Telah Terbit Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia Edisi Terakhir Tahun 2013

jkki cover

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia (The Indonesian Journal of Health Policy) diterbitkan oleh Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, empat kali setahun (triwulan). Misi Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia adalah menyebarluaskan dan mendiskusikan berbagai tulisan ilmiah mengenai kebijakan kesehatan. Jurnal ini ditujukan sebagai media komunikasi bagi kalangan yang memiliki perhatian terhadap kebijakan kesehatan.

Volume 02/Nomor 04/Desember/2013 yang diterbitkan oleh PKMK FK UGM telah beredar. Edisi terakhir tahun 2013 berisi enam Artikel Penelitian tentang kebijakan dari berbagai daerah di Indonesia. Di samping itu, edisi terakhir diawali dengan sebuah editorial tentang Sinergi Kebijakan Upaya Penghematan Anggaran Belanja Jaminan Kesehatan di Perancis.

Silahkan Anda simak dengan klik untuk setiap artikel. 

Kesimpulan Rangkaian Annual Scientific Meeting (ASM) FK UGM 2013

Laporan pembahasan mengenai strategi untuk pemerataan dokter dan dokter spesialis untuk mendukung BPJS. Laporan ringkas berikut ini berasal dari tiga seminar :

Kegiatan 1 : Sabtu 2 Maret 2013, Sinergi RS Pendidikan dan FK dalam menghadapi BPJS

Rangkaian acara ASM dibuka pada 2 Maret 2013 dan menekankan mengenai pentingnya BPJS dan persiapan sistem kesehatan termasuk rumahsakit, pelayanan preventif dan promotif serta ketersediaan. Namun muncul tantangan berat yaitu kekurangan dokter di berbagai daerah. Hal ini merupakan penyebab kemungkinan kegagalan pemerataan pelayanan kesehatan. Serta muncul kemungkinan anggaran BPJS akan terkuras di berbagai daerah lengkap dengan fasilitas pelayanan kesehatan, yang mempunyai dokter, dan infrastruktur transportasi yang baik. Perlu strategi operasional untuk memperbaiki penyebaran dan retensi SDM ke seluruh wilayah Indonesia.

Kegiatan 2: Senin tanggal 4 Maret 2013, Tata Kelola Pendidikan Residen dalam Konteks Hubungan Fakultas Kedokteran dengan Rumahsakit Pendidikan

Agenda ini untuk membahas tantangan yang dikemukakan pada pertemuan tanggal 2 Maret, yang menghasilkan berbagai pemikiran sebagai berikut :

  1. FK dan RS Pendidikan adalah dua lembaga terpisah yang berbeda. Walaupun terpisah, harus tetap erat. Harus ada perencanaan bersama, termasuk dalam pengembangan residen.
  2. Peserta mencapai kesepakatan bahwa dipandang dari sudut RS pendidikan residen adalah tenaga kerja profesional, bukan siswa. Hal ini akan mempengaruhi aspek hukum termasuk sah tidaknya residen dibayar atau tidak membayar pada saat bekerja di RS.
  3. Residen sebagai pekerja ini merupakan tenaga kontrak sementara setelah berada pada jenjang tertentu. Status ini secara hukum diakui dalam sistem keuangan BLU dapat dapat diberi insentif.
  4. Hubungan antara residen dengan RS Pendidikan dan jaringan pendidikan harus dilakukan dengan cara yang transparan, menggunakan kontrak individual berdasarkan credential dan clinical priviledge.
  5. Perlu ada pendayagunaan residen untuk memenuhi kebutuhan tenaga medik dalam kerangka pemerataan ke daerah dan menyongsong BPJS. Residen tugas belajar dan residen yang lain dapat diwajibkan untuk bekerja di daerah sulit sebagai bagian dari stase pendidikan.
  6. Pengiriman residen perlu dalam konteks pengembangan sistem di RS. Residen diharapkan tidak dikirim orang per orang, namun bersama-sama dengan dukungan sistem telekomunikasi berbasis internet.
  7. Akan dilakukan pengembangan kelompok kerja residen ini secara sistematis dan kontinyu. Komunikasi kegiatan dilakukan melalui www.manajemen-pendidikankedokterankesehatan.net. Pertemuan berikut di FKUI untuk membahas liability residen sebagai tenaga professional.

