandemi COVID-19. Tantangan sistemik yang timbul dari pandemi COVID-19 ini menimbulkan dampak negatif terhadap penanganan – penanganan kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan lebih lanjut agar kebijakan dan program kesehatan tersebut lebih dapat dilakukan berdasarkan data terkini dan sesuai dengan konteks lokal spesifik.

Penggunaan Data Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK)

Berawal dari kebutuhan di atas, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK – KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) mengembangkan upaya untuk memperkuat penyusunan kebijakan dan pengambilan keputusan yang berbasis bukti atau data. Salah satu tahapan yang telah diinisiasi adalah dengan pembuatan data repository yaitu Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) yang terdapat dalam website www.kebijakankesehatanindonesia.net. DaSK berisi (1) data yang terkait dengan indikator-indikator pembangunan kesehatan, beban penyakit, dan berbagai data lain termasuk penggunaan fasilitas kesehatan di sistem kesehatan Indonesia; dan (2) berbagai penelitian kebijakan, analisis kebijakan, dan rekomendasi kebijakan berbasis data untuk berbagai masalah dan tantangan prioritas di sistem kesehatan. DaSK tidak terbatas sebuah dashboard, tetapi dilengkapi dengan bagian untuk Penelitian Kebijakan, Analisis Kebijakan, dan Rekomendasi Kebijakan.

Penggunaan Data Rutin

Sistem Informasi Kesehatan Rutin (SIKR), yang didefinisikan sebagai sistem yang mengumpulkan data tentang layanan yang diberikan di fasilitas dan institusi kesehatan publik, swasta, dan tingkat komunitas merupakan hal yang perlu diperkuat untuk meningkatkan efektivitas sistem kesehatan. Memperkuat penggunaan data rutin adalah komponen penting dari penguatan sistem kesehatan secara keseluruhan dan untuk melacak kemajuan menuju pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), termasuk tujuan untuk mencapai Cakupan Kesehatan Universal (UHC).

Meskipun penting, data yang bersumber dari laporan-laporan kurang digunakan oleh pembuat keputusan dan para analis kebijakan karena masalah ketersediaan dan validitas data. Dalam hal ini perlu dilakukan keberanian untuk menggunakan data rutin, seperti Komdat, EPPBGM, sampai data laporan BPJS.

Berbagai data ini perlu didayagunakan untuk pengembangan kebijakan di berbagai masalah kesehatan prioritas. Pengembangan kebijakan ini menggunakan kerangka kerja data untuk kebijakan yang mencakup proses penelitian, analisis kebijakan, penyusunan policy brief, sampai dialog kebijakan. Proses ini merupakan knowledge translation yang bukan hanya melibatkan akademisi, tenaga ahli, dan pemerintah, melainkan juga melibatkan dinas/ sektor atau lembaga/ organisasi di luar sektor kesehatan, bahkan partisipasi masyarakat. Proses knowledge translation dapat menjadi salah satu komponen penting untuk mendukung kebijakan pembangunan kesehatan melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024.

Di dalam konteks transfer ilmu pengetahuan ini, Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) ke – X tahun 2020 telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan, salah satunya adalah rangkaian seminar “Dukungan Dashboard Sistem Kesehatan (DaSK) dan Penggunaan Data Rutin dalam Memperkuat Sistem Kesehatan Era Pandemi COVID-19 untuk Kebijakan Masalah Kesehatan Prioritas KIA, Gizi, Jantung, dan Kanker” yang merupakan metode baru pemanfaatan data di sektor kesehatan.

Format Fornas JKKI ini menggunakan pendekatan pelatihan tentang kebijakan dan presentasi hasil atas pemanfaatan data – data kesehatan di DaSK. Oleh karena itu, ada rangkaian kegiatan sebelum (pre-fornas), seminar forum kebijakan kesehatan Indonesia, dan sesudah (pasca fornas). Berbeda dengan pelaksanaan fornas tahun – tahun sebelumnya, kegiatan fornas tahun 2020 ini telah dilakukan melalui seminar jarak jauh (webinar).

  Output

output atau keluaran dari seminar forum kebijakan kesehatan Indonesia adalah:

  1. Memahami pemanfaatan data DaSK dalam proses perumusan kebijakan kesehatan
  2. Menggunakan data rutin seperti Komdat di Kemenkes untuk pemulihan program KIA dalam masa pandemi COVID-19.
  3. Memahami kebijakan – kebijakan dan program terkait KIA, Gizi, Jantung, dan Kanker di masa pandemi COVID-19
  4. Memahami proses penelitian kebijakan topik KIA, Gizi, Jantung, dan Kanker menggunakan DaSK
  5. Menampilkan hasil sementara analisis kebijakan dari kegiatan DaSK-WHO

  Pelaksanaan Kegiatan

Seminar telah dilaksanakan pada
Hari, tanggal : Senin – Kamis, 9 – 12 November 2020
Waktu : 08.30 – 12.00 WIB

  Peserta

Peserta kegiatan seminar adalah sebagai berikut:

  1. Pengambil kebijakan kesehatan Indonesia : Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, DPR, Dinas Kesehatan, Inspektorat, dan lembaga pemerintah lainnya.
  2. Pengelola sarana pelayanan kesehatan: Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) milik pemerintah maupun swasta, balai kesehatan, dan sarana pelayanan kesehatan lainya.
  3. Perguruan tinggi: Dosen, peneliti, akademisi, dan mahasiswa
  4. Pengelola Data di Indonesia
  5. Balitbangkes seluruh Indonesia
  6. Analis-analis kebijakan di lembaga-lembaga pemerintah atau swasta
  7. Pelaku Pelayanan Kesehatan: Tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, ahli gizi, dll), organisasi profesi, asosiasi pelayanan kesehatan, lembaga asuransi/ pembiayaan kesehatan pemerintah dan swasta, lembaga sertifikasi/ akreditasi, LSM bidang kesehatan.
  8. Manajemen, unit litbang dan penelitian di rumah sakit

  Hasil Kegiatan

 

HARI 1 – TOPIK KIA

SENIN, 9 NOVEMBER 2020
Tema: Dukungan DaSK dan Data Rutin Dalam Memperkuat Sistem Kesehatan Era Pandemi COVID-19 untuk Kebijakan KIA
Pukul (WIB) Acara 
08.30 – 08.35 Pembukaan dan Sistematika Pelaksanaan Forum Nasional
08.35 – 08.40

Pengantar Prof. Laksono Trisnantoro – Ketua Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia

  VIDEO   MATERI

08.40 – 08.50

Pembukaan Dr. Vinod Bura, MPH – World Health Organization

  VIDEO

08.50 – 09.10

Keynote Speaker

dr. Kirana Pritasari, MQIH – Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan: Kebijakan Pemerintah untuk Monitoring dan Evaluasi Dampak Pandemi COVID-19 untuk KIA-KB dan Gizi

  VIDEO   MATERI

09.20 – 10.20

Narasumber: Penggunaan Data Rutin untuk keputusan Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Ringkasan Materi: menjelaskan pentingnya pemanfaatan data rutin untuk tujuan penguatan sistem kesehatan dalam konteks mencapai cakupan kesehatan universal dan tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Saat ini, data rutin masih kurang digunakan oleh pembuat keputusan dan ada banyak tantangan dalam menggunakan data rutin sehingga perlu dilakukan perbaikan.

  VIDEO   MATERI

  • dr. M. Lutfan Lazuardi, M.Kes., Ph.D
  • Insan Rekso Adiwibowo, M.Sc

dr. Erna Mulati, M.Sc. CMFM: Penerapan Simatneo dalam Mendukung Peningkatan Pelayanan Maternal Neonatal di Fasyankes.

Ringkasan materi: menjelaskan bahwa salah satu strategi untuk menurunkan AKI dan AKB di Indonesia yaitu dengan memperkuat monitoring dan evaluasi terhadap sistem kesehatan yang mendukung kesehatan ibu dan bayi

  VIDEO   MATERI

dr. Detty Siti Nurdiati Z, MPH, PhD, Sp.OG(K): Evidence Based Policy dalam Mengurangi Kematian Ibu.

Ringkasan materi: menjelaskan proses penyusunan kebijakan penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi berbasis data

  VIDEO   MATERI

dr. Meineni Sitaresmi, SpA(K), PhD: Penggunaan data Komdat untuk pemulihan pelayanan kesehatan Bayi.

Ringkasan materi: menjelaskan dampak pandemi Covid-19 terhadap kematian ibu dan anak serta berbagai upaya untuk mengurangi kesakitan serta kematian ibu dan anak. Telah dibentuk dashboard PulihCovid19 sebagai penyedia data agar pengambil kebijakan segera merumuskan strategi aksi perbaikan layanan KIA yang berdampak COVID-19

  VIDEO   MATERI

10.20 – 11.05

Pembahas:

Dr. dr. Leo Prawirodihardjo, SpOG(K), MKes, MM, MARS, PhD

  VIDEO

dr. Sigit Sulistyo, MPH – MCH Team Lead USAID

  VIDEO

11.05 – 11.55

  SESI DISKUSI

11.55 – 12.30

Presentasi Policy Brief  Penguatan Pelayanan Posyandu Menjawab Tantangan Kesehatan Ibu dan Anak di Wilayah Kumuh Kota Makassar Selama Pandemik Covid-19 Oleh Sandra Frans, Siti Nurfadillah

MATERI

Inovasi Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Berbasis Aplikasi Telepon Seluler Dalam Meningkatkan Kesehatan Anak Oleh dr. Dwi Astuti Dharma Putri, M.ClinRes, dr. Jeslyn Tengkawan, dr. Zulfikar Ihyauddin

MATERI

Akankah Capaian SPM Bidang Kesehatan Ibu dan Anak Solusi Penurunan AKI dan AKB di Provinsi Sumatera Barat Oleh Ch.Tuty Ernawati

MATERI

REPORTASE

HARI 2 – TOPIK GIZI

SELASA, 10 NOVEMBER 2020
Tema:
Dukungan DaSK dan Data Rutin Dalam Memperkuat Sistem Kesehatan Era Pandemi COVID-19 untuk Kebijakan Stunting dan Gizi Masyarakat
Pukul (WIB) Acara
08.30 – 08.40

Pengantar

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

  VIDEO

08.40 – 09.20

Narasumber:

Prof. Masrul, PhD – Universitas Andalas: Penggunaan Data Rutin untuk Gizi

Ringkasan materi: menjelaskan penggunaan data rutin untuk program gizi di Indonesia. Saat ini, laporan rutin bulanan untuk kegiatan gizi sudah punya suatu sistem laporan yaitu e-PPGBM yang diharapkan dapat dijadikan sebagai sistem informasi kesehatan rutin agar dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan penyusunan program setiap tahunnya.

MATERI     VIDEO

Dr. RR Dhian Probhoyekti, SKM, MA – Direktur Gizi Masyarakat, Kementerian Kesehatan RI: Pemulihan Program Stunting dalam Masa Pandemi COVID-19

Ringkasan materi:  menjelaskan pengaruh pandemi terhadap program penurunan stunting, upaya intervensi spesifik dalam penurunan stunting, dan instrumen online yang dapat digunakan dalam perumusan program di lapangan.

MATERI     VIDEO

Dr. Siti Helmyati, DCN, M.Kes – Ketua Pusat Kesehatan dan Gizi Manusia, FK-KMK UGM: Mekanisme
Dampak COVID-19 terhadap Program Gizi Masyarakat

Ringkasan materi: menjelaskan berbagai dampak pandemi Covid-19 terhadap status gizi serta program gizi masyarakat. Terdapat beberapa upaya mitigasi yang sudah dilakukan untuk mencegah dampak negatif dari pandemi.

MATERI     VIDEO

09.20 – 10.20

Pembahas:

Pungkas Bahjuri Ali, S.TP, MS, PhD – Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas

  VIDEO

Sri Wahyuni Sukotjo, Nutrition Specialist UNICEF

  VIDEO

Ir. Dodi Izwardi, MA – Kepala Puslitbang Upaya Kesehatan Masyarakat – Badan Litbangkes Kemenkes RI

  VIDEO

DR, Dr Mubasysyr Hasanbasri, MA Kepala Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi FK-KMK UGM

MATERI     VIDEO

Moderator: Digna N.Purwaningrum, PhD

10.20 – 11.30

Sesi Diskusi

Moderator: Digna N.Purwaningrum, PhD

  VIDEO

11.30 – 12.45

Presentasi Policy Brief

Optimalisasi Pelatihan Kader Dalam Pengukuran Stunting (Alur Danting) Untuk Meminimalisir Kesalahan Dalam Input Data
Oleh Sri Herlina

MATERI

Kredit Kepemilikan Jamban Untuk Pencegahan Stunting
Oleh Silva Liem; Ignatius Praptoraharjo

MATERI

Penguatan Layanan Primer Dalam Mencegah Kurang Energi Kronis Pada Ibu Hamil
Oleh Dian Isti Angraini; Delmi Sulastri; Hardisman dan Yusrawati

MATERI

 REPORTASE

HARI 3 – TOPIK JANTUNG

RABU, 11 NOVEMBER 2020
Tema: Dukungan DaSK untuk Memperkuat Kebijakan Jantung
Pukul Acara
08.30 –08.33 WIB

Pembukaan dan pembacaan sistematika pelaksanaan Forum Nasional.

