Laporan Diskusi Makan siang:
Memahami Pelaksanaan Kebijakan Asuransi Kesehatan Sosial di Vietnam dalam Konteks Perkembangan di Indonesia
Jogjakarta, 14 Februari 2017
Reportase oleh: Budi EkoSiswoyo, MPH
Notulensi
Departemen HPM – IKM Fakultas Kedokteran UGM bekerjasama dengan Pusat Studi Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) serta Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) menyelenggarakan lunch seminar pada Selasa, 14 Februari 2017 di Gedung IKM, FK UGM. Seminar ini mendiskusikan hasil kunjungan dari Hanoi yang menjelaskan perbandingan asuransi kesehatan di Vietnam dan Indonesia.
Prof. Laksono menjelaskan kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian seminar monev JKN pada tahun 2017 yang selengkapnya dapat diakses disini dan link berikut. Beberapa referensi dari Kementerian keuangan Negara Vietnam, World Bank, dan EOS Intelligence dapat menjadi bahan untuk menjadi pertimbangan dalam monev JKN.
Apa kesamaan antar kedua negara?
Berbasis presentasi dari Dr Nguyen, Prof Laksono mengawali paparan dengan membandingkan kondisi geografis Vietnam (non kepulauan) dan Indonesia (kepulauan). Silahkan klik Powerpointnya: (Pembahasansituasi di Vietnam dengan konteks Indonesia). Berkaitan dengan sistem asuransi kesehatan, Laksono menjelaskan ada beberapa kemiripan sistem yang diterapkan kedua negara tersebut, diantaranya: sama-sama menerapkan single pool dan 3 level, walaupun memiliki benefit package yang luas namun sama-sama tidak mempunyai basis package.
Resikosingle pool berupa penggunaan dana yang cenderung digunakan oleh voluntary dengan gejala adverse selection juga dialami oleh Vietnam. Prof Laksono juga menekankan bahwa masalah gap biaya penggunaan antara RS yang tersier dengan RS distrik juga masih terjadi.Penerapan konsep strategic purchasing juga belum optimal dan menyebabkan kedua negara ini masih mengalami inefisiensi.
Adakah Implementasi kebijakan yang Berbeda antara ke 2 negara ini?
Berbeda halnya dengan Indonesia, Vietnam menerapkan co-payment dan sistem pembayaran provider yang masih didominasi fee for service (FFS) sehingga angka out of pocket di Vietnam masih tinggi. Jika di Indonesia mengenal ada INA-CBG’s sebagai model casebased, maka di Vietnam masih menjadi suatu pilot project.
Pentingnya Monitoring dan Evaluasi
Prof Laksono menyarankan bahwa agar monitoring dan evaluasi kebijakan JKN di Indonesia juga menggunakan pengalaman di Vietnam untuk perbaikan kebijakan di masa mendatang. Bahkan menariknya, ada UU mengenai asuransi kesehatan di Vietnam telah direvisi pada tahun 2014 karena berbagai faktor. Dengan demikian memang benar bahwa revisi UU bukan hal tabu.
Video Presentasi
Rangkuman Sesi Diskusi
Faozi mengawali diskusi dengan mempertanyakan pelaksana monitoring dan evaluasi karena di Indonesia ada DJSN dan BPJS Kesehatan yang notabene belum sepenuhnya melibatkan organisasi profesi, akademisi, dan praktisi. Laksono menjawab pertanyaan ini dengan mengacu pada buku terbitan World Bank yang berjudul Moving toward Universal Coverage of Social Health Insurance in Vietnam Assessment and Options” (Silahkan klik untuk membacanya). Menurut Laksono model monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh World Bank menjadi contoh bagi tim monitoring dan evaluasi secara independen.
Pertanyaan berikutnya adalah sejauh mana kendali mutu provider dan sistem akreditasi di Vietnam menjadi salah satu aspek yang ingin diketahui penanya berikutnyayaitu Nusky Syaukani. Dalam mengomentari hal ini , Laksono juga menambahkan bahwa topik pencegahan fraud dan pengembangan sistem informasi juga penting menjadi bagian monitoring dan evaluasi di Indonesia.
Tingginya out of pocket dan adanya sistem co-payment dibahas oleh Diah Ayu Puspandari (KPMAK) yang ingin mengetahui lebih dalam apakah hal ini menjadi bagian strategi keberlangsungan program asuransi kesehatan di Vietnam. Menurut Laksono, ada suatu kesan bahwa pemerintah Vietnam menyadari beban berat sistem asuransi kesehatan. Bahkan, pelayanan KB menurut Laksono juga tidak masuk dalam sistem asuransi kesehatan di Vietnam dan menjadi urusan pribadi masyarakat. Masyarakat di Vietnam pun juga tidak keberatan atas adanya kebijakan tersebut.
Topik penelitian clinical outcome (masukan dari Dr. Andreasta Meliala) dan implementasi pelayanan primer (masukan dari Bondan Agus) juga menambah input monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan ke depannya. Menanggapi hal ini, Laksono juga kembali merekomendasikan agar para peserta diskusi ini membaca salah satu referensi dari World Bank yang di dalamnya juga membahas perlindungan finansial dan aspek keadilan/ pemerataan (equity).
Seminar makan siang ini ditutup dengan tekad untuk mempelajari pengalaman Vietnam melalui berbagai referensi yang ada. Disamping itu dirasakan ada kebutuhan untuk melakukan studi banding ke Vietnam mengingat berbagai kemiripan yang ada dengan Indonesia.
video Sesi Diskusi
{jcomments on}