RS Islam Harus Berbadan Hukum
Jakarta, PKMK. Dampak kewajiban rumah sakit swasta Islam yang tidak memiliki badan hukum khusus rumah sakit dapat terjadi pada banyak pihak. Dari empat rumah sakit Islam di Jakarta saja, jumlah orang terdampak itu mencapai setidaknya 8 ribu orang. Bila empat rumah sakit itu tidak beroperasi akibat tidak adanya hukum itu, orang-orang tersebut berpotensi dirugikan karena tidak bisa berobat ataupun bekerja, ungkap M. Iqbal Rais, Wakil Sekretaris Majelis Pembina Kesehatan Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah (7/5/2013).
Iqbal mengatakan, empat rumah sakit itu adalah RSIJ Cempaka Putih, RS Islam Pondok Kopi, RS Islam Sukapura, dan RSJ Islam Klender. Empat rumah sakit itu menampung pasien rawat jalan rata-rata 1.967 orang per hari. Sedangkan angka rata-rata pasien rawat inap adalah 617 orang per hari. Dalam sebulan ataupun setahun, angka pasien tersebut tentu lebih banyak lagi. Total pegawai di empat rumah sakit itu sebanyak 2.845 orang. Itu terdiri dari dokter, perawat, bidan, tenaga penunjang medis, dan tenaga non-medis. "Semua orang itu berpotensi dirugikan karena empat rumah sakit itu kini tidak punya badan hukum khusus rumah sakit," ujar dia.
Lebih jauh dia mengatakan, Asosiasi Rumah Sakit Nirlaba (Arsani) mendukung langkah judicial review yang sekarang dilakukan Muhammadiyah pada sejumlah pasal ataupun ayat yang ada dalam Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, yang mengharuskan adanya badan hukum khusus itu. Dalam Arsani, selain rumah sakit Islam, ada kelompok rumah sakit Katolik, Protestan, dan swasta biasa. "Mereka mengatakan, keharusan punya badan hukum khusus itu menyulitkan. Kalau misalnya akan berubah dari rumah sakit biasa ke rumah sakit pendidikan, repot," ucap Iqbal. Rumah sakit yang dikelola oleh Al Irsyad, Carolus, dan Atmajaya, juga berpotensi terdampak oleh keharusan memunyai badan hukum khusus itu.