Kegiatan 3: Rabu danKamis, 6-7 Maret 2013, Kebijakan Retensi dan dukungan pada Dokter dan dokter spesialis agar betah di daerah terpencil

  1. Berbagai konsep kebijakan untuk distribusi dan retensi dokter telah dibahas. Indonesia belum maksimal dalam menetapkan kebijakan retensi. Masih ada banyak peluang untuk pengembangan kebijakan retensi.
  2. Testimoni dokter di Kabupaten Jayawijaya (Lembah Baliem), Kabupaten Panai, dan RS Ende di NTT menunjukkan perlunya motivasi khusus untuk menjadi dokter/dokter spesialis di daerah terpencil.
  3. Penelitian menunjukkan berbagai ciri yang perlu dimiliki oleh dokter untuk bekerja di daerah sulit.
  4. Dokter di daerah sulit perlu support pengembangan Ilmu berbasis jarak-jauh. Dalam hal support ilmu, kondisi ideal adalah perlunya teknologi internet dengan daya minimal 516Kb untuk menyebarkan berbagai ilmu ke daerah sulit. Teknologi ini dapat berupa Speedy Telkom atau VSAT.
  5. Perhimpunan Profesi (IDI, IDAI, dan PAPDI) siap untuk mendukung pengembangan CME melalui program jarak jauh (online)
  6. Support Insentif : Para pembicara dari propinsi Fiskal Kuat (Kalimantan Timur), dan Propinsi Fiskal lemah (NTT) telah memberikan gambaran mengenai support finansial yang cukup untuk hidup di daerah sulit.
  7. Support untuk kehidupan Sosial : Pembentukan forum komunikasi Dokter Rural Indonesia. Kemudian akan dikembangkan dan didukung sementara oleh KMPK FK UGM. Website www.dokter-ruralindonesia.net, akan memuat berita-berita tentang kehidupan dokter di daerah terpencil, Travel Agent dan hotel untuk pengaturan mobilitas, informasi mengenai Boarding School, kegiatan CME yang terkait dengan ikatan profesi, pengembangan ilmu, dan lain-lain.
  8. Pengembangan telemedicine dan teleconference untuk Sister Hospital di NTT. Hal ini dilakukan dalam usaha mengurangi kematian neonatal di RS. Selain itu, akan dilakukan penguatan telemedicine dengan dukungan dari University of Umea Swedia.

Catatan: Kegiatan Annual Scientific Meeting (ASM) ini akan ditindaklanjuti dengan berbagai program operasional di lapangan.

Rangkuman simposium Regional Penelitian dan Pengembangan Kesehatan I

suasana para peserta pra simposiumMinggu lalu telah dilaksanakan simposium dengan tema "Menuju Jaminan Kesehatan Semesta yang Berkeadilan dan Merata" pada tanggal 9-12 Oktober 2012 di Inna Garuda Hotel, Yogyakarta. Simposium terbagi menjadi 2 agenda yaitu tanggal 9-10 Oktober 2012: Pre Simposium dengan kegiatan berupa Workshop and Training dan tanggal 11-12 Oktober 2012: Simposium dan Exhibition serta Poster Session.

Menteri Kesehatan dalam sambutannya yang disampaikan oleh Prof Ali Gufron Mukti mengatakan bahwa dukungan penelitian dan kajian masih sangat diperlukan sehingga diharapkan Litbangkes dapat bertindak sebagai motor penggerak. Jaminan semesta masih perlu dukungan berbagai peraturan untuk mewujudkan masyarakt sehat. Perangkat perundangan perlu disiapkan. Masih ada beberapa Perpres yang harus disiapkan termasuk juga beberapa peraturan presiden yang harus disesuikan. Menkes berharap agar melalui symposium regional ini akan muncul ide dan pemikiran baru dari para peneliti, bukan saja penyempurnaan konsep dan operasional UHC melainkan juga pemikiran istimewa berupa inovasi karena kebijakan kesehatan harus berbasis pada bukti, berupa hasil-hasil penelitian. Oleh karena itu para peneliti harus selalu meningkatkan kemampuan, saling bertukar informasi dan berkolaborasi dalam penelitian demi pelayanan kesehatan yang terjangkau demi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Dalam keynote speech yang disampaikan pada tanggal 11 Oktober 2012, Prof Ali Gufron Mukti selaku Wamenkes dan juga ketua kelompok kerja universal health coverage mengungkapkan bahwa dalam jaminan kesehatan semesta 2014, terdapat tiga stakeholder utama, yaitu pengelola, fasilitas kesehatan, dan peserta asuransi kesehatan. Dengan beralihnya pengelola jaminan kesehatan ke BPJS, maka Pemerintah berganti berperan sebagai regulator yang menangani system kesehatan, referral, peningkatan kualitas pelayanan, mangatur supply, tariff, dan cost sharing. Persiapan implementasi jaminan kesehatan semesta meliputi aspek keanggotaan dan tariff; pelayanan kesehatan dan paket manfaat; transformasi peraturan, program dan institusi.