MC: Tri Muhartini, MPA

08.33 –08.45 WIB

Pembukaan

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

VIDEO

08.45 – 09.25 WIB

Narasumber:

Dr. dr. Lucia Kris Dinarti, Sp.PD, Sp.JP(K) – UGM : Pemerataan Pelayanan Jantung di Indonesia

Ringkasan materi: Narasumber menjelaskan tentang ketidakmerataan layanan jantung dan pemetaan pusat pendidikan dokter spesialis jantung di Indonesia. Selain itu juga dibahas tentang rekomendasi kebijakan untuk mengatasi ketidakmerataan pelayanan.

VIDEO   MATERI

09.25 – 10.15 WIB

Pembahas:

Dr. Renan Sukmawan, ST, SpJP (K), PhD, MARS, FIHA, FACC – Ketua Kolegium PERKI

VIDEO

Sugianto, SKM, MSc.PH – Kepala Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Litbangkes

VIDEO   MATERI

Benjamin Saut Parulian Simanjuntak – Deputi Direksi Bidang Riset dan Inovasi, BPJS Kesehatan

VIDEO   MATERI

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

VIDEO

Moderator: Prof. Dr. dr. Budi Yuli Setianto, Sp.PD(K), Sp.JP(K)

10.15 – 11.00 WIB

Sesi Diskusi

Moderator: Prof. Dr. dr. Budi Yuli Setianto, Sp.PD(K), Sp.JP(K)

VIDEO

11.00 – 11.35 WIB

Berbagai Isu Kebijakan dalam pelayanan Jantung di Indonesia

Disparitas Ketersediaan dan Pemanfaatan Pelayanan Cardiovascular disease (CVD) di Indonesia – Juanita dan Siti Khadijah Nasution FKM USU

VIDEO   MATERI

Cardiovascular Workforce in Other Countries – Widy, PKMK FK-KMK UGM

VIDEO   MATERI

 REPORTASE

HARI 4 – TOPIK KANKER

KAMIS, 12 NOVEMBER 2020
Tema: Dukungan DaSK untuk Memperkuat Kebijakan Kanker
Pukul Acara
08.30. 08.40 WIB

Pengantar 

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

MATERI

08.40 – 09.20 WIB

Narasumber:

Dr. dr. Ibnu Purwanto, Sp.PD-KHOM – UGM: Pemerataan Pelayanan Kanker di Indonesia.

Ringkasan materi: Narasumber menjelaskan tentang problem kanker di Indonesia dan ketidakmerataan layanan kanker yang dikaitkan dengan ketidakmerataan distribusi SDM kanker, distribusi layanan diagnostik, dan distribusi layanan terapeutik. Kemudian, dijabarkan juga beberapa usulan solusi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

VIDEO   MATERI

Dr. dr. Yout Savithri, MARS – Kasubdit Pengelolaan Rujukan dan Pemantauan RS, Kementerian Kesehatan RI: Kebijakan pelayanan kanker di Indonesia

Ringkasan materi: Narasumber menjelaskan tentang tantangan pelayanan kanker di masa pandemic COVID-19, arah kebijakan layanan kanker dan tujuan penanggulangan kanker di Indonesia, serta strategi yang perlu dilakukan oleh RS dalam memberikan pelayanan kanker di masa pandemi COVID-19.

VIDEO   MATERI

Dr. dr. Darwito, S.H., Sp.B(K)Onk – UGM : Ketimpangan Pelayanan Kanker di Indonesia (dilihat dari hak dan kewajiban peserta BPJS Kesehatan)

Ringkasan materi:  Narasumber memaparkan tentang kesenjangan pelayanan penderita kanker antar provinsi di Indonesia berdasarkan data sample BPJS Kesehatan. Kesenjangan ini juga dilihat dari grafik migrasi layanan rujukan tingkat lanjut. Selain itu, disebutkan pula rekomendasi untuk mengatasi masalah tersebut.

VIDEO   MATERI

09.20 – 10.20 WIB

Pembahas:

Prof. DR. Dr. Aru Wisaksono Sudoyo, Sp.PD, KHOM, FINASM, FACP – Ketua Umum Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) dan Ketua Yayasan Kanker Indonesia

VIDEO

Dr. dr. Samuel Johny Haryono, Sp.B (K)Onk – MRCCC Siloam Hospitals Semanggi – Editorial Board Member of Indonesian Journal of Cancer

VIDEO

Dr. Gampo Dorji – World Health Organization

VIDEO

dr. Andi Ashar, AAK – Asisten Deputi Bidang Utilisasi dan Anti Fraud Rujukan, Direktorat Pelayanan, BPJS Kesehatan

VIDEO

Moderator: dr. Yasjudan Rastrama Putra, Sp.PD

10.20 – 11.30 WIB

Sesi Diskusi

Moderator: dr. Yasjudan Rastrama Putra, Sp.PD

VIDEO

11.30 – 12.00 WIB

Berbagai Isu Kebijakan dalam pelayanan Kanker di Indonesia

VIDEO

REPORTASE

Topik 4.c Ketahanan Layanan Kanker: Tantangan dan peluang pelayanan kanker selama pandemi dan rencana pemulihan pasca pandemi COVID-19

  PENGANTAR

Pandemi COVID-19 telah berlangsung lebih dari satu tahun dan menyebabkan dampak yang sangat besar terhadap semua sistem kehidupan, terutama kesehatan. Baik dampak secara langsung seperti tingginya angka kematian dan kesakitan akibat COVID-19, maupun dampak tidak langsung seperti guncangan ekonomi, lingkungan, sosial, dan sistem kesehatan. Dampak pandemi dalam sistem kesehatan memiliki lingkup yang luas dan bervariasi seperti telihat dalam gambar 1. Pandemi berpengaruh pada pemberian pelayanan kesehatan yang pada akhirnya dapat memperburuk kondisi penyakit di masyarakat.

sumber Beyond COVID-19: A Whole of Health Look at Impacts During the Pandemic Response, http://www.jstor.org/stable/resrep29614

Gambar 1. Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Sistem Kesehatan

Dalam menghadapi bencana pandemi ini, sangat diperlukan adanya ketahanan sistem kesehatan (health system resilience). Ketahanan sistem kesehatan merupakan kemampuan untuk mempersiapkan, mengelola (menyerap, beradaptasi dan mengubah), serta belajar dari guncangan. Guncangan di sini adalah perubahan mendadak dan ekstrim yang berdampak pada sistem kesehatan, seperti pandemi COVID-19. Hal ini berbeda dari tekanan sistem kesehatan yang dapat diprediksi dan terjadi terus menerus, seperti penyakit akibat penuaan pada populasi lansia.

Terkait pelayanan penyakit kanker, dalam situasi normal saja, layanan kanker memiliki tantangan yang besar. Di antaranya terkait pelayanan yang belum merata dan juga andil penyakit kanker sebagai salah satu penyumbang angka kematian tertinggi di Indonesia. Dengan adanya pandemi ini, sudah dapat dipastikan bahwa hal tersebut semakin meningkatkan tantangan pada pemberian layanan kanker. Salah satu contohnya adalah tertundanya diagnosis awal dan pengobatan. Sehingga tidak menutup kemungkinan setelah pandemi ini berakhir akan terjadi peningkatan kasus kanker dan perburukan kondisi pada penderita kanker yang pengobatannya terhambat karena pandemi. Selain itu, serangan COVID-19 pada penderita kanker juga dapat memperparah keadaan kesehatan penderita.

Keadaan tersebut meningkatkan urgensi untuk dilakukan upaya pembangunan kapasitas-kapasitas tertentu untuk mencapai sistem kesehatan yang kuat (resilient). Misalnya, surge capacity dan rencana pemulihan pasca pandemi di level fasilitas kesehatan dan mekanisme pendanaan dan pembiayaan dalam merespon pandemi di level pemerintah. Meskipun saat ini pandemi masih berlangsung dan belum diketahui kapan masuk ke fase pemulihan, namun ketahanan kesehatan perlu terus dipersiapkan dan ditingkatkan melalui penguatan pilar-pilar sistem kesehatan nasional (health system strengthening) agar tercapai ketahanan (resilient) dalam sistem kesehatan.

Berdasarkan kebutuhan di atas, Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Fornas JKKI) tahun 2021 mengangkat tema tentang health resilience dengan salah satu sub temanya yaitu “Ketahanan Layanan Kanker: Tantangan dan Peluang Pelayanan Kanker Selama Pandemi dan Rencana Pemulihan Pasca Pandemi COVID-19”.

  TUJUAN

  1. Mengetahui dampak pandemi COVID-19 pada pelayanan Kanker
  2. Mengoptimalkan upaya menciptakan ketahanan pelayanan kanker di masa pandemi dan setelah pandemi COVID-19.
  3. Merencanakan strategi pemulihan pelayanan Kanker
  4. Mendapatkan rekomendasi kebijakan terkait pemulihan pelayanan kanker.

  PESERTA

  1. Pengambil kebijakan kesehatan di Indonesia
  2. Pengelola sarana pelayanan kesehatan: pimpinan atau staf Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) milik Pemerintah maupun Swasta, Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL) milik Pemerintah maupun Swasta, Pimpinan Balai Kesehatan, dan Pimpinan sarana pelayanan kesehatan lainya.
  3. Pelaku Pelayanan Kesehatan yang terdiri atas: Organisasi Profesi (IDI, PPNI, IBI, dsb), Lembaga asuransi/Pembiayaan Kesehatan (BPJS Kesehatan, Jamkesda, Asuransi Kesehatan Swasta), Lembaga Sertifikasi/Akreditasi (KARS, KALK, ISO, MenPAN, Badan Mutu, dan sebagainya), LSM Bidang Kesehatan,
  4. Akademisi dan Konsultan: dosen dan peneliti di perguruan tinggi, peneliti, konsultan dan sebagainya.
  5. Mahasiswa : S1, S2 dan S3 dari berbagai lintas ilmu

  PELAKSANAAN

Hari, tanggal       : Kamis, 21 Oktober 2021
Pukul                   : 10.00 – 12.30 WIB

  AGENDA

REPORTAS EKEGIATAN

Waktu (WIB) Kegiatan
10.03 – 10.13 WIB Pengantar Forum Nasional oleh Koordinator Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia
Oleh Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D

MATERI    VIDEO

10.13 – 10.30 WIB Pemaparan singkat mengenai situasi pelayanan kanker berdasarkan data sampel BPJS Kesehatan tahun 2017 – 2018 oleh PKMK UGM. – M. Faozi Kurniawan, SE, Akt., MPH

MATERI    VIDEO

10.30 – 11.13 WIB

Sesi 1

Dampak pandemi COVID-19 terhadap pelayanan kanker dan strategi pemulihan pelayanan kanker
Dr. Elfira, MARS – Bidang pelayanan RS Kanker Dharmais

MATERI    VIDEO

Ketahanan layanan kanker di masa pandemi dan kapasitas yang diperlukan untuk mencapai ketahanan layanan kanker
Narasumber: Dr. dr. Ibnu Purwanto, Sp.PD-KHOM – FK-KMK UGM

MATERI    VIDEO

11.13 – 11.50 WIB Sesi 2: Pembahas

Sub Koordinator pemantauan dan Evaluasi Rumah Sakit Pendidikan, Direktorat Pelayanan Rujukan, Kementerian Kesehatan RI – dr. Wiwi Ambarwati, MKM

MATERI    VIDEO

Pembahasan terkait situasi layanan kanker di daerah:
Dr. dr. Dedy Hermansyah Sp.B(K)Onk – FK Universitas Sumatera Utara

MATERI    VIDEO

11.50 – 12.13 WIB Sesi 3 Diskusi

VIDEO

12.13 – 12.15 WIB Pembukaan presentasi policy brief
12.15 – 12.25 WIB Sesi 4 Presentasi policy brief terkait kanker 

John Toding Padang (Universitas Cenderawasih)
Judul: Layanan Palliative Care pada penyintas kanker di masa pandemi

VIDEO

Dr. Eka Lestari Mahyuni, SKM, M.Kes (USU)
Judul: Gempar strategi pencegahan risiko keracunan pestisida

VIDEO

12.25 – 12.33 WIB Diskusi terkait policy brief 
12.33 – 12.35 WIB Penutup

 

  NARAHUBUNG

Monita Destiwi
HP: +6285643450802
Email: [email protected]
Widy Hidayah
HP: +6282122637003
Email: [email protected]

 

Topik 1 Health Security

  PENDAHULUAN

Perjalanan panjang Indonesia dalam berpartisipasi dan mewujudkan keamanan kesehatan sudah sejak 2005. Komitmen, keikutsertaan dalam penilaian, menerbitkan regulasi hingga sosialisasi terus dilakukan. Namun, hingga saat ini ketahanan kesehatan belum sepopuler ketahanan pangan, khususnya di daerah. Upaya deteksi, kesiapsiagan dan respon seolah menjadi pekerjaan bagian tertentu saja dibidang kesehatan untuk mewujudkan ini. 

Terbukti dengan goncangan pandemi COVID-19 pada awal 2020, kesiapsiagaan keamanan kesehatan seperti diuji. Kapan harus siap dan mendeteksi masih terasa lemah. Apakah ini menjadi pekerjaan bidang surveilans, krisis kesehatan, atau lainnya. Kemudian akhirnya saling menunggu dan berkoordinasi, ditambah lagi penyakit ini adalah jenis baru yang proses penanganan dan penelitiannya dilakukan bersamaan, sehingga update dan perubahan terus terjadi hingga saat ini. 

