Penulis:
Laksono Trisnantoro
Pengantar: Ada beberapa pertanyaan mengapa 4 website (manajemen rumahsakit, manajemen pelayanan kesehatan, manajemen pembiayaan, dan manajemen pendidikan tenaga kesehatan dan kedokteran) di dalam www.kebijakankesehatanindonesia.net saling terkait? Sebagai catatan di dalam website ini ada 2 kelompok besar:
- Kelompok di sistem pelayanan kesehatan yang mencakup Birokrat sistem kesehatan (Kemenkes, dan Dinas Kesehatan), Manajer rumahsakit dan puskesmas; dan manajer lembaga yang mengurusi pembiayaan seperti di Kementerian Keuangan, Bappenas, Kemenkes, BPJS, dan perusahaan-perusahaan asuransi kesehatan.
- Kelompok di sistem pendidikan tenaga kesehatan mencakup para pimpinan perguruan tinggi kedokteran dan kesehatan.
Website yang ada ditujukan agar ada pemahaman yang sama dan saling berkomunikasi antar pemimpin di sistem pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan tenaga. Mengapa berbagai pemimpin dalam sistem kesehatan dan sistem pendidikan perlu berkomunikasi?
Secara praktis, para pemimpin di sistem pendidikan tinggi kesehatan perlu memahami bagaimana dinamika terjadi di sistem pelayanan kesehatan (rumahsakit, pembiayaan, asuransi kesehatan,dan sebagainya). Sebaliknya pemimpin di sistem pelayanan kesehatan perlu memahami bagaimana proses pendidikan tenaga kesehatan serta dukungan perguruan tinggi untuk pengembangan pelayanan.
Dalam artikel di Lancet di tahun 2010 (www.thelancet.com/journals/lancet/article) terdapat kerangka sistem menarik mengenai hubungan keduanya yang berdasarkan hukum ekonomi, demand and supply, sebagai berikut:
Dalam keterkaitan ini ada berbagai isu penting yang perlu dipahami oleh pengelola lembaga pendidikan tenaga kesehatan dan lembaga pelayanan kesehatan.
Isu-isu tersebut antara lain:
- Isu pemerataan penyediaan pelayanan kesehatan (health service provision) dan kesempatan mendapat pendidikan (Medical education provision).
- Perubahan ideologi (Transisi Ideologis) yang saat ini terjadi di sistem pelayanan kesehatan dan sistem pendidikan kesehatan. Ideologi ini terkait dengan peran negara dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan tenaga kesehatan.
Isu Pemerataan di sektor kesehatan
Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus diwujudkan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan melalui pelayanan kesehatan yang bermutu.
- Sistem Jaminan kesehatan seperti Jamkesmas telah berhasil memberikan akses lebih banyak kepada masyarakat miskin untuk mendapatkan pelayanan kesehatan sehingga meningkatkan demand.
- Jamkesmas dan Jampersal masih belum meningkatkan akses bagi masyarakat miskin yang berada di tempat sulit. Hal ini disebabkan karena pemberi pelayanan kesehatan (rumahsakit dan tenaga kesehatan masih belum merata).Risiko bayi meninggal di Papua masih jauh lebih besar dibanding bayi di Jawa.
- Dalam konteks penyediaan tenaga dokter, data menunjukkan bahwa masih cenderung berkumpul di Jawa.
Isu Pemerataan pendidikan
Pendidikan kedokteran harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, khususnya isu: (1) sulitnya masyarakat di daerah yang tidak maju untuk menjadi dokter karena tes akademik yang mengurangi kesempatan; (2) mahalnya biaya pendidikan kedokteran yang pada ujungnya berdampak pada mahalnya biaya kesehatan yang harus ditanggung oleh masyarakat, dan (3) lokasi fakultas kedokteran yang berada di daerah maju. Dampak tersebut tentu saja membawa dampak buruk bagi masyarakat miskin, yang semakin sulit mengakses pelayanan kesehatan karena keterbatasan tenaga dokter dengan budaya yang cocok, kualitas yang memadai, dan kemauan mengabdi.
Isu Ideologis
Dalam konteks cara pandang (ideologi) di dalam sektor kesehatan perlu dilihat mengenai peran Pemerintah dalam pelayanan dan pendidikan kedokteran. Dalam konsep Lancet di atas terlihat bahwa model penyediaan berbasis pasar perlu mempunyai peran aktif pemerintah. Pemerintah perlu mendanai sistem pendidikan dan sistem kesehatan, mengatur peran swasta, dan distribusi supply tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan. Tanpa ada peran pemerintah maka hukum pasar yang akan berjalan sehingga yang terjadi adalah ideologi pasar. Di Indonesia , selama kurun waktu 40 tahun terakhir ini berjalan hukum pasar yang fundamental, termasuk dalam sistem pendidikan tenaga kesehatan khusus pendidikan dokter, termasuk residen.
Sektor dengan persaingan bebas mempunyai ciri kekuatan permintaan dan penyediaan jasa yang tidak diintervensi pemerintah. Akibatnya dapat terjadi sebuah kegagalan pasar dimana masyarakat yang tidak mempunyai kekuatan dalam meminta (masyarakat tidak mampu) akan sulit mendapatkan pelayanan kesehatan atau pendidikan tinggi kedokteran.