Tantangan dan ancaman terkait dengan Universal Coverage menjadi bahasan utama dalam sesi panel 1 narasumber dari Dr Khandit (WHO), serta narasumber dari Thailand dan India yang mengungkapkan tentang pengalaman Thailand dan India dalam Universal Coverage serta Dr dr Triono, M.Sc .

Health system Strengthening and Determinant of Health merupakan bahasan panel 2 narasumber dari para peneliti dan para pakar bidang kesehatan seperti, dr Suwarta Kosen, MPH., DrPH (Litbangkes), Prof Laksono Trisnantoro (FK UGM), Dr Triono Soendoro, PhD, Prof Charles, Prof Umar Fahmi dan lain untuk info lebih jauh silahkan klik disini.

National Input for Achieving Universal Health Coverage in Indonesia

Seminar dan Call for Paper National Input For
Achieving Universal Health Coverage In Indonesia

Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Managemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) FK UGM didukung oleh Kementerian Kesehatan melaksanakan kegiatan National Input for Achieving Universal Health Coverage in Indonesia pada tanggal 28 - 29 Mei 2012. Kegiatan akan berusaha mendapatkan input dari berbagai pihak terhadap implementasi BPJS Kesehatan di Indonesia.

Untuk bapak/ibu yang tidak bisa hadir dalam kegiatan tersebut, maka kegiatan tersebut juga akan disiarkan juga secara live streaming. Oleh karena itu, jika berkenan silahkan melihat secara langsung dengan mengklik website : www.ehealthindonesia.com/webinar mulai pukul 09.00 wib.

Pembicara seminar dalam kegiatan tersebut adalah :

  1. Dr.dr. H. Tubagus Rachmat Sentika, Sp.A. MARS (staf Ahli Menkokesra)
  2. Prof. dr. Ali Ghufron Mukti (Wakil Menteri Kesehatan RI)
  3. Isa Rahmatarwata (Kepla Biro Perasuransian Kemenkeu RI)
  4. Prof. dr. Hasbullah Thabrany (FKM UI)
  5. Panos Kanovos Ph.D (London School of Economic, UK)
  6. Prof. Chih-Liang Yaung (Former Minister of Health,Taiwan)
  7. Dr. Rob Yates (Senior Health Economic, WHO)
  8. Marty Markinen (Joint Learning Network for UHC)
  9. dr. Supriyantoro Sp.P MARS (Dirjen Bina Upaya Kesehatan)
  10. Dr. dr.Sutoto M.Kes (Ketua Persi)
  11. Dr. Zaenal Abidin MH (Ketua IDI terpilih 2012-2015)
  12. dr. Luthfi Mardiansyah (Ketua International Pharmaceutical Manufacturing Group - IPMG)
  13. Drs. Nurul Falah EP, Apt (Sekjen Ikatan Apoteker Indonesia)

Pembahas dalam acara :

  1. drg. Usman Sumantri M.Sc (Ketua PPJK Kemenkes)
  2. Prof. dr. Laksono Trisnantoro (FK UGM)
  3. Prof. Budi Sampurno (Staf Ahli Menkes)
  4. Prastuti Soewondo Ph.D (Setwapres RI)
  5. dr. Maya Rusady (PT. Askes)
  6. dr. Tono Rustiono (PT. Askes)
  7. dr. Togar S (PT.Askes)

TEMA DISKUSI :

  • Talkshow : Kesiapan Pemerintah dalam Implementasi Universal Health Coverage di Indonesia
  • Peran Ekonomi Kesehatan dalam Pencapaian Universal Health Coverage di Indonesia
  • Peran Penting Infrastruktur Kesehatan Dalam Implementasi SJSN Pasca UU BPJS
  • Call for Paper dan Workshop Kebijakan terkait :
    • Kelompok Perumusan Kebijakan
    • Kelompok Sumber Daya
    • Kelompok Penghitungan Premi dan Benefit Package
    • Kelompok Kelembagaan

Mengapa perlu ada berbagai website?

