Reportase 18th Postgraduate Forum on Health Systems and Policies 2024

HARI 1:

 

Selasa, 6 Agustus 2024

PKMK-Kuala Lumpur. Sejumlah peneliti dari Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK), FK-KMK, Universitas Gadjah Mada mengikuti konferensi 18th Postgraduate Forum on Health Systems and Health Policies. Tahun ini Postgraduate Forum on Health Systems and Policies mengusung tema Evidence-Based Policy for Health Reform. Kegiatan berlangsung selama dua hari yaitu pada 6-7 Agustus 2024 diselenggarakan oleh Faculty of Medicine, Universiti Kebangsaan Malaysia. Konferensi ini juga merupakan kolaborasi 3 universitas yaitu Universiti Kebangsaan Malaysia, Prince of Songkla University di Thailand dan Universitas Gadjah Mada di Indonesia.

Pada hari pertama, kegiatan dimulai dengan Keynote Address oleh Prof. Emeritus Dato Dr. Syed Mohamed Al-Junid, menyatakan forum ini berfokus pada penggunaan bukti untuk mendukung transformasi kesehatan dan penerapannya dalam kebijakan berbasis bukti di masa depan. Adanya keterlibatan Malaysia, Indonesia, dan Thailand ikut berkontribusi dan memfasilitasi pembelajaran dalam rangka mengikuti perkembangan global.

Keynote Address: Evidence-Based Policy For Health Reform

Prof. Emeritus Dato Dr. Syed Mohamed Al-Junid menyampaikan bahwa reformasi sektor kesehatan melibatkan proses perubahan mendasar yang berkelanjutan dalam kebijakan kesehatan dan pengaturan institusi. Perubahan yang terarah ini bertujuan untuk mencapai efisiensi, keadilan, dan efektivitas dalam sektor kesehatan. Reformasi sektor kesehatan mencakup berbagai aspek, seperti penetapan kebijakan, penyempurnaan kebijakan yang ada, serta reformasi institusi yang menjalankan kebijakan tersebut, termasuk sistem, penyampaian layanan, pendanaan, dan institusi. Di sisi lain, reformasi perawatan kesehatan bersifat lebih luas dan melibatkan sektor sosial lainnya, bukan hanya sektor kesehatan itu sendiri.

Selain itu, kebijakan kesehatan berbasis bukti adalah kunci dalam mengarahkan reformasi kesehatan yang efektif. Aspek-aspek utamanya meliputi penggunaan sistematis dari penelitian, penilaian kritis, transparansi, pemantauan hasil, keterlibatan pemangku kepentingan, dan masalah data. Reformasi sistem kesehatan diperlukan untuk mengatasi masalah seperti akses kesehatan yang tidak memadai, kekurangan sumber daya, penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan layanan yang tidak responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Namun, reformasi sering menghadapi berbagai hambatan, termasuk resistensi politik, kurangnya konsensus, serta tantangan dari para profesional kesehatan. Di akhir sesi, Prof. Emeritus Dato Dr. Syed Mohamed Al-Junid juga menyampaikan kolaborasi antara pembuat kebijakan, peneliti, penyedia layanan kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya sangat penting untuk keberhasilan implementasi reformasi berbasis bukti.

pgf1Plenary I

Topic: Evidence from Systematic Review and Network Meta-Analysis: Evidence-Based Healthcare and Practice
Speaker: Prof. Dr. Tippawan Liabsuetrakul (Prince of Songkla University, Thailand)

Setelah keynote address, forum dilanjutkan dengan sesi pleno pertama yang membahas tentang Evidence From Systematic Review and Network Meta-Analysis: Evidence-Based Healthcare and Practice oleh Prof. Dr. Tippawan Liabsuetrakul. Pada pleno pertama, Tippawan menjelaskan tentang systematic review atau tinjauan sistematis merupakan kunci utama untuk sintesis penelitian pada pertanyaan sistematis dengan strategi pencarian komprehensif. Sementara network meta-analysis (NMA) merupakan metode statistik yang dikombinasikan dengan temuan studi individu. Berdasarkan observasi Tippawan, publikasi artikel terkait NMA dari 2002 hingga 2018 mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Namun, jumlah artikel NMA ini banyaknya dipublikasi dari negara maju atau institusi yang berada di negara maju. Kemudian, Tippawan juga menemukan bahwa ketersediaan artikel publikasi NMA dengan filter systematic review dari 1999 hingga 2024 terdapat 10.519 publikasi.

Tippawan juga memaparkan contoh dari penggunaan systematic review dan network meta-analysis pada penggunaan obat untuk penanganan preeclampsia. Kedua pendekatan dilakukan dengan menggunakan beberapa kata kunci seperti “prevention of preeclampsia,” “medications,” dan “meta-analysis” dengan menerapkan filter “systematic review”. Dari studi tersebut, Tippawan menyampaikan bahwa tidak ada satu evidence terkait pengobatan yang menjadi lebih unggul dari yang lain untuk penanganan preeclampsia. Bentuk pengobatan seperti antiplatelet, calcium dan antioxidants ditemukan lebih bermanfaat dari pada plasebo.

 

pgf2Plenary II

Topic: Post Covid Healthcare Reform in Indonesia
Speaker: Prof. dr. Laksono Trisnantoro, Msc, PhD (Universitas Gadjah Mada, Indonesia)

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc, PhD menjadi narasumber kedua pada 18th Postgraduate Forum on Health System and Policies. Laksono membahas reformasi sistem kesehatan di Indonesia pasca COVID-19. Pihaknya menyoroti tiga poin penting: sejarah reformasi kesehatan, pelayanan kesehatan era pandemi, dan kemajuan serta tantangan setelah UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan berlaku. Reformasi politik tahun 1998 memperkuat undang-undang kesehatan, tetapi implementasinya belum optimal, terutama dalam hal sinergi antar undang-undang, reformasi SDM Kesehatan, layanan medis, dan layanan primer. Akibatnya, selama 20 tahun sebelum COVID-19, sistem kesehatan tidak efektif, efisien, dan adil, tercermin dari disparitas layanan, ketimpangan distribusi SDM kesehatan, dan ketimpangan klaim layanan BPJS Kesehatan.

Meskipun biaya klaim BPJS Kesehatan menurun selama pandemi, tantangan pembiayaan tetap ada. Segmen PBI selalu surplus, sementara segmen lain mengalami defisit, menunjukkan perbedaan akses layanan. Persentase belanja kesehatan dari GDP Indonesia masih rendah, dan peran pembiayaan swasta termarginalisasi. Pandemi COVID-19 memberikan tantangan besar, tetapi juga menjadi momentum bagi Kementerian Kesehatan untuk melakukan reformasi sistem kesehatan melalui Transformasi Kesehatan, yang diperkuat dengan UU Nomor 17 tahun 2023.

Undang-undang ini memperkuat posisi pemerintah dalam sinkronisasi dan koordinasi sektor lain terkait kesehatan. Tantangan ke depan meliputi penguatan layanan primer, perluasan layanan, peningkatan SDM Kesehatan, dan mengatasi tantangan pembiayaan. Kolaborasi dengan organisasi independen untuk memantau implementasi sistem kesehatan juga penting untuk memastikan keberhasilan reformasi kesehatan di Indonesia pasca pandemi.

Reporter: Agus Salim, MPH., Tri Muhartini, MPA., dan Candra, MPH