Laporan Hari I  Laporan Hari II  Laporan Hari III 

 

Mengikuti Forum Internasional mengenai Quality and Safety di Paris
Rabu sampai dengan Jumat, 17 – 20 April 2012.

Pelapor: Laksono Trisnantoro

Pengantar
Laporan ini ditulis secara harian dengan menggunakan perspektif apa yang terjadi di Indonesia dalam konteks perkembangan ilmu di pertemuan tersebut. Metode penulisan melalui refleksi materi yang ada di pertemuan, dalam konteks keadaan di Indonesia. Refleksi ini bersifat subyektif.

Pada hari Rabu tanggal 18 April 2012, Pertemuan ke 17 International Forum on Quality and Safety in Healthcare dibuka di Paris. Peserta pertemuan ada 2700 org dari 76 negara.

hari1Dalam pertemuan ini dilakukan penggunaan model mengikuti seminar remote area di Jepang, Selandia Baru dan berbagai tempat lain. Topik besar pertemuan ini adalah Solutions for Tough Times. Mengapa tema ini dipakai? Hal ini disebabkan fakta bahwa di negara-negara maju, khususnya di Eropa saat ini sedang dilanda krisis moneter sehingga perlu penghematan di berbagai sektor. Kesehatan termasuk di dalamnya.

Pertemuan tahun ini dibuka dengan Keynote Speaker pertama oleh Maureen Bisognano, President dan CEO Institute for Health Care Improvement. Pada intinya Maureen menyatakan bahwa pelayanan kesehatan perlu memperbaiki diri dan merubah model bekerjanya. Jangan sampai pelayanan terkotak-kotak dan berada pada silo masing-masing. Pelayanan kesehatan perlu membuka diri dan berusaha mengurangi biaya tanpa menurunkan mutu.

Lebih lanjut dinyatakan bahwa pelayanan kesehatan harus melihat ke depan dari segi pasien yang harus diperhatikan apa kebutuhan dan apa yang diperlukan, organisasi pelayanan kesehatan yang perlu diberdayakan terus menerus, dan masyarakat yang harus mengelola sistem kesehatannya dengan lebih proaktif dan memperhatikan determinan sosial kesehatan. Khusus untuk pasien, perlu diperhatikan benar adalah apa saja yang mempengaruhi kesehatan pasien dan kebutuhannya. Disarankan agar para pasien lebih aktif untuk memperkuat diri-sendiri.

Dalam pengamatan sebagai peserta, memang isi Forum Internasional ini banyak membahas kasus-kasus di negara maju. Namun justru hal ini menarik karena sistem pelayanan kesehatan Indonesia dapat mengetahui perkembangan di negara maju sekaligus untuk meningkatan apa yang terjadi di dalam negeri.

Setelah Keynote adress 1, dilanjutkan dengan seminar paralel. Dalam rangka mengetahui lebih mendalam bagaimana manajemen perubahan dan budaya organisasi, saya memilih sesi-sesi yang terkait dengan manajemen perubahan dan budaya yang terkait dengan mutu pelayanan.

Dalam hal ini ada pembicara dari NHS Inggris yang menggambarkan bagaimana perjalanan merubah cara pandang dan peran kepemimpinan dalam pelayanan kesehatan. Perubahan di sektor kesehatan perlu menggunakan model perubahan yang terjadi di sektor lain, khususnya perubahan sosial. Tidak mungkin melakukanperubahan tanpa mengkampanyekan perlunya aksi, mengajak banyak pihak untuk melakukan perubahan, dan untuk merencanakan bagaimana cara bekerja perubahan sendiri.

Sesi ini menarik karena dilakukan oleh 3 wanita muda yang menjadi motor penggerak untuk perubahan di NHS Inggris. Kasus yang dipergunakan adalah masalah dementia yang semakin banyak terjadi diInggris. Dalam melakukan perubahan dalam pengelolaan dementia ini ditekankan perlunya memahami berbagai stakeholders dalam jaringan dementia. Susunan stakeholders tentunya banyak, dan tidak hanya dari sektor kesehatan saja. Para stakeholder ini yang akan menangani perubahan secara menyeluruh.

Ditekankan bahwa penggunaan model stakeholders dalam jaringan ini membutuhkan komitmen dari para pelaku. Komitmen ini akan memberikan passion dari para pelaku. Disamping itu perubahan perlu mempunyai kepemimpinan yang kuat dari nasional sampai ke dalam pelayanan sehari-hari.

Kasus dementia ini sangat menarik apabila konsep manajemen perubahannya diaplikasikan di Indonesia. Salahsatu hal yang saat ini sedang dikerjakan di Indonesia adalah bagaimana mengurangi kematian ibu dan bayi (indikator MDG) melalui perbaikan mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak. Terlihat bahwa apa yang dikerjakan di Indonesia dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak ternyata mempunyai konsep yang sama dengan apa yang dilakukan di Inggris dengan kasus dementia. Pendekatannya sama dimana dimulai dari perubahan cara pandang stakeholders mengenai pelayanan kesehatan (Lihat policy paper untuk pelayanan kesehatan ibu dan anak) yang mengacu ke kegiatan kesehatan dan pelayanan di hulu (di masyarakat) dan di hilir (di puskesmas dan rumahsakit).

Jika dibandingkan terlihat ada prinsip-prinsip yang sama yaitu sasaran perubahan harus jelas, tidak abu abu dan dapat terukur. Perubahan ini perlu ada dukungan dari seluruh stakeholders, dan masing-masing mengembangkan komitmen sesuai tugas dan peran masing-masing. Ditegaskan bahwa program harus mengambil keuntungan dari anggota jaringan yang mempunyai kekuatan masing-masing.

Dalam sesi ini Helen Bevan dari BMJ menutup dengan pernyataan bahwa ada paradigma baru dalam manajemen perubahan di sektor kesehatan, yaitu:

  1. Harus melakukan mobilisasi sehingga mendapatkan orang-orang yang passion (semangat, mempunyai kenikmatan dalam bekerja, mempunyai kepemilikan) pada tugasnya
  2. Mempunyai isu yang harus diperhatikan segera
  3. Mengajak banyak pihak untuk berpatisispasi
  4. Perubahan tidak hanya dalam satu lembaga, tetapi seluruh sistem kesehatan termasuk yang ada di luar rumahsakit.

Paradigma baru tersebut sangat cocok untuk merubah pelayanan kesehatanibu dan anak di Indonesia agar tidak statis seperti yang ada pada saat ini.

Sesi-sesi berikutnya banyak membahas mengenai bagaimana perubahan mutu disertai dengan perubahan biaya yang masuk akal.

gbrparis

Sir Liam Donaldson memberikan keynote adress yang banyak membahas
masalah budaya dalam mutu

Sebagai pembicara kunci kedua adalah Sir Liam Donaldson dari WHO. Salahsatu inti pembicaraannya adalah bagaimana budaya mutu dapat ditingkatkan melalui berbagai kegiatan secara rinci, termasuk cara presentasi hasil laporan mutu.

Ditekankan bahwa laporan yang keliru atau kurang tepat penyampaiannya merupakan salahsatu penyebab terbakarnya pesawat ulang-alik Columbia waktu masuk kembali ke atmosfir bumi. Dalam hal ini memang disadari bahwa masalah terkait dengan budaya merupakan hal yang kompleks dan membutuhkan penanganan detil dan sistemik, bukan individual(Bersambung).