Penulis:
Laksono Trisnantoro

Pengantar: Ada beberapa pertanyaan mengapa 4 website (manajemen rumahsakit, manajemen pelayanan kesehatan, manajemen pembiayaan, dan manajemen pendidikan tenaga kesehatan dan kedokteran) di dalam www.kebijakankesehatanindonesia.net saling terkait? Sebagai catatan di dalam website ini ada 2 kelompok besar:

  1. Kelompok di sistem pelayanan kesehatan yang mencakup Birokrat sistem kesehatan (Kemenkes, dan Dinas Kesehatan), Manajer rumahsakit dan puskesmas; dan manajer lembaga yang mengurusi pembiayaan seperti di Kementerian Keuangan, Bappenas, Kemenkes, BPJS, dan perusahaan-perusahaan asuransi kesehatan.
  2. Kelompok di sistem pendidikan tenaga kesehatan mencakup para pimpinan perguruan tinggi kedokteran dan kesehatan.

Website yang ada ditujukan agar ada pemahaman yang sama dan saling berkomunikasi antar pemimpin di sistem pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan tenaga. Mengapa berbagai pemimpin dalam sistem kesehatan dan sistem pendidikan perlu berkomunikasi?

        Secara praktis, para pemimpin di sistem pendidikan tinggi kesehatan perlu memahami bagaimana dinamika terjadi di sistem pelayanan kesehatan (rumahsakit, pembiayaan, asuransi kesehatan,dan sebagainya). Sebaliknya pemimpin di sistem pelayanan kesehatan perlu memahami bagaimana proses pendidikan tenaga kesehatan serta dukungan perguruan tinggi untuk pengembangan pelayanan.

        Dalam artikel di Lancet di tahun 2010 (www.thelancet.com/journals/lancet/article) terdapat kerangka sistem menarik mengenai hubungan keduanya yang berdasarkan hukum ekonomi, demand and supply, sebagai berikut:

pengantar2april

Dalam keterkaitan ini ada berbagai isu penting yang perlu dipahami oleh pengelola lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan lembaga pelayanan kesehatan.

Isu-isu tersebut antara lain:

  1. Isu pemerataan penyediaan pelayanan kesehatan (health service provision) dan kesempatan mendapat pendidikan (Medical education provision).
  2. Perubahan ideologi (Transisi Ideologis) yang saat ini terjadi di sistem pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan kesehatan. Ideologi ini terkait dengan peran negara dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan tenaga kesehatan.

Isu Pemerataan di sektor kesehatan
         Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan melalui pelayanan kesehatan yang bermutu.

  • Sistem Jaminan kesehatan seperti Jamkesmas telah berhasil memberikan akses lebih banyak kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga meningkatkan demand.
  • Jamkesmas dan Jampersal masih belum meningkatkan akses bagi masyarakat miskin yang berada di tempat sulit. Hal ini disebabkan karena pemberi pelayanan kesehatan (rumahsakit dan tenaga kesehatan masih belum merata).Risiko bayi meninggal di Papua masih jauh lebih besar dibanding bayi di Jawa.
  • Dalam konteks penyediaan tenaga dokter, data menunjukkan bahwa masih cenderung berkumpul di Jawa.

Isu Pemerataan pendidikan
        Pendidikan kedokteran harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, khususnya isu: (1) sulitnya masyarakat di daerah yang tidak maju untuk menjadi dokter karena tes akademik yang mengurangi kesempatan; (2) mahalnya biaya pendidikan kedokteran yang pada ujungnya berdampak pada mahalnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat, dan (3) lokasi fakultas kedokteran yang berada di daerah maju. Dampak tersebut tentu saja membawa dampak buruk bagi masyarakat miskin, yang semakin sulit mengakses pelayanan kesehatan karena keterbatasan tenaga dokter dengan budaya yang cocok, kualitas yang memadai, dan kemauan mengabdi.

Isu Ideologis
       Dalam konteks cara pandang (ideologi) di dalam sektor kesehatan perlu dilihat mengenai peran Pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan kedokteran. Dalam konsep Lancet di atas terlihat bahwa model penyediaan berbasis pasar perlu mempunyai peran aktif pemerintah. Pemerintah perlu mendanai sistem pendidikan dan sistem kesehatan, mengatur peran swasta, dan distribusi supply tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan. Tanpa ada peran pemerintah maka hukum pasar yang akan berjalan sehingga yang terjadi adalah ideologi pasar. Di Indonesia , selama kurun waktu 40 tahun terakhir ini berjalan hukum pasar yang fundamental, termasuk dalam sistem pendidikan tenaga kesehatan khusus pendidikan dokter, termasuk residen.