Namun sejak reformasi politik di tahun 1998 dan terjadinya pemilihan pemimpin negara dan daerah secara langsung, pelan namun pasti, kesehatan menjadi isu politik yang menunjukkan adanya (1) ideologi politik; dan/atau untuk (2) keperluan pencitraan partai dan pemimpin politik.
Oleh karena itu, dipandang dari aspek sejarah, pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini mengalami apa yang disebut sebagai transisi ideologis. Pemerintah semakin berperan dalam pembiayaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan. Dalam konteks ideologi, pemerintah semakin menerapkan welfare state atau sosialisme dalam sektor kesehatan. Dalam 12 tahun terakhir berbagai kebijakan publik untuk jaminan kesehatan berjalan dengan berbagai nama: Jaring Pengaman Sosial Bidang Kesehatan, Askeskin, Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal, sampai terakhir adalah Sistem Jaminan Sosial Nasional yang termasuk kesehatan.
Namun perlu dicatat bahwa transisi ini beranjak dari sistem pelayanan kesehatan yang berbasis pasar, dimana para pelaku kesehatan sudah terbiasa dengan hukum pasar yang liberal tanpa peran negara cukup. Saat ini peran pendanaan dan pelayanan kesehatan swasta sangat besar, dan tidak akan tergantikan oleh SJSN karena keterbatasan kemampuan fiskal pemerintah. Dengan demikian ada situasi campuran antara pendanaan pemerintah dan masyarakat/swasta.
Bagaimana dengan transisi ideologis di pendidikan tenaga kesehatan? Saat ini mekanisme pasar terjadi di pendidikan tenaga kedokteran. Pendidikan yang sebenarnya merupakan public goods berubah menjadi private goods. Selama ini sistem pasar di pendidikan tenaga kedokteran berjalan sangat liberal tanpa peraturan cukup, termasuk di pendidikan spesialis-subspesialis. Peserta pendidikan hanya yang mampu membayar dengan besaran yang tinggi. Setelah lulus, pengeluaran yang dilakukan dalam masa pendidikan dapat disebut sebagai investasi yang perlu dikembalikan.
Jika situasi pendidikan ini dibiarkan maka akan tidak cocok dengan perkembangan sistem jaminan dan masalah pemerataan tenaga kesehatan. Dokter umum dan dokter spesialis yang dihasilkan menjadi dokter yang cenderung materialistik dan enggan untuk ditempatkan di daerah sulit.
Oleh karena itu diperlukan peran pemerintah dalam pendidikan tinggi kedokteran. Instrumen kebijakan seperti subsidi untuk lembaga pendidikan, diberikan ke fakultas kedokteran. Beasiswa diberikan ke peserta didik pendidikan kedokteran. Perlu ada kebijakan afirmatif untuk rekrutmen mahasiswa kedokteran.
Akan tetapi disadari bahwa peran pemerintah tidak boleh membelenggu kemajuan ilmu pengetahuan dan minat serta kemampuan masyarakat. Oleh karena itu fakultas kedokteran swasta masih tetap dapat berjalan, dan fakultas kedokteran pemerintah diperbolehkan untuk menerima dana masyarakat dengan pengendalian. Hal ini penting karena kemampuan fiskal pemerintah tidak akan cukup untuk mendanai sektor pendidikan tenaga kesehatan seluruhnya.
Peran pemerintah dalam pendidikan kedokteran tidak terbatas pada pemberi dana untuk mengatasi kegagalan pasar. Pemerintah dapat berfungsi lebih jauh sebagai pengendali mutu pendidikan. Dalam konteks hubungan pemerintah dengan pelaku pendidikan memang ada kecenderungan untuk menyerahkan ke elemen-elemen dalam masyarakat dalam civil-cociety seperti ikatan profesi ataupun asosiasi lembaga dan berbagai lembaga independen. Akan tetapi penyerahan ini perlu dilakukan secara bijaksana karena mempunyai risiko sektor pendidikan menjadi sulit dikelola dan pemerintah akan kehilangan peran sebagai penanggung jawab utama sektor pendidikan.
Oleh karena itu, dengan inisiatif DPR dilakukan penyusunan RUU Pendidikan Kedokteran yang secara ideologis berusaha mengendalikan atau mengurangi dampak negatif pasar liberal di pendidikan dokter dan spesialis. Hasilnya masih kita tunggu dalam waktu dekat ini.
Pertanyaan penting: Apa yang menjadi masalah dalam masa transisi ideologis ini? Apakah transisi dapat berjalan baik di sistem pendidikan dan pelayanan kesehatan? Ataukah hanya pencitraan politik?
Ada berbagai isu yang penting dalam transisi ini yang akan terus dibahas sebagai berikut:
- Kesiapan dokter dan perhimpunan profesi dalam transisi ideologis ini termasuk perubahan cara hidup sebagian dokter.
- Kesiapan pemerintah dalam melaksanakan transisi ideologis ini agar tidak menjadi wacana, atau alat pencitraan politik.
- Kesiapan para pemimpin dan manajer lembaga pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan untuk memahami transisi ideologis dan menyiapkan berbagai hal agar terjadi pelaksanaan yang baik.
Isi website ini akan mencoba terus membahas berbagai hal ini. Silahkan mengikuti.