Hampir semua program kesehatan terganggu capaian dan layanan kesehatannya akibat pandemi COVID-19. Di beberapa daerah bahkan ikut diuji dengan terjadinya tanggap darurat bencana alam juga. Ancaman ganda seperti ini harus dapat diantisipasi penanganannya oleh sektor kesehatan, tidak saja untuk respon cepat, tetapi juga kesiapsiagaan. Perencanaan ketahanan kesehatan tidak lagi menjadi tanggungjawab satu bagian, melainkan harus dapat terintegrasi mulai dari analisis masalah perencanaan program – program dan indikator kesehatan oleh semua bidang di sektor kesehatan untuk mencapai keamanan kesehatan (gambar di samping).

Melalui Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia XI (Fornas JKKI 2021), integrasi konsep ketahanan (resilience) dan keamanan (security) kesehatan akan dibahas selama dua hari. Dimulai pada 12 Oktober 2021 yang membahas mengenai Health Security dan 13 Oktober 2021 membahas tentang ketahanan sistem kesehatan dan pengembangannya untuk rekomendasi sistem kesehatan nasional ke depannya yang kuat dan tahan untuk menghadapi semua ancaman (all hazard). Harapannya seminar ini akan menghasilkan satu pembelajaran dan praktik rekomendasi untuk meningkatkan ketahanan kesehatan ke depannya.

  TUJUAN

Tujuan seminar topik 1 ini adalah untuk menggali lebih dalam mengenai konsep dan praktek program keamanan kesehatan untuk menghadapi berbagai ancaman ketahanan kesehatan.

  PROSES KEGIATAN

Kegiatan ini berlangsung dalam dua jam kegiatan, dimana narasumber akan menyampaikan paparan konsep, kemudian pembahas memberikan tanggapan, dan dilanjutkan dengan tanggapan umum dari seluruh peserta. Terakhir, steering person akan menyimpulkan poin penting untuk dibahas kembali di topik 3.

  PESERTA

Seminar ini terbuka untuk umum. Diharapkan stakeholder pusat dan daerah, pemerhati dan peneliti bidang bencana dan krisis kesehatan, epidemiolog, global health security, ketahanan kesehatan, sistem kesehatan indonesia, serta praktisi dan mahasiswa pascasarjana kesehatan dapat terlibat dalam kegiatan ini.

  OUTPUT KEGIATAN

Peserta memahami keamanan (security) kesehatan untuk sistem kesehatan nasional yang tahan dan kuat dalam menghadapi berbagai ancaman di segala situasi kedepannya. Kemudian dari hasil diskusi seminar ada pembelajaran  dan praktik rekomendasi yang mendukung peningkatan kebijakan ketahanan kesehatan kedepannya.

  WAKTU PELAKSANAAN

Hari, tanggal               : Selasa, 12 Oktober 2021
Waktu                         : 08.30 – 12.00 WIB

REPORTASE

  AGENDA

 PRESENTASI POLICY BRIEF
Waktu Kegiatan Narasumber / Moderator
08.30 – 08.35 WIB Pengantar Moderator :
Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt
08.35 – 08.40 WIB Calling Penulis Policy Brief Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt
08.40 – 08.45 WIB Pemutaran Video Presentasi Policy Brief 1
“Urgensi Sinergi Antara Pemerintah dan Perguruan Tinggi Dalam Penanganan Pandemi dI Kabupaten Jember”

VIDEO

Penulis :
Dr. Dewi Rokhmah, S.KM, M.Kes
08.45 – 08.50 WIB Pemutaran Video Presentasi Policy Brief 2
“Urgensi Pelibatan Masyarakat Dalam Mewujudkan Resiliensi Sistem Kesehatan  Daerah: Pembelajaran Pandemi Covid-19

VIDEO

Penulis :
Andhika Ajie Baskoro, S.Sos., M.A.
08.50 – 08.55 WIB Pemutaran Video Presentasi Policy Brief 3
” Strategi dan Kebijakan Penanggulangan COVID-19 dan Dukungan APBD Dalam Percepatan Pemulihan”

VIDEO

Penulis :
Dr. Rini Harianti, S.Si., M.Si
08.55 – 09.25 WIB Reviewer 1: Hendro Wartatmo, SpB.KBD

VIDEO

Reviewer 2: DrdrHanevi DjasriMARSFISQua

VIDEO

09.25 – 09.30 WIB Penutupan Sesi Policy Brief

VIDEO

Moderator :
Gde Yulian Yogadhita M.Epid, Apt
SUB SEMINAR TOPIK : HEALTH SECURITY
Waktu Kegiatan Narasumber / Moderator
10.00 – 10.10 WIB Pembukaan Steering person dan Moderator
10.10 – 10.25 WIB Rencana Aksi Nasional Ketahanan Kesehatan Indonesia 2020-2024 : Update Goncangan Pandemi dan Berbagai Bencana Alam/ Krisis Kesehatan di Indonesia

MATERI    VIDEO

Narasumber:
Mukti Eka Rahadian, MARS, MPH
10.25 – 10.40 WIB Progres Workplan Program Peningkatan Kapasitas Ketahanan Kesehatan

MATERI    VIDEO

dr. Yullita Evarini Yuzwar
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik, Kementerian Kesehatan
10.40 – 11.05 WIB Jaminan Pembiayaan Health Security Nasional dan Sub Nasional

MATERI    VIDEO

Dr. Pandu Harimurti, MPPM
World Bank, Indonesia
11.05 – 11.25 WIB
  • Pembahas 1 : dr. Bela Dona, M.Kes – PKMK FK – KMK UGM

VIDEO

  • Pembahas 2 : Dr. Sri Sunarti Purwaningsih – Pusat Penelitian Kependudukan, Deputi Keilmuan Sosial dan Kemanusiaan, LIPI

VIDEO

11.25 – 11.45 WIB Diskusi Moderator
11.45 – 11.55 WIB Catatan poin untuk pertemuan ke 2, (Topik 3 tentang Penguatan Sistem Kesehatan Nasional yang Tahan terhadap Berbagai Ancaman : Kamis, 14 Oktober 2021)

VIDEO

Steering person
11.55 – 12.00 Penutupan Moderator

 

 

 

Reportase Hari Keempat

Policy Course on Health System Transformation: Private Sector Engagement for Primary Care Led Integrated Health Care

28 November 2024

Ringkasan Hari ke 2 dan 3

Pada hari keempat kursus kebijakan yang berlangsung pada 26 November 2024, Shita Dewi, selaku Peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, membuka sesi dengan memberikan ulasan dari pertemuan sebelumnya. Shita mengajak para peserta untuk berdiskusi lebih lanjut tentang topik yang telah dibahas sebelumnya dan menyoroti poin-poin penting yang disampaikan para narasumber.

 

Sistem Kontrak dalam Pelayanan Primer

Pembicara selanjutnya adalah Prof. Laksono Trisnantoro, Direktur ANHSS dan Profesor Kebijakan serta Manajemen Kesehatan dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia yang menyampaikan sistem kontrak dalam pelayanan primer. Kerja sama antara sektor publik dan swasta dalam layanan kesehatan menjadi strategi penting untuk memperluas akses dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.

Melalui kontrak formal, pemerintah dapat mengatur hubungan dengan penyedia layanan kesehatan swasta, termasuk mengatur cakupan, kualitas, dan kuantitas layanan yang diberikan. Kontrak ini juga menciptakan akuntabilitas melalui mekanisme penghargaan dan penalti, memungkinkan sektor swasta berkontribusi secara signifikan dalam mengisi kekurangan layanan kesehatan, terutama di wilayah yang kurang terlayani. Pendekatan ini mendukung tercapainya cakupan kesehatan universal (UHC), memastikan seluruh masyarakat memiliki akses ke layanan kesehatan tanpa beban finansial yang berat.

Kerja sama ini mendorong efisiensi melalui inovasi pembiayaan, seperti kontrak berbasis kinerja yang menghubungkan pembayaran dengan pencapaian target tertentu. Namun, pelaksanaannya menghadapi tantangan seperti dukungan politik yang terbatas, kendala manajerial di sektor swasta, dan kesulitan dalam menetapkan harga layanan yang tepat. Untuk mengatasinya, pemerintah perlu memperkuat kemampuan dalam menyusun dan mengawasi kontrak, serta membangun kepercayaan dengan mitra swasta. Dengan pengelolaan yang baik, kemitraan ini dapat menjadi solusi jangka panjang dalam memperbaiki sistem kesehatan masyarakat secara menyeluruh.

Sistem Kontrak dalam Pelayanan Primer: Studi Kasus Hong Kong

Selanjutnya, pemateri kedua yaitu Research Assistant Professor Kailu Wang dari The Chinese University, Hong Kong yang menyampaikan sistem kontrak dalam pelayanan primer di Hong Kong. Sistem kesehatan Hong Kong merupakan kombinasi sektor publik dan swasta yang berfungsi saling melengkapi. Layanan publik, yang diawasi oleh Biro Kesehatan dan Otoritas Rumah Sakit, menyediakan perawatan primer seperti klinik rawat jalan, klinik spesialis, dan pusat kesehatan ibu serta anak, terutama untuk kelompok rentan seperti lansia, masyarakat berpenghasilan rendah, dan pasien dengan penyakit kronis.

Sementara itu, sektor swasta melayani kasus ringan hingga penyakit kronis sederhana serta mereka yang membutuhkan akses cepat atau layanan khusus. Sebagian penyedia layanan swasta juga berpartisipasi dalam program yang didanai pemerintah. Namun, pada 2019-2020, sebagian besar pendanaan kesehatan primer berasal dari sumber swasta, sementara dana publik lebih banyak dialokasikan untuk kesehatan sekunder dan tersier, menunjukkan rendahnya investasi publik di sektor kesehatan primer.

Berbagai tantangan dihadapi sistem kesehatan primer Hong Kong, seperti minimnya investasi publik di bidang perawatan primer dan preventif, segmentasi antara sektor publik dan swasta, serta ketidakefektifan peran dokter umum swasta sebagai penjaga gerbang perawatan. Masalah ini menyebabkan waktu tunggu panjang untuk layanan spesialis dan membebani sektor publik. Selain itu, rendahnya penggunaan sumber perawatan reguler berakibat pada kurangnya kontinuitas layanan kesehatan. Untuk mengatasi hal ini, Program Perawatan Bersama Penyakit Kronis (CDCC) diluncurkan pada 2023. Program ini dirancang untuk individu berusia 45 tahun ke atas tanpa riwayat diabetes atau hipertensi, dengan dua tahap utama: skrining dan pengobatan. Peserta membayar biaya konsultasi bersama, dan jika terdiagnosis, mereka diarahkan ke layanan tindak lanjut yang mencakup berbagai spesialisasi untuk memastikan perawatan yang komprehensif.

Implementasi, Pemantauan, dan Evaluasi

Pemateri selanjutnya adalah Professor Eng-Kiong Yeoh yang memaparkan terkait implementasi, monitoring dan evaluasi di Hong Kong. Program “Voucher Pelayanan Kesehatan Lansia” pertama kali diperkenalkan pada 1 Januari 2009 dengan skema percontohan yang memberikan lima voucher senilai HK$50 setiap tahun kepada lansia berusia 70 tahun ke atas. Program ini bertujuan melengkapi layanan kesehatan publik dengan memberikan insentif finansial agar lansia dapat memilih layanan kesehatan swasta sesuai kebutuhan mereka, termasuk perawatan preventif.

Selain itu, program ini mendorong lansia untuk membangun hubungan jangka panjang dengan dokter keluarga di sektor swasta. Sejak diluncurkan, program ini mengalami beberapa perubahan, termasuk penurunan usia kelayakan menjadi 65 tahun pada 2017 dan peningkatan nilai voucher tahunan hingga HK$2.500 pada 2023. Voucher yang tidak terpakai dapat diakumulasi hingga batas tertentu, dan cakupan layanan yang dapat diakses juga diperluas, mencakup layanan dari optometrist, audiologis, ahli gizi, psikolog, serta peralatan medis seperti alat bantu dengar.

Mekanisme program melibatkan beberapa langkah, mulai dari lansia memilih penyedia layanan terdaftar hingga pengurangan saldo voucher melalui sistem eHealth setelah mendapatkan persetujuan pengguna. Data layanan yang diberikan juga dicatat untuk keperluan pelaporan. Selain itu, program ini dinilai melalui evaluasi sosial-ekonomi, teknis, dan yudisial untuk mengukur dampak serta kesesuaian kebijakan dengan standar hukum. Dalam penelitian implementasi, kerangka kerja seperti CFIR digunakan untuk mengidentifikasi faktor keberhasilan implementasi, sedangkan kerangka ERIC menawarkan strategi untuk mengatasi hambatan. Hasil implementasi dievaluasi berdasarkan kerangka Proctor, yang mencakup penerimaan, efektivitas, dan dampak kesehatan seperti kualitas hidup dan status kesehatan peserta.

Kemudian, Yeoh menyatakan jika secara struktural, keberhasilan implementasi program bergantung pada tiga aspek utama. Infrastruktur fisik memastikan fasilitas kesehatan yang memadai dan tata letak yang mendukung efisiensi operasional. Infrastruktur teknologi informasi, seperti sistem rekam medis elektronik, membantu koordinasi kerja dan pengambilan keputusan. Infrastruktur kerja meliputi pembagian tugas dan struktur organisasi yang jelas. Selain itu, koneksi relasional seperti hubungan formal-informal serta jaringan kerja internal dan eksternal turut berperan penting dalam meningkatkan kinerja dan efektivitas program secara keseluruhan.

 

Diskusi mengenai Tantangan dan Isu dalam Sistem Layanan Kesehatan Terpadu yang Digerakkan oleh Layanan Kesehatan Primer dan Keterlibatan Sektor Swasta dalam Konteks Negara

Setelah istirahat, kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan hasil diskusi dari para peserta yang telah dibagi menjadi kelompok berdasarkan negara. Masing-masing kelompok menampilkan paparan mengenai tantangan dalam integrasi pelayanan kesehatan. 

