Skip to content

Reportase Forum Nasional XV JKKI – Sesi Pleno 1

Selasa, 28 Oktober 2025

Forum Nasional XV Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) tahun 2025 dibuka dengan suasana penuh semangat di Auditorium Tahir FK-KMK UGM. Kegiatan ini diselenggarakan oleh JKKI bekerja sama dengan Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK-KMK UGM, dengan mengusung tema “Implementasi Kebijakan Transformasi Sektor Kesehatan dalam UU Kesehatan 2023”. Acara pembukaan dipandu oleh dr Maria Silvia Utomo selaku pembawa acara, yang membuka kegiatan dengan mengingatkan bahwa pembukaan Fornas kali ini bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda. Maria menyampaikan harapan agar Fornas XV menjadi wadah kolaborasi lintas sektor dalam memperkuat sistem kesehatan nasional.

Sesi sambutan dimulai dengan Prof. Yodi Mahendradhata selaku Dekan FKKMK UGM. Dalam sambutannya, Prof Yodi menekankan pentingnya transformasi kesehatan sebagai bagian dari misi membangun ketangguhan sistem kesehatan nasional. Program kolaborasi global seperti 100 Days Mission mengangkat komitmen memperkuat kesiapsiagaan menghadapi pandemi di masa depan. Prof Yodi juga menegaskan bahwa JKKI dapat berperan sebagai mitra independen dan kolaboratif dalam menghasilkan kebijakan berbasis bukti. Sebagai akhir, Yodi mengapresiasi pelaksanaan Fornas yang diharapkan dapat melahirkan pemikiran kritis dan rekomendasi tajam bagi penguatan sistem kesehatan Indonesia.

Sambutan berikutnya disampaikan oleh Dr. Lutfan Lazuardi selaku Kepala Departemen Kebijakan dan Manajemen Kesehatan. Lutfan menyoroti bahwa Fornas menjadi forum strategis yang selaras dengan tanggung jawab  departemen dalam mencetak pembelajar dan pemimpin yang adaptif terhadap dinamika kebijakan kesehatan. Harapannya, setelah 15 tahun penyelenggaraan, Fornas semakin berkembang menjadi ruang kolaborasi lintas disiplin, dimana topik-topik yang dimunculkan sangat cocok dengan building blocks yang disajikan di departemen.

Selanjutnya, Dr. Andreasta Meliala, selaku Ketua PKMK FK-KMK UGM, menekankan pentingnya Fornas sebagai ruang berbagi kerangka berpikir dalam memahami dan mengevaluasi implementasi kebijakan. Dr Andreasta menyoroti bagaimana perubahan kecil dalam kebijakan di tingkat pusat dapat menimbulkan dampak besar di lapangan. Andreasta juga mengajak seluruh peserta untuk berpartisipasi aktif menyampaikan situasi di daerah masing-masing agar diskusi dalam Fornas benar-benar menggambarkan kondisi nyata. Di akhir sambutannya, beliau menyampaikan apresiasi kepada Prof. Laksono Trisnantoro sebagai motor penggerak utama JKKI yang telah menjaga keberlanjutan forum ini selama 15 tahun.

Sebagai puncak sesi sambutan, Prof. Laksono, selaku Ketua JKKI, membuka secara resmi Forum Nasional XV. Dalam pengantarnya, Laksono menegaskan bahwa kegiatan ini mendapat perhatian besar dari Kementerian Kesehatan yang hari ini diwakili oleh Wakil Menteri Kesehatan, Prof. dr. Dante Saksono Harbuwono. Prof. Laksono juga menyoroti perjalanan panjang JKKI

sejak awal berdiri, dengan dinamika topik yang berkembang dari isu pembiayaan hingga transformasi sistem kesehatan pasca pandemi. Prof Laksono juga menekankan pentingnya kolaborasi riset dan pembiayaan mandiri, termasuk peran aktif mahasiswa dalam kegiatan Fornas.