       Sektor dengan persaingan bebas mempunyai ciri kekuatan permintaan dan penyediaan jasa yang tidak diintervensi pemerintah. Akibatnya dapat terjadi sebuah kegagalan pasar dimana masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan dalam meminta (masyarakat tidak mampu) akan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan atau pendidikan tinggi kedokteran.

       Namun sejak reformasi politik di tahun 1998 dan terjadinya pemilihan pemimpin negara dan daerah secara langsung, pelan namun pasti, kesehatan menjadi isu politik yang menunjukkan adanya (1) ideologi politik; dan/atau untuk (2) keperluan pencitraan partai dan pemimpin politik.

       Oleh karena itu, dipandang dari aspek sejarah, pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini mengalami apa yang disebut sebagai transisi ideologis. Pemerintah semakin berperan dalam pembiayaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dalam konteks ideologi, pemerintah semakin menerapkan welfare state atau sosialisme dalam sektor kesehatan. Dalam 12 tahun terakhir berbagai kebijakan publik untuk jaminan kesehatan berjalan dengan berbagai nama: Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan, Askeskin, Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal, sampai terakhir adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional yang termasuk kesehatan.

       Namun perlu dicatat bahwa transisi ini beranjak dari sistem pelayanan kesehatan yang berbasis pasar, dimana para pelaku kesehatan sudah terbiasa dengan hukum pasar yang liberal tanpa peran negara cukup. Saat ini peran pendanaan dan pelayanan kesehatan swasta sangat besar, dan tidak akan tergantikan oleh SJSN karena keterbatasan kemampuan fiskal pemerintah. Dengan demikian ada situasi campuran antara pendanaan pemerintah dan masyarakat/swasta.

        Bagaimana dengan transisi ideologis di pendidikan tenaga kesehatan? Saat ini mekanisme pasar terjadi di pendidikan tenaga kedokteran. Pendidikan yang sebenarnya merupakan public goods berubah menjadi private goods. Selama ini sistem pasar di pendidikan tenaga kedokteran berjalan sangat liberal tanpa peraturan cukup, termasuk di pendidikan spesialis-subspesialis. Peserta pendidikan hanya yang mampu membayar dengan besaran yang tinggi. Setelah lulus, pengeluaran yang dilakukan dalam masa pendidikan dapat disebut sebagai investasi yang perlu dikembalikan.

        Jika situasi pendidikan ini dibiarkan maka akan tidak cocok dengan perkembangan sistem jaminan dan masalah pemerataan tenaga kesehatan. Dokter umum dan dokter spesialis yang dihasilkan menjadi dokter yang cenderung materialistik dan enggan untuk ditempatkan di daerah sulit.

        Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dalam pendidikan tinggi kedokteran. Instrumen kebijakan seperti subsidi untuk lembaga pendidikan, diberikan ke fakultas kedokteran. Beasiswa diberikan ke peserta didik pendidikan kedokteran. Perlu ada kebijakan afirmatif untuk rekrutmen mahasiswa kedokteran.

        Akan tetapi disadari bahwa peran pemerintah tidak boleh membelenggu kemajuan ilmu pengetahuan dan minat serta kemampuan masyarakat. Oleh karena itu fakultas kedokteran swasta masih tetap dapat berjalan, dan fakultas kedokteran pemerintah diperbolehkan untuk menerima dana masyarakat dengan pengendalian. Hal ini penting karena kemampuan fiskal pemerintah tidak akan cukup untuk mendanai sektor pendidikan tenaga kesehatan seluruhnya.

        Peran pemerintah dalam pendidikan kedokteran tidak terbatas pada pemberi dana untuk mengatasi kegagalan pasar. Pemerintah dapat berfungsi lebih jauh sebagai pengendali mutu pendidikan. Dalam konteks hubungan pemerintah dengan pelaku pendidikan memang ada kecenderungan untuk menyerahkan ke elemen-elemen dalam masyarakat dalam civil-cociety seperti ikatan profesi ataupun asosiasi lembaga dan berbagai lembaga independen. Akan tetapi penyerahan ini perlu dilakukan secara bijaksana karena mempunyai risiko sektor pendidikan menjadi sulit dikelola dan pemerintah akan kehilangan peran sebagai penanggung jawab utama sektor pendidikan.