Kelompok pertama yaitu Malaysia yang menjelaskan jika sektor swasta memiliki peran penting dalam sistem kesehatan Malaysia. Sektor swasta mengoperasikan 62% dari fasilitas perawatan primer melalui klinik dokter umum swasta, menyediakan 35% dari tempat tidur rumah sakit nasional, dan menangani sekitar 45% dari kunjungan rawat jalan.

Selain itu, sektor swasta juga bermitra dengan pemerintah dalam berbagai bidang, seperti perawatan medis untuk pegawai negeri, outsourcing layanan non-klinis, berbagi peralatan medis khusus, dan program pelatihan bersama untuk tenaga kesehatan. Keterlibatan sektor swasta dalam sistem kesehatan terintegrasi memiliki dampak positif dan negatif.

Dampak positifnya meliputi peningkatan aksesibilitas layanan kesehatan, pengurangan beban sektor publik, peningkatan inovasi teknologi, dan peningkatan kualitas layanan melalui persaingan. Namun, keterlibatan sektor swasta juga menimbulkan tantangan seperti disparitas biaya antar sektor, fragmentasi informasi kesehatan, variasi standar kualitas, dan distribusi layanan yang tidak merata.

Untuk meningkatkan integrasi sektor swasta dalam sistem kesehatan, diperlukan reformasi kebijakan, termasuk penyelarasan regulasi, standarisasi harga, dan transparansi biaya layanan. Pengembangan sistem terintegrasi melalui platform berbagi data juga penting untuk memastikan kontinuitas perawatan. Insentif terarah, seperti insentif finansial dan kebijakan pendukung, dapat mendorong fasilitas swasta menjangkau daerah terpencil, serta memperluas kemitraan sektor publik-swasta melalui program seperti PEKA B40 dan Skim Perubatan MADANI.

Kelompok kedua adalah Thailand.  Sistem asuransi kesehatan di Thailand terdiri dari beberapa skema utama, seperti CSMBS untuk pegawai negeri, SSS untuk pekerja formal di sektor swasta, dan UCS yang mencakup sebagian besar penduduk Thailand. Pengelolaan skema ini berada di bawah National Health Security Office (NHSO) dengan pendanaan berasal dari anggaran primer, anggaran ekstra, dan pendanaan lokal.

Anggaran primer mencakup capitation untuk layanan kesehatan universal (UC) dan non-capitation untuk kebutuhan kesehatan lainnya. Dana tersebut dialokasikan kepada berbagai penyedia layanan, termasuk rumah sakit, klinik, apotek, dan fasilitas kesehatan tradisional, untuk mendukung berbagai jenis layanan, mulai dari perawatan primer hingga perawatan paliatif. Sistem pendanaan yang kompleks ini bertujuan memastikan aksesibilitas dan kualitas layanan kesehatan bagi masyarakat.

Meskipun sistem ini mencakup banyak aspek, terdapat sejumlah tantangan utama seperti waktu persetujuan yang lama, keterbatasan lokasi layanan, dan ketidakseimbangan beban kerja penyedia. Implementasi layanan terintegrasi juga dapat memicu kendala seperti perubahan proses pembayaran dan kehilangan data pasien. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan strategi komprehensif guna memastikan keberhasilan layanan kesehatan terintegrasi. Di sisi lain, sektor swasta memainkan peran penting dengan menyediakan layanan darurat, promosi kesehatan, inovasi, dan berbagai layanan khusus seperti laboratorium, farmasi, dan fisioterapi. Keterlibatan sektor swasta ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas dan kualitas layanan, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi negara.

Kelompok ketiga adalah Indonesia. Indonesia terbagi menjadi 4 kelompok yang memaparkan topik yang berbeda-beda. Kelompok pertama memaparkan terkait hipertensi. Meskipun sektor swasta memiliki potensi besar dalam mendukung manajemen hipertensi, keterlibatannya dalam layanan kesehatan primer saat ini masih terbatas. Beberapa hambatan yang menghalangi kolaborasi yang efektif antara sektor publik dan swasta meliputi kurangnya strategi keterlibatan yang terstruktur, regulasi yang ketat, dan kendala finansial.

Untuk mendorong peran sektor swasta, diperlukan langkah-langkah strategis seperti meningkatkan program skrining hipertensi di fasilitas kesehatan swasta, memperluas penggunaan aplikasi ASIK di kalangan penyedia layanan kesehatan swasta, menjamin ketersediaan obat-obatan dan peralatan yang dibutuhkan, serta meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan. Dengan mengatasi hambatan-hambatan tersebut dan mengimplementasikan strategi yang tepat, pengelolaan hipertensi dapat menjadi lebih terintegrasi dan efektif, sehingga berdampak positif pada peningkatan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Kelompok kedua memaparkan kolaborasi puskesmas dengan klinik swasta. Kolaborasi antara sektor publik dan swasta menghadapi tantangan seperti komunikasi yang kurang efektif antara puskesmas dan klinik swasta akibat keterbatasan sumber daya, serta sulitnya akses pasokan obat bagi klinik swasta.

Upaya peningkatan kerja sama dilakukan melalui platform digital SATUSEHAT untuk pertukaran data, pertemuan rutin untuk memperkuat kolaborasi, dan pengadaan farmasi terintegrasi guna meningkatkan akses layanan dan efisiensi biaya. Meskipun koordinasi masih menjadi tantangan, teknologi digital menawarkan solusi potensial untuk mengatasinya.

 

Kelompok ketiga memaparkan keterlibatan sektor swasta dalam promosi kesehatan untuk memperkuat layanan kesehatan primer di Indonesia. Di Indonesia, puskesmas melayani sekitar 30.000-50.000 penduduk dan bertanggung jawab atas pengelolaan program kesehatan seperti imunisasi, gizi, dan sanitasi.

Beberapa tantangan dalam sistem kesehatan primer di Indonesia meliputi meningkatnya beban penyakit tidak menular dan masalah kesehatan mental pada generasi muda, kurangnya sumber daya di fasilitas kesehatan primer, ketidaksesuaian model layanan kesehatan primer dengan kebutuhan masyarakat, dan kurangnya upaya promotif dan preventif di sektor swasta. Oleh karena itu, diperlukan redistribusi keanggotaan asuransi kesehatan untuk mengurangi beban puskesmas dan mengintegrasikan layanan primer dengan rumah sakit dalam hal promotif, preventif, dan rehabilitatif.

Kelompok keempat memaparkan terkait keterlibatan sektor swasta dalam pelayanan KIA. Saat ini, banyak praktik bidan mandiri yang memiliki alat USG, meskipun tidak memiliki kewenangan penuh untuk mengoperasikannya. Hal ini menimbulkan dilema dalam pelayanan kesehatan, khususnya bagi pasien JKN. Sistem klaim ANC di puskesmas yang mengharuskan kunjungan lengkap (1-6 kali) menciptakan celah bagi kerja sama yang lebih baik antara pemerintah dan bidan mandiri.

Pemerintah, dalam hal ini dinas kesehatan, dapat mengajak kerja sama bidan mandiri untuk memberikan pelayanan USG sebagai bagian dari paket ANC yang lengkap. Dengan demikian, bidan mandiri dapat berperan aktif dalam memastikan setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan yang komprehensif. Sebagai imbalan, pemerintah dapat memberikan pembagian klaim dari BPJS Kesehatan kepada bidan mandiri. Mekanisme pembagian persentase dan bentuk kerja sama yang lebih rinci dapat diatur oleh dinas kesehatan setempat, bahkan melibatkan Bupati/Walikota untuk mengeluarkan Surat Keputusan sebagai payung hukum yang kuat. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan ibu hamil, sekaligus memberikan manfaat finansial bagi bidan mandiri.

Pemaparan dilanjutkan dengan kelompok selanjutnya yaitu China. Sistem kesehatan di Shanghai dan Hong Kong memiliki perbedaan yang signifikan. Shanghai mengadopsi sistem tiga tingkat, dimana layanan kesehatan primer diberikan oleh pusat kesehatan masyarakat, layanan sekunder oleh rumah sakit tingkat kabupaten, dan layanan tersier oleh rumah sakit besar di perkotaan.

Di sisi lain, Hong Kong memiliki sistem yang lebih terintegrasi dengan layanan primer, sekunder, dan tersier. Dalam hal penyedia layanan, baik Shanghai maupun Hong Kong memiliki fasilitas kesehatan publik dan swasta. Namun, di Shanghai, rumah sakit publik masih mendominasi, sedangkan di Hong Kong, sektor swasta memiliki peran yang lebih besar, terutama dalam menyediakan layanan khusus. Keduanya juga memiliki inisiatif kemitraan publik-swasta (public private partnership/ PPP) untuk meningkatkan akses layanan kesehatan.

Tantangan sistem kesehatan yang dihadapi di Shanghai seperti ketidakseimbangan distribusi sumber daya kesehatan, kapasitas layanan primer yang tidak memadai, kurangnya insentif untuk institusi primer, dan kurangnya integrasi informasi medis. Sedangkan di Hong Kong, tantangannya meliputi beban permintaan yang tinggi pada layanan kesehatan publik, keterbatasan sumber daya, dan kurangnya kepercayaan pasien terhadap layanan primer. Keduanya juga menghadapi tantangan dalam hal kualitas layanan, akuntabilitas, dan integrasi berbagai komponen sistem kesehatan. Mengatasi tantangan-tantangan ini merupakan kunci untuk membangun sistem kesehatan terpadu yang efektif dan efisien di kedua kota tersebut.

Reporter:

Monita Destiwi, Ester Febe dan Laksono Trisnantoro (PKMK UGM)

Link Terkait

 

 

 

Peningkatan Layanan KJSU di Indonesia Melalui Klasifikasi RS Berbasis Kompetensi, Kolaborasi, dan Pengampuan Jejaring Rujukan Terstruktur

  Pendahuluan

Penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) telah menjadi beban signifikan bagi sistem kesehatan Indonesia. Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa kasus KJSU mendominasi klaim biaya, mengindikasikan tingginya prevalensi dan kompleksitas penanganan penyakit-penyakit ini.

Gambar 1. Biaya Pelayanan Kesehatan JKN  untuk Kasus Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU)  Tahun 2022  (miliar Rp)

Sumber: BPJS Kesehatan, 2022.

Ketidakmerataan akses layanan yang berkualitas menjadi salah satu tantangan utama dalam pelayanan untuk kasus KJSU di rumah sakit. Variasi kapasitas rumah sakit dalam hal sumber daya manusia kesehatan yang terlatih, sarana & prasarana, serta peralatan yang memadai menyebabkan disparitas pelayanan yang signifikan di berbagai wilayah. Klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi menawarkan solusi potensial untuk mengatasi permasalahan ini.

Dalam konteks ini, klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi menawarkan potensi besar untuk meningkatkan kualitas pelayanan KJSU. Klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan dan keahlian spesifik dalam menangani penyakit tertentu, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi rujukan, memaksimalkan pemanfaatan sumber daya, serta menjamin pasien memperoleh perawatan berkualitas yang sesuai dengan tingkat kompleksitas penyakitnya.

  Tujuan Kegiatan

Secara umum seminar  ini bertujuan untuk membahas mengenai perkembangan upaya penataan pelayanan rujukan untuk meningkatkan kemampuan layanan  Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi di Indonesia secara lebih merata.

Tujuan khusus seminar ini adalah:

  • Membahas kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU
  • Mendiskusikan implementasi kebijakan, faktor pendukung, dan faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pelayanan KJSU: Progress Report Penelitian Implementasi Kebijakan KJSU di Indonesia
  • Merumuskan usulan optimalisasi implementasi klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu terhadap pelayanan KJSU di Indonesia

  Target peserta

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

  1. Pengambil Keputusan/Pemerintah
    1. DPR RI
    2. Kementerian dan Lembaga: Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN/RB, Kemenko PMK, Bappenas, Kementerian Sosial
    3. BPJS Kesehatan
    4. BKKBN
    5. BPOM
    6. Gubernur/Walikota/Bupati
    7. Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, dan Kota
    8. Bappeda
    9. Dinas Sosial
  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
  2. Pengelola Fasilitas Kesehatan (RS dan Puskesmas/Klinik)
  3. Tenaga Kesehatan (Dokter, Perawat dan Bidan)
  4. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
  5. Organisasi Masyarakat Sipil

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu

Agenda dan Narasumber

Reportase

10.00 – 10.15

Pengantar: Bagaimana kebijakan KJSU dipergunakan untuk mengatasi permasalahan akses pelayanan KJSU bermutu.
Shita Listyadewi (Peneliti dan konsultan PKMK FK-KMK UGM)

Video

10.15 – 10.35

Implementasi kebijakan, faktor pendukung, dan faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pelayanan KJSU: Progress Report Penelitian Implementasi Kebijakan KJSU di Indonesia
Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, M.Kes – Ketua Tim Peneliti Implementation Research KJSU PKMK FK KMK Universitas Gadjah Mada

Video   Materi

10.35 – 11.00

Kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU dari aspek Pembiayaan Kesehatan
dr. Mokhamad Cucu Zakaria – Asisten deputi bidang kebiajkan penjaminan manfaat rujukan, BPJS Kesehatan

Video

11.00 – 11.20

Kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU dari aspek Ketersediaan dan distribusi sumber daya
Ratih Dwi Lestari, S.kep, MARS – Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kementerian Kesehatan

Video   Materi

11.30 – 11.45

Sesi diskusi dan tanya jawab

Video

11.45 – 12.00

Kesimpulan dan Penutup: dr. Luqman Hakim, MPH

 

  LMS Plataran Sehat

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) didukung Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada Selasa (15/10/2024) menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) XIV Topik 2 bertajuk “Peningkatan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) di Indonesia melalui Klasifikasi Rumah Sakit Berbasis Kompetensi, Kolaborasi, dan Pengampuan Jejaring Rujukan Terstruktur” pada Rabu (16/10/2024). Forum dilaksanakan secara hybrid, bertempat di Common Room Gedung Litbang FKKMK UGM dan Zoom meeting, sekaligus ditayangkan live melalui kanal Youtube PKMK FK-KMK UGM.