Keynote speech disampaikan oleh Prof Dante Saksono Harbuwono Wakil Menteri Kesehatan RI, untuk membuka sesi pleno I. Prof Dante menekankan pentingnya membangun sistem kesehatan yang tangguh dan terintegrasi sebagai pelajaran dari pandemi. UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan menjadi payung hukum bagi visi jangka panjang untuk menciptakan sistem yang kuat, adil, dan berkelanjutan melalui enam pilar transformasi kesehatan. Dante menegaskan bahwa keberhasilan transformasi hanya dapat terwujud melalui keselarasan pemahaman seluruh pihak. Sebagai penutup, Prof. Dante mengapresiasi peran JKKI, PKMK, dan komunitas akademik sebagai mitra strategis pemerintah dalam mengawal implementasi kebijakan menuju Indonesia Emas 2045.

Sesi pleno pertama mengangkat topik “Omnibus Law Kesehatan: Antara Simplifikasi Regulasi dan Potensi Masalah Hukum” dengan narasumber Dr. Rimawati dari Fakultas Hukum UGM, dimoderatori oleh Likke Prawidya Putri, Ph.D, dan dibahas oleh Prof. Laksono Trisnantoro.

Dalam paparannya, Dr. Rimawati menjelaskan bahwa Omnibus Law Kesehatan bertujuan menyatukan berbagai regulasi sektoral guna menciptakan efisiensi dan keselarasan hukum di bidang kesehatan. Namun, di balik upaya simplifikasi tersebut, terdapat sejumlah potensi masalah hukum, antara lain konflik norma, tumpang tindih kewenangan antar lembaga, ketidakjelasan posisi organisasi profesi dan konsil, hingga pelemahan perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan dan pasien.

Dr Rimawati juga menyoroti dinamika uji materiil dan formil UU Nomor 17 Tahun 2023 di Mahkamah Konstitusi, dimana sebagian besar permohonan dari organisasi profesi ditolak karena tidak memenuhi legal standing atau tidak menunjukkan pertentangan konstitusional yang jelas. Rimawati menekankan pentingnya penyusunan peraturan turunan yang adil dan transparan, serta pengawasan hukum yang konsisten agar pelaksanaan undang-undang ini tidak menimbulkan kesenjangan perlindungan hukum.

Menanggapi paparan tersebut, Prof Laksono memberikan refleksi historis atas perjalanan reformasi

kebijakan kesehatan di Indonesia. Prof Laksono  menegaskan bahwa UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan bagian dari proses panjang reformasi untuk memperkuat akses, kualitas, dan kepastian hukum. Menurutnya, fase implementasi dan evaluasi perlu dipisahkan agar efektivitas kebijakan dapat diukur secara objektif, sementara riset implementasi kebijakan menjadi instrumen penting bagi akademisi untuk memastikan kebijakan publik benar-benar berdampak.

Sesi diskusi diwarnai beragam pandangan dari peserta, baik terkait tantangan politik dalam pembentukan kebijakan, netralitas universitas dalam advokasi kebijakan publik, hingga masalah implementasi di lapangan. Dr Rimawati menegaskan pentingnya pemahaman lintas sektor terhadap regulasi agar kebijakan payung tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda-beda. Dr Rimawati menekankan bahwa implementasi UU Kesehatan harus mempertimbangkan konteks lokal tanpa mengabaikan prinsip kesetaraan dan kepastian hukum. Diskusi juga menyinggung perlunya ruang kolaboratif berkelanjutan bagi para akademisi dan praktisi untuk berbagi temuan serta rekomendasi kebijakan. Prof Laksono menutup sesi dengan ajakan agar setelah Fornas kegiatan debat ilmiah yang produktif dapat difasilitasi dalam bentuk kelompok diskusi, bukan hanya forum seremonial. Acara pembukaan diakhiri dengan arahan dari dr Maria selaku MC, yang mengundang seluruh peserta untuk beristirahat sejenak dalam coffee break sebelum melanjutkan ke sesi paralel yang membahas empat topik utama hingga waktu ishoma.

Reporter:
Sensa Gudya Sauma Syahra (PKMK UGM)


 

   Reportase Terkait:

Mempelajari
UU No.17/2023 Tentang Kesehatan

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.