        Oleh karena itu, dengan inisiatif DPR dilakukan penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran yang secara ideologis berusaha mengendalikan atau mengurangi dampak negatif pasar liberal di pendidikan dokter dan spesialis. Hasilnya masih kita tunggu dalam waktu dekat ini.

Pertanyaan penting: Apa yang menjadi masalah dalam masa transisi ideologis ini? Apakah transisi dapat berjalan baik di sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan? Ataukah hanya pencitraan politik?

Ada berbagai isu yang penting dalam transisi ini yang akan terus dibahas sebagai berikut:

  1. Kesiapan dokter dan perhimpunan profesi dalam transisi ideologis ini termasuk perubahan cara hidup sebagian dokter.
  2. Kesiapan pemerintah dalam melaksanakan transisi ideologis ini agar tidak menjadi wacana, atau alat pencitraan politik.
  3. Kesiapan para pemimpin dan manajer lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan untuk memahami transisi ideologis dan menyiapkan berbagai hal agar terjadi pelaksanaan yang baik.

Isi website ini akan mencoba terus membahas berbagai hal ini. Silahkan mengikuti.

 

 

pengantar dari penyusun

 

Cakupan kebijakan kesehatan antara lain: kebijakan pembiayaan, kebijakan rumahsakit, kebijakan jaminan kesehatan, kebijakan kesehatan ibu dan anak, dan kebijakan desentralisasi kesehatan. Dalam website ini, para pengguna dapat secara interaktif membahas berbagai isu kebijakan kesehatan dalam konteks memperkuat sistem kesehatan (health system strengthening).

Minggu Ini 23 - 28 Januari 2012

Pada minggu ini akan dilaporkan kegiatan "Moving Towards Universal Health Coverage: Health Financing Matters. Bangkok, Thailand 24 - 28 January 2012". Kegiatan ini dapat dikuti dengan klik di sini. Selain itu akan ada diskusi mengenai Dewan Penasihat RS oleh Dr Chalik Marsulili. Bahan diskusi akan dapat anda download pada hari Rabu 25 Januari 2012. Perlu kami sampaikan bahwa akan dilakukan beberapa penyempurnaan tampilan maupun isi website ini dalam rangka persiapan launching pada bulan Februari. Untuk itu mohon maaf bila ada sedikit masalah dalam mengaksesnya.

Website Isu Prioritas

Website ini dikembangkan oleh Divisi Manajemen Bencana, Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (PMPK FK UGM) bekerjasama dengan WHO dan Pusat Penanganan Krisis (PPK-Kemenkes). Website ini bertujuan untuk mengembangkan Pelatihan Regional Disaster Plan dan Hospital Disaster Plan.

Website ini dikembangkan sebagai sarana pengembangan kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dalam mencapai indikator Millenium Development Goal 4 dan 5 yang merupakan barometer pelayanan kesehatan ibu dan anak.

 

 

Website ini didedikasikan untuk pengembangan mutu pendidikan kedokteran di Indonesia yang meliputi pendidikan dokter, pendidikan dokter residen sampai ke pendidikan dokter yang bertugas dalam fungsi kesehatan masyarakat.
Ada empat tema pokok yang dibahas yaitu: Pengembangan kurikulum agar cocok dengan kebutuhan rakyat Indonesia, Pengembangan sistem manajemen lembaga pendidikan kedokteran, Kebijakan dan Prosedur Akreditasi Institusi Pendidikan, dan Peningkatan Kualitas Institusi Pendidikan Dokter

Website ini dikembangkan khusus untuk mendukung implementasi kebijakan desentralisasi kesehatan di Indonesia dan dikelola oleh Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.Sebagaimana kita ketahui, desentralisasi kesehatan membawa perubahan besar di setiap level sistem. Perubahan yang terjadi, baik yang berpengaruh positif maupun negative sebaiknya dikomunikasikan diantara para pelaksana dilapangan. Satu hal yang seharusnya ada dalam pemikiran kita, adalah kita semua masih dalam proses pembelajaran. Pengalaman dalam melakukan implementasi kebijakan akan berbeda disetiap tempat. Dengan mengkomunikasikan pengalaman yang ada, kita dapat memperoleh keuntungan melalui proses pembelajaran ini.

  • 1
  • 2