Kegiatan dipandu oleh MC Bestian Ovilia Andini, S.KG yang menyampaikan selamat datang kepada para peserta serta memperkenalkan narasumber, dan dilanjutkan dengan sesi pengantar yang disampaikan oleh Shita Listyadewi, M.M., M.P.P. selaku Wakil Direktur PKMK FK-KMK Universitas Gadjah Mada. Shita menjelaskan bahwa prioritas layanan KJSU muncul karena KJSU merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan berimplikasi pada biaya kesehatan yang tinggi. Pihaknya juga menjelaskan bahwa layanan KJSU tersedia di layanan fasilitas kesehatan tingkat lanjut dan perlu perhatian dari pemerintah untuk memastikan bahwa penyediaan layanan KJSU memiliki akses yang terbuka bagi siapapun di Indonesia. Selain itu, perlu juga diperhatikan mutu layanan yang tersedia.

Acara dilanjutkan dengan paparan dari Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM, MKes, sebagai Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit di PKMK FK-KMK UGM sekaligus selaku Ketua Tim Riset Implementasi Kebijakan Jejaring Pengampuan Pelayanan KJSU Rumah Sakit yang tengah dilakukan oleh PKMK. Beliau menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pengampuan pelayanan KJSU yang sedang dilakukan, faktor-faktor yang melatarbelakangi penelitian ini, seperti tren kasus KJSU yang meningkat dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan KJSU.

 

 

Paparan selanjutnya oleh dr. Muhammad Cucu Zakaria, Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS yang mewakili Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK, Direktur Utama BPJS Kesehatan. Cucu memaparkan tentang skema pembiayaan pelayanan KJSU oleh BPJS Kesehatan. Narasumber juga menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU. Pihaknya juga menjelaskan skema kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit dalam klasifikasi rumah sakit yang baru.

Narasumber berikutnya adalah Ratih Dwi Lestari, S.Kep, MARS, Ketua Tim Kerja Perizinan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan. Ratih mewakili drg. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes. selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI. Pihaknya menyampaikan bagaimana klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi dapat meningkatkan kualitas pelayanan KJSU di Indonesia. Ratih juga menjelaskan kriteria yang digunakan dalam klasifikasi rumah sakit.

Forum dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dimoderatori oleh dr. Luqman Hakim, MPH.  Pada sesi diskusi ini, para peserta forum melontarkan pertanyaan dan tanggapan terhadap paparan, dilanjutkan dengan jawaban dan tanggapan dari narasumber. Beberapa poin menarik dari diskusi ini diantaranya adalah pentingnya menambah jumlah institusi pendidikan SDM yang dibutuhkan oleh layanan KJSU agar pemenuhan dokter spesialis, subspesialis, perawat, dan SDM lain yang terlatih dapat lebih cepat tercapai. Poin menarik selanjutnya terkait mekanisme kerja sama BPJS dengan rumah sakit yang terkesan sulit, namun persyaratan-persyaratan tersebut penting untuk menjamin kualitas pelayanan KJSU. Terakhir, diskusi membahas pentingnya strategi komunikasi yang komprehensif yang bertujuan mengedukasi masyarakat agar menjalankan perilaku hidup sehat sehingga menurunkan risiko penyakit kanker, jantung, stroke dan uronefrologi.

Reporter:
dr. Luqman Hakim, MPH (PKMK UGM)

Reportase Hari Ketiga

Policy Course on Health System Transformation: Private Sector Engagement for Primary Care Led Integrated Health Care

27 November 2024

Field Visit: Integrated Primary Care and Hospital Facility Siriraj H Solutions

Pada hari ketiga kursus kebijakan (27/11/2024), para peserta berkesempatan untuk mengikuti kunjungan lapangan ke Siriraj H Solution. Namun, sebelum melakukan kunjungan, para peserta diajak untuk mengenal lebih dalam terkait Siriraj H Solution melalui pemaparan oleh dr. Pochamana Phisalprapa, PhD lulusan Chulalongkorn University, dan sekaligus salah satu Direktur di Siriraj Hospital.

Pemaparan meliputi penjelasan berdirinya Siriraj H Solution dan kaitannya dengan Rumah Sakit Siriraj. RS Siriraj adalah rumah sakit umum terbesar di Thailand. Dengan kapasitas lebih dari 2.000 tempat tidur dan dikunjungi oleh lebih dari tiga juta pasien per tahun. Rumah Sakit Siriraj adalah salah satu pusat medis terbesar dan tersibuk di Asia Tenggara. Rumah sakit ini merupakan salah satu pusat rujukan akhir untuk penyakit yang rumit dan langka dari semua rumah sakit di Thailand.

Pengembangan Private Wing di RS Siriraj (http://www.siphhospital.com/en/home)

Di RS Siriraj, dikembangkan sebuah unit khusus untuk kelompok kelas menengah ke atas yang merupakan Private Wing dari Siriraj Hospital. Private Wing RS Siriraj merupakan RS yang otonom. Private Wing ini RS Siriraj berupa ditujukan untuk mendapatkan dana bagi FK dan dapat memberi subsidi silang ke RS Siriraj yang menerima pasien universal health coverage (UHC) dan dibangun sekitar 15 tahun yang lalu. Dengan demikian, RS Siriraj melihat peluang pengembangan pasien non-UHC untuk menambah revenue-nya. Private Wing tidak menerima pasien-pasien UHC. Private Wing ini dirancang untuk memenuhi permintaan masyarakat Thailand yang mempunyai dana. Mempunyai pasar yang sama dengan RS-RS swasta seperti Burungrad Hospital.

Pengembangan Klinik H Solution setahun yang lalu.


Untuk memperkuat ekosistem kesehatan yang lebih luas, Rumah Sakit Siriraj mengembangkan Siriraj H Solutions yang merupakan klinik milik RS di tempat terpisah.

H Solutions Clinic terpisaj sekitar 7 km dari RS induknya. Keduanya sama-sama berada di tepi Sunga Chao Phraya yang legendaris di Bangkok. Siriraj H Solutions lahir dari warisan dan keahlian yang telah dibangun oleh Rumah Sakit Siriraj selama bertahun-tahun. Keduanya memiliki akar yang sama dalam memberikan pelayanan kesehatan berkualitas tinggi.

Meskipun memiliki akar yang sama, keduanya memiliki fokus yang berbeda. Rumah Sakit Siriraj lebih berfokus pada perawatan penyakit, terutama dalam kondisi akut atau darurat. Sementara itu, Siriraj H Solutions lebih mengarah pada aspek preventif, yakni menjaga kesehatan agar tidak sakit, dan memberikan pelayanan yang lebih personal dan komprehensif. Keduanya saling melengkapi dan bersinergi misalnya pasien yang telah melakukan pemeriksaan kesehatan di Siriraj H Solutions dan memerlukan perawatan lebih lanjut dapat dirujuk ke Rumah Sakit Siriraj.

Letak Klinik H Solution RS Siriraj berada di Lantai 5 sebuah mall di Bangkok, bersebelahan dengan Icon Siam yang sangat ramai di tepi sungai Chao Phraya

Apa yang dilakukan di H Solution?

Siriraj H Solutions menargetkan pelanggan dengan berbagai usia, baik yang ingin menjaga kesehatan secara preventif maupun mereka yang memiliki penyakit non-komunikabel (NCD). Pelayanan yang ditawarkan meliputi pemeriksaan inovatif, pengobatan preventif, keseimbangan pikiran dan tubuh, serta terapi revitalisasi dan anti-aging. Seluruh layanan ini didukung oleh tim dokter berpengalaman, teknologi medis inovatif, dan pendekatan yang berpusat pada pelanggan.

Siriraj H Solutions merupakan sebuah klinik untuk pusat pelayanan kesehatan pencegahan dan pelayanan kesehatan yang integratif, termasuk untuk pelayanan kesehatan tradisional.

Berbagai pelayanan yang dilakukan?  https://sirirajhsolutions.com/en

Konsep pelayanan ini bertujuan untuk mendeteksi penyakit lebih awal, melakukan intervensi proaktif, dan memberikan solusi perawatan yang cerdas. Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa Siriraj H Solutions adalah perwujudan dari komitmen RS Siriraj untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih lengkap dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, yaitu layanan yang tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga pada pencegahan dan peningkatan kualitas hidup

Siriraj H Solutions merupakan sebuah pusat kesehatan inovatif yang berlokasi di lantai 5 gedung ICS Lifestyle Complex. Dengan luas sekitar 300 meter persegi, pusat kesehatan ini menawarkan berbagai layanan kesehatan preventif dan gaya hidup sehat yang komprehensif. Siriraj H Solutions didesain untuk suasana yang modern dan menenangkan.

Proses registrasi, pembayaran, dan verifikasi asuransi berjalan lancar berkat sistem yang efisien. Biaya administrasi yang terjangkau, sebesar 300 Baht per orang, menjadi daya tarik tersendiri, terutama mengingat kualitas layanan yang ditawarkan.

Fokus pada Kesehatan dan Keseimbangan

Salah satu fokus utama Siriraj H Solutions pada kesehatan preventif dan keseimbangan hidup. Hal ini tercermin dalam berbagai fasilitas dan layanan yang tersedia.

Salah satunya adalah ruang sport performance care yang dilengkapi dengan peralatan olahraga modern dan didampingi oleh spesialis olahraga. Pengunjung dapat melakukan berbagai aktivitas fisik, mulai dari latihan kekuatan hingga peregangan, di bawah pengawasan profesional.

Bagi mereka yang ingin menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah, tersedia layanan pemeriksaan blood vessel dan spiro testing. Pemeriksaan fibro scan juga dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit hati secara dini. Perempuan juga dapat memanfaatkan layanan 3D mammogram untuk deteksi dini kanker payudara.

 

Khusus untuk Kecantikan

Selain fokus pada kesehatan fisik, Siriraj H Solutions juga menawarkan berbagai perawatan kecantikan. Di lantai 2, pengunjung dapat menemukan berbagai pilihan perawatan, mulai dari botox hingga laser. Produk perawatan kulit lokal yang berkualitas juga tersedia untuk dibeli juga Herbal Medicine.

Pusat Diagnostik

Walaupun berstatus sebuah klinik, Siriraj H Solutions menyediakan fasilitas diagnostik yang sangat bagus. Saat ini semakin banyak masyarakat Thailand yang mengunakan pendekatan proaktif dan teknologi modern untuk aktif dalam mengelola perjalanan kesehatan pribadi mereka menuju kesejahteraan. Rumah Sakit Siriraj telah membuat visi masa depan dimana kesehatan proaktif menjadi pusat perhatian. Rumah Sakit Siriraj menganut gagasan bahwa individu sebaiknya berdaya, yang dipersenjatai dengan pengetahuan dan alat-alat mutakhir. Menariknya di klinik ini tersedia berbagai peralatan diagnostik mutakhir seperti CT Scan 400 slice, X Ray, sampai ke Breast Cancer diagnostic facilities.

 

SDM Berkualitas dan Layanan Prima

Salah satu keunggulan Sirraj H Solutions adalah tenaga kesehatannya yang berasal dari Rumah Sakit Siriraj, salah satu rumah sakit terkemuka di Thailand. Para tenaga kesehatan ini tidak hanya memiliki kompetensi yang tinggi, tetapi juga memiliki semangat untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pasien.

Manajemen Siriraj H Solutions sangat memperhatikan kesejahteraan para tenaga kesehatannya. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa mereka dapat memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien. Para tenaga kesehatan diberi kebebasan untuk memilih tempat tugas, baik di Siriraj H Solutions maupun di Rumah Sakit Siriraj, sesuai dengan minat dan keahlian masing-masing.

Potensi Layanan Lebih dari 1000 Orang per Hari

Meskipun saat ini Siriraj H Solutions membatasi jumlah pengunjung menjadi 1000 orang per hari, sebenarnya pusat kesehatan ini memiliki kapasitas untuk melayani lebih banyak lagi. Namun, demi menjaga kualitas layanan, jumlah pengunjung dibatasi.

Kemudian darimana sumber dananya?

Pendanaan di Siriraj H Solutions ini berasal dari swasta. Project ini merupakan inovasi untuk menyehatkan rakyat dengan dana dari masyarakat sesuai kebutuhan dan keinginan masyarakat. yang menarik sebagian dana pengembangan berasal dari filantropi. Ada sebuah value yang dikembangkan bahwa pelayanan kesehatan untuk masyarakat menengah atas ini dilakukan agar tersedia lebih banyak dana untuk membantu masyarakat miskin, atau memberikan subsidi silang ke pelayanan bagi kelompok miskin yang negatif keuangannya. RS Siriraj tidak dituntut untuk mencari untung, namun dituntut untuk sehat secara keuangan.

Reporter:
Monita Destiwi, Ester Febe dan Laksono Trisnantoro (PKMK UGM)

Link Terkait

 

Peningkatan Layanan KJSU di Indonesia Melalui Klasifikasi RS Berbasis Kompetensi, Kolaborasi, dan Pengampuan Jejaring Rujukan Terstruktur

  Pendahuluan

Penyakit tidak menular (PTM) seperti kanker, jantung, stroke, dan uronefrologi (KJSU) telah menjadi beban signifikan bagi sistem kesehatan Indonesia. Data dari BPJS Kesehatan menunjukkan bahwa kasus KJSU mendominasi klaim biaya, mengindikasikan tingginya prevalensi dan kompleksitas penanganan penyakit-penyakit ini.

Gambar 1. Biaya Pelayanan Kesehatan JKN  untuk Kasus Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU)  Tahun 2022  (miliar Rp)

Sumber: BPJS Kesehatan, 2022.

Ketidakmerataan akses layanan yang berkualitas menjadi salah satu tantangan utama dalam pelayanan untuk kasus KJSU di rumah sakit. Variasi kapasitas rumah sakit dalam hal sumber daya manusia kesehatan yang terlatih, sarana & prasarana, serta peralatan yang memadai menyebabkan disparitas pelayanan yang signifikan di berbagai wilayah. Klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi menawarkan solusi potensial untuk mengatasi permasalahan ini.

Dalam konteks ini, klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi menawarkan potensi besar untuk meningkatkan kualitas pelayanan KJSU. Klasifikasi rumah sakit berdasarkan kemampuan dan keahlian spesifik dalam menangani penyakit tertentu, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi rujukan, memaksimalkan pemanfaatan sumber daya, serta menjamin pasien memperoleh perawatan berkualitas yang sesuai dengan tingkat kompleksitas penyakitnya.

  Tujuan Kegiatan

Secara umum seminar  ini bertujuan untuk membahas mengenai perkembangan upaya penataan pelayanan rujukan untuk meningkatkan kemampuan layanan  Kanker, Jantung, Stroke, dan Uronefrologi di Indonesia secara lebih merata.

Tujuan khusus seminar ini adalah:

  • Membahas kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU
  • Mendiskusikan implementasi kebijakan, faktor pendukung, dan faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pelayanan KJSU: Progress Report Penelitian Implementasi Kebijakan KJSU di Indonesia
  • Merumuskan usulan optimalisasi implementasi klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu terhadap pelayanan KJSU di Indonesia

  Target peserta

Fornas XIV diharapkan dapat melibatkan pemangku kepentingan dari pengambil keputusan, akademisi, penyedia layanan kesehatan, peneliti, pemerhati dan masyarakat secara luas. Detail target pemangku kepentingan yang akan dilibatkan sebagai pembicara dan/atau peserta sebagai berikut:

  1. Pengambil Keputusan/Pemerintah
    1. DPR RI
    2. Kementerian dan Lembaga: Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PAN/RB, Kemenko PMK, Bappenas, Kementerian Sosial
    3. BPJS Kesehatan
    4. BKKBN
    5. BPOM
    6. Gubernur/Walikota/Bupati
    7. Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten, dan Kota
    8. Bappeda
    9. Dinas Sosial
  1. Akademisi (Dosen dan Mahasiswa) di Universitas, Poltekkes dan STIKES
  2. Pengelola Fasilitas Kesehatan (RS dan Puskesmas/Klinik)
  3. Tenaga Kesehatan (Dokter, Perawat dan Bidan)
  4. Peneliti di Pusat Penelitian dan Think Tank
  5. Organisasi Masyarakat Sipil

Informasi Ujian

Untuk mendapatkan sertifikat ber-SKP pada kegiatan ini , peserta dapat mempelajari kembali video dan materi yang sudah tersedia.
ujian akan diselenggarakan pada 5 – 17 November 2024 melalui Plataran sehat kemenkes RI.

PENDAFTARAN    LINK LMS

Waktu

Agenda dan Narasumber

Reportase

10.00 – 10.15

Pengantar: Bagaimana kebijakan KJSU dipergunakan untuk mengatasi permasalahan akses pelayanan KJSU bermutu.
Shita Listyadewi (Peneliti dan konsultan PKMK FK-KMK UGM)

Video

10.15 – 10.35

Implementasi kebijakan, faktor pendukung, dan faktor penghambat pelaksanaan kebijakan pelayanan KJSU: Progress Report Penelitian Implementasi Kebijakan KJSU di Indonesia
Ni Luh Putu Eka Putri Andayani, SKM, M.Kes – Ketua Tim Peneliti Implementation Research KJSU PKMK FK KMK Universitas Gadjah Mada

Video   Materi

10.35 – 11.00

Kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU dari aspek Pembiayaan Kesehatan
dr. Mokhamad Cucu Zakaria – Asisten deputi bidang kebiajkan penjaminan manfaat rujukan, BPJS Kesehatan

Video

11.00 – 11.20

Kebijakan klasifikasi RS berbasis kompetensi untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU dari aspek Ketersediaan dan distribusi sumber daya
Ratih Dwi Lestari, S.kep, MARS – Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan, Kementerian Kesehatan

Video   Materi

11.30 – 11.45

Sesi diskusi dan tanya jawab

Video

11.45 – 12.00

Kesimpulan dan Penutup: dr. Luqman Hakim, MPH

 

  LMS Plataran Sehat

Kontak Person
Cintya / 082221377408

 

  Reportase Kegiatan

Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) didukung Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada pada Selasa (15/10/2024) menyelenggarakan Forum Nasional (Fornas) XIV Topik 2 bertajuk “Peningkatan Layanan Kanker, Jantung, Stroke dan Uronefrologi (KJSU) di Indonesia melalui Klasifikasi Rumah Sakit Berbasis Kompetensi, Kolaborasi, dan Pengampuan Jejaring Rujukan Terstruktur” pada Rabu (16/10/2024). Forum dilaksanakan secara hybrid, bertempat di Common Room Gedung Litbang FKKMK UGM dan Zoom meeting, sekaligus ditayangkan live melalui kanal Youtube PKMK FK-KMK UGM.

Kegiatan dipandu oleh MC Bestian Ovilia Andini, S.KG yang menyampaikan selamat datang kepada para peserta serta memperkenalkan narasumber, dan dilanjutkan dengan sesi pengantar yang disampaikan oleh Shita Listyadewi, M.M., M.P.P. selaku Wakil Direktur PKMK FK-KMK Universitas Gadjah Mada. Shita menjelaskan bahwa prioritas layanan KJSU muncul karena KJSU merupakan penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan berimplikasi pada biaya kesehatan yang tinggi. Pihaknya juga menjelaskan bahwa layanan KJSU tersedia di layanan fasilitas kesehatan tingkat lanjut dan perlu perhatian dari pemerintah untuk memastikan bahwa penyediaan layanan KJSU memiliki akses yang terbuka bagi siapapun di Indonesia. Selain itu, perlu juga diperhatikan mutu layanan yang tersedia.

Acara dilanjutkan dengan paparan dari Ni Luh Putu Eka Andayani, SKM, MKes, sebagai Kepala Divisi Manajemen Rumah Sakit di PKMK FK-KMK UGM sekaligus selaku Ketua Tim Riset Implementasi Kebijakan Jejaring Pengampuan Pelayanan KJSU Rumah Sakit yang tengah dilakukan oleh PKMK. Beliau menyampaikan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebijakan pengampuan pelayanan KJSU yang sedang dilakukan, faktor-faktor yang melatarbelakangi penelitian ini, seperti tren kasus KJSU yang meningkat dan kebijakan pemerintah yang terkait dengan KJSU.

 

 

Paparan selanjutnya oleh dr. Muhammad Cucu Zakaria, Asisten Deputi Bidang Kebijakan Penjaminan Manfaat Rujukan BPJS yang mewakili Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D., AAK, Direktur Utama BPJS Kesehatan. Cucu memaparkan tentang skema pembiayaan pelayanan KJSU oleh BPJS Kesehatan. Narasumber juga menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan akses dan mutu pelayanan KJSU. Pihaknya juga menjelaskan skema kerja sama antara BPJS Kesehatan dengan rumah sakit dalam klasifikasi rumah sakit yang baru.

Narasumber berikutnya adalah Ratih Dwi Lestari, S.Kep, MARS, Ketua Tim Kerja Perizinan dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan di Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan. Ratih mewakili drg. Yuli Astuti Saripawan, M.Kes. selaku Direktur Pelayanan Kesehatan Rujukan Kementerian Kesehatan RI. Pihaknya menyampaikan bagaimana klasifikasi rumah sakit berbasis kompetensi dapat meningkatkan kualitas pelayanan KJSU di Indonesia. Ratih juga menjelaskan kriteria yang digunakan dalam klasifikasi rumah sakit.

Forum dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dimoderatori oleh dr. Luqman Hakim, MPH.  Pada sesi diskusi ini, para peserta forum melontarkan pertanyaan dan tanggapan terhadap paparan, dilanjutkan dengan jawaban dan tanggapan dari narasumber. Beberapa poin menarik dari diskusi ini diantaranya adalah pentingnya menambah jumlah institusi pendidikan SDM yang dibutuhkan oleh layanan KJSU agar pemenuhan dokter spesialis, subspesialis, perawat, dan SDM lain yang terlatih dapat lebih cepat tercapai. Poin menarik selanjutnya terkait mekanisme kerja sama BPJS dengan rumah sakit yang terkesan sulit, namun persyaratan-persyaratan tersebut penting untuk menjamin kualitas pelayanan KJSU. Terakhir, diskusi membahas pentingnya strategi komunikasi yang komprehensif yang bertujuan mengedukasi masyarakat agar menjalankan perilaku hidup sehat sehingga menurunkan risiko penyakit kanker, jantung, stroke dan uronefrologi.

Reporter:
dr. Luqman Hakim, MPH (PKMK UGM)

 

 

 

Reportase Hari Kedua

Policy Course on Health System Transformation: Private Sector Engagement for Primary Care Led Integrated Health Care

26 November 2024

Summary Hari Pertama

Pada hari kedua kursus kebijakan yang berlangsung pada 26 November 2024, Shita Dewi, selaku Peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada, membuka sesi dengan memberikan ulasan dari pertemuan sebelumnya. Dalam ulasannya, pihaknya menyoroti poin-poin penting yang disampaikan para narasumber dan mengundang peserta untuk berdiskusi lebih lanjut tentang topik yang telah dibahas sebelumnya.

Selain memberikan ulasan, Shita juga memaparkan agenda hari kedua, yang mencakup topik-topik menarik terkait pengalaman dari China, Malaysia, dan Thailand. Fokus utama pembahasan adalah mekanisme belanja dan pengorganisasian untuk integrasi layanan kesehatan, yang akan disampaikan oleh narasumber dari berbagai negara tersebut.

 

 

 

Reporter: Monita Destiwi dan Ester Febe (PKMK UGM)

Sesi 1. Organization, Functional, Professional & Clinical Modalities and Mechanisms: Purchasing for Integrated Seamless Health Care; Primary Care Package, Specialist and Hospital Care

Pembicara selanjutnya adalah Professor Laksono Trisnantoro, Direktur ANHSS dan Profesor Kebijakan serta Manajemen Kesehatan dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia yang memaparkan terkait belanja kesehatan strategis atau strategic health purchasing. Laksono membahas pentingnya strategic purchasing dalam sistem kesehatan untuk memastikan efisiensi, keadilan, dan kualitas layanan. Pendekatan ini melibatkan pengambilan keputusan strategis tentang layanan yang dibeli, seleksi penyedia, dan mekanisme pembayaran. Di Indonesia, BPJS Kesehatan memainkan peran kunci sebagai pembeli utama layanan kesehatan, menghadapi tantangan seperti distribusi fasilitas yang tidak merata, lemahnya pengawasan kualitas, serta risiko fraud dalam kontrak. Salah satu langkah penting adalah menerapkan sistem insentif berbasis kinerja untuk meningkatkan kualitas pelayanan, misalnya dalam pengelolaan diabetes, yang bertujuan menurunkan komplikasi dan meningkatkan hasil pengobatan.

Strategic purchasing menekankan pentingnya pergerakan dari pendekatan pasif ke strategi aktif, yang mencakup kontrak selektif, sistem insentif, dan pemantauan kualitas. Mechanism Active Purchasing memungkinkan pengalokasian sumber daya yang lebih efektif, serta peningkatan akses dan efisiensi layanan kesehatan, terutama di sektor primer dan rujukan. Namun, hal ini juga memerlukan regulasi yang kuat, integrasi program kesehatan masyarakat, serta keterlibatan masyarakat dalam menentukan kebutuhan kesehatan. Untuk mencapai tujuan ini, diperlukan peningkatan kapasitas pemangku kebijakan dan penguatan akuntabilitas sistem kesehatan.

Sesi 2. Country experiences

Purchasing and Organization Mechanisms for Integrated Seamless Health Care

Pemateri pertama adalah Professor Ying Yao Chen dari School of Public Health, Fudan University dari China. Sejak 2009, China telah mencatat kemajuan besar dalam reformasi sistem kesehatannya, dengan hampir seluruh penduduknya kini tercakup dalam sistem asuransi kesehatan sosial dan paket layanan kesehatan publik dasar. Langkah ini telah mengurangi kebutuhan kesehatan yang tidak terpenuhi dan memperkecil kesenjangan dalam akses layanan. Namun demikian, reformasi lebih lanjut tetap diperlukan, terutama untuk meningkatkan kualitas layanan rumah sakit publik, memanfaatkan sumber daya kesehatan secara optimal, serta mengintegrasikan sistem pelayanan dan pembiayaan kesehatan.

Meski cakupan asuransi hampir universal telah memperluas akses ke layanan kesehatan, perlindungan finansial bagi masyarakat miskin harus ditingkatkan untuk menghindari risiko pengeluaran kesehatan yang memberatkan. Selain itu, efektivitas belanja kesehatan memerlukan penguatan efisiensi sistem, pengembangan layanan kesehatan primer, dan reformasi mekanisme pembayaran penyedia layanan secara menyeluruh.

China juga telah mengembangkan sistem layanan kesehatan publik yang mencakup layanan dasar hingga khusus, dengan sektor publik sebagai aktor utama, meskipun sektor swasta terus berkembang. Upaya integrasi antara sektor publik dan swasta, rumah sakit dan layanan primer, serta aspek klinis dan preventif sedang dilaksanakan. Untuk mendukung integrasi ini, insentif seperti penggantian biaya untuk layanan terpadu mulai diterapkan. Selain itu, layanan kesehatan masyarakat terus diperkuat, terutama dalam pencegahan dan pengendalian penyakit menular, kesehatan ibu dan anak, manajemen penyakit tidak menular, serta perawatan bagi lansia.


Purchasing, Professional and Clinical Mechanisms for Integrated Seamless Health Care

Pemateri kedua adalah Professor Dr Sharifa Ezat Wan Puteh selaku Professor of Public Health, Department of Community Health, National University of Malaysia. Sistem kesehatan Malaysia menghadapi tantangan kompleks, mulai dari biaya kesehatan yang tinggi hingga meningkatnya masalah obesitas dan diabetes, yang membebani masyarakat, terutama kelompok tanpa penghasilan tetap atau tanpa asuransi. Meskipun sektor swasta memainkan peran penting dengan kualitas layanan yang dianggap lebih baik, hal ini menciptakan ketimpangan akses bagi masyarakat kurang mampu. Selain itu, pengadaan sumber daya kesehatan masih terganjal oleh kurangnya transparansi, keterbatasan anggaran untuk penelitian, serta peraturan yang kaku, khususnya di rumah sakit pendidikan. Pemerintah memiliki peran sentral dalam mengatasi tantangan ini dengan langkah-langkah seperti memperkuat sistem rujukan, meningkatkan kapasitas tenaga kesehatan di daerah terpencil, memperluas aksesibilitas layanan kesehatan, dan mengintegrasikan sistem informasi kesehatan.

Salah satu pendekatan penting adalah penerapan pembelian strategis (strategic health purchasing), yang melibatkan pemilihan penyedia layanan berkualitas, negosiasi harga obat dan alat kesehatan, serta mendorong inovasi teknologi. Namun, implementasi mekanisme ini terkendala oleh kurangnya data akurat, kapasitas sumber daya manusia yang terbatas, dan regulasi yang kompleks. Kerja sama erat antara sektor publik dan swasta, pengembangan infrastruktur digital, serta transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengadaan sangat diperlukan untuk mendukung efisiensi, mengurangi korupsi, dan mencapai Cakupan Kesehatan Universal (universal health coverage/ UHC).


Purchasing and Organization Mechanism for Integrated Seamless Health Care: The Case of Universal Coverage Scheme (UCS) in Thailand

Pemateri ketiga adalah Waraporn Suwanwela selaku Deputy Secretary-General, National Health Security Office, Thailand. Thailand memiliki berbagai skema asuransi kesehatan publik untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan, termasuk CSMBS untuk pegawai negeri dan keluarganya sejak 1963 (mencakup 8% populasi), SSS untuk pekerja sektor swasta sejak 1990 (18%), UCS sebagai skema terbesar sejak 2002 (72%), dan skema khusus untuk pegawai pemerintah tertentu (2%).

Pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Kesehatan Nasional (UU JKN) pada 2002 bertujuan untuk menyediakan jaminan kesehatan universal, melindungi masyarakat miskin dari risiko keuangan, dan memastikan kualitas serta aksesibilitas layanan kesehatan. UU ini membentuk lembaga pengelola seperti Badan Jaminan Kesehatan Nasional dan Kantor Jaminan Kesehatan Nasional, mengatur pengelolaan dana, fasilitas pelayanan, standar mutu, dan perlindungan hak peserta. Di bawah UCS, mekanisme pembelian strategis diterapkan dengan desain paket manfaat kesehatan, negosiasi dengan penyedia layanan, alokasi anggaran berdasarkan kebutuhan, dan metode pembayaran berbasis capitation atau fee-for-service. Pendekatan ini memungkinkan efisiensi alokasi dana, perluasan akses terhadap layanan berkualitas, dan peningkatan kepuasan masyarakat.

 

Primary Care and Hospital PPPs in Asia-Pacific: Trends and Challenges

Part 1: Infrastructural Mechanisms for Integrated Health Care – Global Experience

Setelah istirahat, pemaparan materi dilanjutkan Associate Professor Chantal Herberholz selaku Director Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University yang memaparkan mekanisme infrastruktur untuk integrasi pelayanan berdasarkan pengalaman global. Kemitraan pub

lik-swasta memiliki keunggulan utama yaitu peningkatan akses terhadap modal, manajemen yang lebih baik, dan pengembangan sistem kesehatan yang lebih terintegrasi. Namun, model ini juga menghadapi tantangan, seperti ketidakpastian alokasi risiko, kurangnya evaluasi independen, serta masalah nilai uang sebagaimana terlihat dalam penghentian model public private partnership (PPP) di Inggris pada 2018. Selain itu, data global mengenai PPP di sektor kesehatan terbatas, karena sebagian besar proyek PPP justru dilakukan di sektor infrastruktur seperti yang terjadi di Eropa dan Amerika. Meskipun demikian, PPP tetap menjadi pilihan strategis untuk mengatasi keterbatasan sumber daya pemerintah, meskipun efektivitasnya sering kali bergantung pada ketersediaan dana dan evaluasi yang kuat.

 

Part 2: Primary Care and Hospital PPPs in Asia-Pacific

Kemudian topik ini dilanjutkan oleh Professor Siripen Supakankunti selaku Professor, Centre of Excellence for Health Economics, Faculty of Economics, Chulalongkorn University yang menjelaskan pengalaman Thailand dalam mengimplementasikan PPP. Dalam sesi ini dipaparkan pula terkait reformasi sistem kesehatan yang telah dilakukan, tantangan yang dihadapi, serta bagaimana cara memperkuat dan melibatkan sektor swasta dalam sistem tersebut.

PPP di sektor rumah sakit di Thailand diatur oleh beberapa undang-undang seperti Undang-Undang Investasi Swasta (PISU Act) dan Undang-Undang Kemitraan Publik-Swasta tahun 2019 yang menekankan pada fasilitasi, penyesuaian, penyederhanaan, dan transparansi. Rencana Strategis Kemitraan Publik-Swasta tahun 2017-2021 juga mendorong partisipasi swasta dalam pengembangan infrastruktur kesehatan publik, seperti fasilitas perawatan kesehatan dan lansia, pusat medis khusus, dan pusat layanan medis lainnya. Meskipun demikian, implementasi PPP di sektor kesehatan menghadapi beberapa tantangan, terutama dari sisi anggaran, operasional, dan kelembagaan.

Implementasi PPP di sektor kesehatan di Thailand terlaksana karena beberapa hal seperti kekuatan politik sangatlah penting untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan PPP. Kemudian melibatkan semua pihak yang terkait dalam proyek PPP sejak awal sangatlah krusial serta melibatkan pengguna layanan kesehatan sejak awal dapat membantu memastikan bahwa proyek PPP memenuhi kebutuhan masyarakat. Hal lain yang tidak kalah penting adalah membuat proyek PPP menarik bagi sektor swasta, membangun hubungan yang baik dengan pihak swasta baik secara formal maupun informal, fokus pada perencanaan layanan kesehatan selain infrastruktur sangatlah penting untuk menarik investasi dan memastikan keberlanjutan proyek.

Information & Engagement, Policy Tools for ‘Small Governments’

Pembicara selanjutnya adalah Research Assistant Professor April Yushan Wu dari Centre for Health Systems and Policy Research, JC School of Public Health and Primary Care, Faculty of Medicine, The Chinese University of Hong Kong, Hong Kong. April menjelaskan jika pemerintah menggunakan berbagai instrumen kebijakan dengan tingkat pemaksaan yang bervariasi untuk mencapai tujuan tertentu. Tingkat paling ringan adalah dorongan (exhortasi) melalui persuasi dan penyebaran informasi. Tingkat kedua melibatkan pajak untuk memengaruhi perilaku melalui insentif fiskal, sedangkan tingkat ketiga mencakup pengeluaran pemerintah berupa distribusi dana atau barang untuk mendukung kebijakan. Regulasi pada tingkat keempat menetapkan aturan dengan sanksi, dan tingkat terakhir, yang paling memaksa, adalah pemilikan publik, di mana pemerintah langsung mengelola layanan terkait. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana kebijakan pemerintah berkisar dari persuasi hingga kontrol penuh.

Di sisi lain, pemasaran sosial menerapkan teknik pemasaran komersial untuk menangani masalah sosial dengan mendorong perubahan perilaku, seperti berhenti merokok atau mempromosikan perilaku aman. Salah satu strategi efektifnya adalah konsep 4P: produk (perilaku yang diinginkan), tempat (akses pesan), harga (biaya untuk perubahan), dan promosi (pesan yang menarik). Namun, pemasaran sosial menghadapi tantangan seperti heterogenitas audiens, persaingan dengan pesan dari media lain, dan kompleksitas informasi yang sulit dipahami. Meskipun dampaknya sering kecil, pemasaran sosial tetap relevan dengan pendekatan yang lebih terarah untuk mencapai perubahan perilaku.

External Quality Assurance and Accreditation

Pembicara terakhir dari kursus kebijakan hari ini (26/11/2024) adalah Professor Adi Utarini dari Departemen Kebijakan dan Manajemen FK-KMK UGM yang memaparkan terkait penjaminan mutu dan akreditasi eksternal untuk memastikan bahwa penyedia layanan memenuhi standar perawatan yang ditetapkan. Akreditasi juga membantu memastikan bahwa penyedia layanan swasta selaras dengan tujuan sistem kesehatan yang berbasis pelayanan kesehatan primer. Meskipun demikian, implementasi akreditasi dapat menghadapi tantangan, terutama di lingkungan dengan keterbatasan sumber daya, seperti dalam perawatan primer. Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan inovasi, pengembangan kapasitas, dan strategi yang disesuaikan.

Secara keseluruhan, penjaminan mutu dan akreditasi berkontribusi pada sistem kesehatan terpadu yang berbasis pelayanan kesehatan primer dengan mendorong peningkatan kualitas berkelanjutan, membimbing penyedia layanan, dan membantu memantau efektivitas kebijakan kesehatan.

Reportase Hari Pertama

Senin, 25 November 2024

Pembukaan

Hari pertama kursus kebijakan (25/11/2024) dimulai dengan pembukaan. Pada sesi pembukaan acara, beberapa sambutan disampaikan oleh perwakilan dari berbagai institusi. Sambutan pertama disampaikan oleh Associate Professor Nopphol Witvorapong, Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, yang memberikan ucapan selamat datang kepada para peserta yang hadir dari berbagai negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Thailand.

Selanjutnya, Associate Professor Chantal Herberholz, Direktur Pusat Unggulan Ekonomi Kesehatan di Fakultas Ekonomi, Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand, memberikan sambutan atas nama Pusat Unggulan Ekonomi Kesehatan dan menjelaskan terkait pusat ekonomi kesehatan yang didirikan sejak 1993 dan bergerak dalam bidang penelitian, pengajaran dan pelatihan.

Kemudian, sambutan terakhir disampaikan oleh Professor Laksono Trisnantoro, Direktur ANHSS dan Profesor Kebijakan serta Manajemen Kesehatan dari Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Laksono menyampaikan ucapan selamat datang atas nama ANHSS. Acara ANHSS sebelumnya diadakan di Hong Kong dan kini berlangsung di Bangkok dengan dihadiri sekitar 40 peserta dari berbagai negara seperti China, Hong Kong, Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Fokus utama Asia-Pacific Network for Health Systems Strengthening (ANHSS) adalah membahas reformasi sistem kesehatan pasca COVID-19 yang mengungkap kelemahan seperti ketidaksetaraan akses dan rendahnya kesiapan menghadapi krisis global. Workshop ini bertujuan meningkatkan kualitas, efisiensi, dan ketahanan sistem kesehatan. Tahun depan (2025), acara akan digelar di Hongkong untuk Private Health Insurance Policy, di Shanghai dengan tema Kebijakan Health Technology Assessment (HTA), dan di Kuala Lumpur untuk Health Finance Transformation. 

Tantangan bagi keterlibatan sektor swasta dalam sistem kesehatan untuk perawatan primer dalam menghasilkan perawatan kesehatan terpadu

Panel ini menghadirkan 3 pembicara tamu utama, yaitu Dr. Athaporn Limpanylers, Wakil Sekretaris Jenderal dari Kantor Keamanan Kesehatan Nasional Thailand; Dr. Watchai Charunwatthana dari Kementerian Kesehatan Masyarakat Thailand; serta Dr. Eduardo P. Banzon, Spesialis Kesehatan Utama dari Departemen Regional Asia Tenggara di Asian Development Bank.

Dr. Athaporn Limpanylers memberikan gambaran komprehensif tentang evolusi kemitraan antara sektor publik dan swasta dalam penyediaan layanan kesehatan primer di Thailand, khususnya dalam konteks program Universal Coverage Scheme (UCS), mulai dari awal kerja sama pada 2003 hingga inovasi terbaru pada 2024. Kemitraan ini berawal dengan melibatkan rumah sakit swasta sebagai mitra pemerintah dalam pelayanan primer.

Pada 2019, National Health Security Office (NHSO) memperkuat akses dan kualitas layanan dengan penyediaan fasilitas kesehatan yang lebih merata. Selama pandemi COVID-19 (2020-2022), kolaborasi semakin meningkat melalui perluasan partisipasi apotek dan klinik swasta. Pada 2024, program inovatif “30-Bath Treatment Anywhere” diperkenalkan untuk meningkatkan keterjangkauan dan aksesibilitas layanan kesehatan di seluruh Thailand.

Kemitraan sektor swasta dalam Universal Coverage System (UCS) memiliki peran strategis untuk mengurangi beban fasilitas pemerintah, memanfaatkan sumber daya secara efisien, dan meningkatkan kualitas pelayanan. Contohnya, sektor swasta dapat menyediakan layanan dasar seperti imunisasi hingga perawatan khusus. Namun, tantangan seperti distribusi layanan yang tidak merata, insentif bagi sektor swasta, dan kendali mutu tetap perlu diatasi. Program seperti “30-Bath Treatment Anywhere” menunjukkan komitmen untuk memperluas layanan kesehatan, mengurangi kesenjangan akses, dan menciptakan sistem kesehatan yang inklusif serta berkelanjutan.

Selanjutnya adalah pemaparan dari Dr. Watchai Charunwatthana yang menjelaskan jika sistem kesehatan di Thailand telah mengalami evolusi signifikan sejak 1970-an. Dekade-dekade awal merupakan pembentukan struktur dasar seperti komunitas kesehatan nasional dan pergeseran menuju inisiatif kesehatan berbasis komunitas. Dekade-dekade berikutnya berfokus pada pengembangan sumber daya manusia, peningkatan akses layanan kesehatan, dan desentralisasi manajemen kesehatan. Tonggak penting termasuk pengenalan program Sukarelawan Kesehatan Desa (VHV), perluasan cakupan asuransi kesehatan, dan pembentukan sistem kesehatan distrik.

Model kesehatan primer Thailand ditandai dengan penekanan kuat pada partisipasi masyarakat, pencegahan, dan desentralisasi. Integrasi dukun tradisional dan penggunaan luas VHV menunjukkan pendekatan unik dalam penyampaian layanan kesehatan. Model ini juga menyoroti pentingnya kemitraan antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta. Aspek utama termasuk fokus pada promosi kesehatan, pencegahan penyakit, dan penggunaan data untuk pengambilan keputusan.

Meskipun telah mencapai kemajuan signifikan, sistem kesehatan Thailand masih menghadapi tantangan berkelanjutan, termasuk kesenjangan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta kebutuhan investasi berkelanjutan dalam sumber daya manusia. Pandemi COVID-19 telah menyoroti pentingnya sistem kesehatan yang tangguh dan adaptif. Masa depan sistem kesehatan Thailand harus diperkuat dengan sistem informasi kesehatan, mempromosikan perawatan terintegrasi, dan mengatasi beban penyakit tidak menular yang meningkat. Pengalaman Thailand menawarkan pelajaran berharga bagi negara lain yang ingin meningkatkan sistem kesehatan primer mereka.

Pembicara tamu berikutnya ialah Dr Eduardo P. Banzon dari Asian Development Bank yang menyampaikan terkait Hambatan dalam Optimalisasi Sektor Kesehatan Swasta. Pemerintah menghadapi beberapa kendala utama dalam memanfaatkan sektor kesehatan swasta. Dua diantaranya ialah kapasitas regulasi dan pembelian pemerintah yang masih lemah. Selain itu, ekspektasi sektor swasta sering kali tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah, khususnya terkait paket manfaat dan mekanisme pembayaran. Klinik pelayanan primer swasta yang berskala kecil dan beroperasi secara independen juga menjadi tantangan, mengingat keterbatasan kapasitas manajemen dan kurangnya integrasi atau koordinasi dengan rumah sakit.

Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan pendekatan berbeda dalam memperkuat sistem kesehatan. Jepang dan Eropa dikenal dengan regulasi yang ketat serta kapasitas pembelian yang tinggi. Di Indonesia, pendekatan dilakukan melalui skema kapitasi berbasis kinerja yang dikombinasikan dengan pembayaran berbasis layanan tertentu. Filipina menerapkan undang-undang yang mewajibkan pemerintah bermitra dengan sektor swasta, mengadopsi model dari Thailand. Selain itu, beberapa negara seperti India, Kolombia, dan Filipina mengembangkan sistem penyedia layanan kesehatan swasta yang terintegrasi, menghubungkan rumah sakit dengan fasilitas perawatan primer. Model jaringan klinik pelayanan primer swasta juga menjadi bagian dari perkembangan ini. 

Instrumen Kebijakan, Modalitas dan Mekanisme untuk Layanan Kesehatan Terpadu

Setelah sesi diskusi panel, kegiatan berlanjut dengan sesi pemaparan oleh Professor Eng-kiong Yeoh selaku Direktur Pusat Penelitian Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hong Kong. Prof Eng-Kiong Yeoh memaparkan terkait kerangka konseptual dan struktur program serta instrumen kebijakan, modalitas, dan mekanisme layanan kesehatan terpadu. Saat ini, peningkatan jumlah populasi lansia di seluruh dunia akan berdampak pada meningkatnya prevalensi penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit jantung. Meningkatnya jumlah penderita penyakit kronis membuat sistem kesehatan semakin terbebani. Hal ini karena perawatan penyakit kronis membutuhkan biaya dan sumber daya yang lebih besar dibandingkan dengan penyakit akut.

Wilayah Asia Pasifik, mengalami peningkatan signifikan dalam jumlah penderita penyakit tidak menular (PTM) kronis. Lebih dari 50% kematian di kawasan ini disebabkan oleh PTM. Hal ini berdampak terhadap layanan kesehatan yang diberikan. Timbul suatu masalah yaitu fragmentasi layanan kesehatan. Layanan kesehatan, baik itu perawatan dasar, perawatan khusus, maupun perawatan rujukan, seringkali terpisah-pisah dan tidak terhubung dengan baik. Upaya untuk melibatkan sektor swasta dalam meningkatkan kualitas layanan kesehatan telah dilakukan, namun masih banyak tantangan yang harus diatasi, terutama dalam hal koordinasi antar berbagai layanan. Tantangan lainnya adalah kurangnya integrasi antara layanan kesehatan dengan layanan sosial.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengusulkan sebuah model sistem kesehatan yang terintegrasi, berpusat pada pasien, dan berbasis komunitas. Model ini bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih komprehensif dan berkesinambungan. Integrasi layanan kesehatan sangat penting untuk mengatasi masalah fragmentasi yang ada. Dengan mengintegrasikan layanan, kita dapat meningkatkan akses, kualitas, dan efisiensi layanan kesehatan. Namun, mencapai integrasi bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan koordinasi yang baik antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Selain itu, dibutuhkan pula dukungan kebijakan yang kuat dan mekanisme pembiayaan yang tepat.

Peran Sektor Swasta di Kawasan Asia-Pasifik

Selanjutnya adalah pemaparan dari Professor Siripen Supakankunti selaku Profesor, Pusat Keunggulan Ekonomi Kesehatan, Fakultas Ekonomi, Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand mengenai Peran Sektor Swasta di Kawasan Asia-Pasifik. Sektor kesehatan di Asia-Pasifik menghadapi berbagai tantangan, termasuk perubahan profil epidemiologi, munculnya penyakit baru, dan kesenjangan dalam penyampaian layanan kesehatan. Kualitas layanan kesehatan sering kali dipengaruhi oleh aksesibilitas, kontinuitas, dan koordinasi antara sektor publik dan swasta.

Pembiayaan berkelanjutan menjadi isu penting, di mana sektor swasta berperan dalam menyediakan layanan yang melengkapi kekurangan yang ada di sektor publik. Sektor swasta mencakup semua penyedia dan sumber keuangan yang tidak dikelola oleh pemerintah, baik yang bersifat nirlaba maupun komersial. Di banyak negara, sektor ini menyediakan lebih dari separuh layanan kesehatan, termasuk perawatan primer hingga tersier. Keragaman dalam struktur dan tujuan sektor swasta menciptakan tantangan tersendiri dalam integrasi dengan sistem kesehatan publik.

Sektor swasta dapat terlibat dalam berbagai bentuk meliputi pembayaran, penyediaan layanan dan pengadaan. Keterlibatan ini penting untuk memperkuat sistem kesehatan campuran yang ada, namun juga menimbulkan tantangan terkait regulasi dan pengawasan. Sektor swasta memiliki peran strategis yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas, menciptakan lapangan kerja, dan menyediakan layanan melalui kemitraan publik-swasta. Kontribusi ini sangat penting untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) serta meningkatkan kualitas dan aksesibilitas layanan kesehatan.

Instrumen Kebijakan I: Mekanisme Tata Kelola Sistem Kesehatan & Pembiayaan Publik-Swasta

Pada sesi siang hari kursus kebijakan, peserta mendapatkan materi terkait instrumen kebijakan oleh Profesor Laksono Trisnantoro selaku Guru Besar Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan, Universitas Gadjah Mada, Indonesia. Laksono mengaitkannya pada kerangka WHO Building Blocks. Ia menjelaskan bagaimana kebijakan di tingkat makro, meso, dan mikro saling memengaruhi. Kebijakan tingkat makro, seperti regulasi nasional dan pengelolaan dana, berdampak pada sistem kesehatan secara keseluruhan, sedangkan tingkat meso berfokus pada integrasi layanan kesehatan yang dipimpin oleh primary care. Integrasi ini menghubungkan berbagai elemen, seperti rumah sakit dan klinik, serta memengaruhi kebijakan makro dan praktik klinis di tingkat mikro. Tata kelola yang baik membutuhkan keterlibatan aktif pemerintah, penyedia layanan, serta masyarakat dan organisasi non-pemerintah (NGO) untuk menciptakan sistem yang efisien dan inklusif. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, kewenangan pemerintah dalam sektor kesehatan lebih kecil, sehingga sektor swasta memainkan peran dominan, yang juga memengaruhi kualitas layanan di tingkat klinis.

Dalam pembahasan mengenai pembiayaan kesehatan, Laksono menjelaskan tiga elemen utama: revenue, pooling, dan purchasing-payment. Peserta diajak untuk menganalisis sumber pendapatan kesehatan di negara masing-masing, baik dari sektor publik maupun swasta. Contohnya, di Indonesia, sebagian besar pooling berasal dari BPJS Kesehatan. Ia juga menguraikan tiga bentuk pembayaran dalam layanan kesehatan: alokasi melalui perencanaan sumber daya, pembayaran kepada rumah sakit atau organisasi pelayanan, dan pembayaran langsung kepada dokter. Masing-masing pendekatan memiliki tantangan, seperti rendahnya pemanfaatan layanan dan tingginya angka rujukan dalam pembayaran kapitasi. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi seperti implementasi utilization review (UR) dan pengelolaan pengaduan secara efektif. Tata kelola dan pembiayaan yang baik diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan kepuasan dalam sistem kesehatan.

Instrument Kebijakan II: Peraturan pada Sektor Kebijakan Swasta

Sesi pemaparan instrument kebijakan selanjutnya disampaikan oleh Profesor Adi Utarini. Adi Utarini membahas pentingnya sektor kesehatan swasta dalam sistem kesehatan global, sebagaimana yang diakui oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sektor ini mencakup entitas formal dan informal, baik yang bersifat mencari keuntungan maupun nirlaba, serta melibatkan penyedia layanan domestik dan internasional. Berbagai institusi, seperti klinik, rumah sakit swasta, apotek, hingga penyedia layanan kesehatan tradisional, merupakan bagian dari sektor ini. Secara global, lebih dari separuh layanan kesehatan disuplai oleh sektor swasta, dengan kontribusi yang sangat besar di wilayah seperti Asia Tenggara dan Mediterania Timur. Utarini menekankan bahwa regulasi adalah elemen kunci untuk memastikan kualitas dan keamanan layanan yang diberikan sektor ini. Regulasi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, melindungi konsumen, mengurangi asimetri informasi, dan memastikan perilaku penyedia layanan sesuai standar melalui aturan yang dilengkapi insentif dan sanksi.

Adi Utarini juga menyoroti pentingnya peran regulator dan penyedia layanan kesehatan dalam mendukung keberlanjutan sistem kesehatan. Regulator bertanggung jawab memastikan standar mutu dijalankan secara efektif melalui mekanisme seperti perizinan, sertifikasi, akreditasi, dan pengawasan. Sementara itu, penyedia layanan kesehatan diharapkan mematuhi regulasi dan berkontribusi pada tujuan sistem kesehatan secara keseluruhan. Namun, ia juga menggarisbawahi tantangan dalam mengatur sektor ini, seperti informalitas penyedia layanan, lemahnya penegakan hukum, dan potensi korupsi. Oleh karena itu, diperlukan kerangka regulasi yang adaptif dan pengawasan yang kuat untuk memastikan sektor swasta dapat berkontribusi secara optimal dalam menciptakan layanan kesehatan yang berkualitas, merata, dan berkelanjutan.

 

 

Reporter: Monita Destiwi dan Ester Febe (PKMK UGM)
Editor: Laksono Trisnantoro (PKMK UGM)

Link Terkait