Policy Brief Sistem Kontrak dalam Program Nusantara Sehat; Studi Kasus di Kabupaten Asmat
POLICY BRIEF
Hasil Diskusi ke 3 Community of Practice
Aplikasi Sistem Kontrak di sector kesehatan
“SISTEM KONTRAK DALAM PROGRAM NUSANTARA SEHAT: STUDI KASUS DI KABUPATEN ASMAT”
Jumat, 19 januari 2018
Ringkasan
Terjadinya apa yang disebut bencana kesehatan di Kabupaten Asmat pada bulan Januari 2018 menunjukkan problem pemerataan pelayanan kesehatan yang memburuk di Indonesia. Diusulkan agar ada kebijakan yang menggunakan sistem kontrak lembaga (seperti yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum dalam pembangunan infrastruktur) untuk meningkatkan status kesehatan masyarakat di daerah-daerah sulit dan mencegah terjadinya bencana kesehatan di masa mendatang. Dana diusulkan dari APBN dan APBD serta filantropist yang bersedia.
PENGANTAR
Kegiatan webinar dan seminar Masyarakat Praktisi Aplikasi Sistem Kontrak di Sektor Kesehatan dengan tema: Sistem Kontrak dalam Program Nusantara Sehat; Studi Kasus di Kabupaten Asmat, telah berlangsung pada Jumat 19 Januari 2018 jam 09.00 – 11.00 di Kampus FKKMK UGM. Nara sumber yang hadir adalah Laksono Trisnantoro dan Dwi Handono Sulistyo dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan UGM; dan Mawari Edy dari Pusrengun BPPSDM Kemenkes RI. Turut hadir tim dari pengurus Dokter Bhinneka Tunggal Ika (DBTI) dan peserta lain secara langsung maupun via webinar.
KONTEKS DISKUSI
Di awal 2018 telah terjadi “bencana kesehatan” (istilah Harian Kompas) di Kabupaten Asmat. Sebanyak 63 anak meninggal karena campak dan gizi buruk. Selain itu, 90% ibu hamil dan menyusui menderita gizi buruk (Kompas, 16 Januari). Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Kesehatan telah bergerak cepat dengan mengirimkan tim medis baik untuk RS maupun untuk pelayanan primer. Pendekatan yang digunakan terlihat mirip dengan penanganan bencana alam. Oleh karena tidak salah andaikata untuk selanjutnya menggunakan pendekatan Bencana untuk mengatasi masalah di Kabupaten Asmat. Pendekatan bencana dapat terdiri dari paling sedikit 3 fase: (1) Emergensi (Darurat), (2) Recovery-Rehabilitation; dan (3) Mitigasi untuk mencegah terjadinya bencana lagi.
gambar
Dalam fase yang dapat disebut emergensi ini, Tim dari Kementerian Kesehatan (dan juga dibantu dari TNI, Gereja dan pihak lainnya) bertugas dalam batas waktu tertentu (maksimal 10 hari karena aturan birokrasi untuk pembayaran tim). Selanjutnya akan digantikan tim lainnya (juga dalam batas waktu tertentu) hingga masa kritis bisa diatasi. Dari perspektif Manajemen Bencana, setelah penanganan masa krisis, fase selanjutnya adalah fase recovery-rehabilitasi.
Dalam konteks masalah kesehatan di Kabupaten Asmat, fase recovery memerlukan waktu yang lama yang dapat mencapai bertahun-tahun. Masalah kesehatan yang ada sebelum terjadinya bencana kesehatan, sudah sangat kompleks dan berat karena menyangkut banyak aspek termasuk masalah budaya masyarakat. Kondisi yang sudah buruk diperparah pada saat terjadinya bencana kesehatan. Untuk itu, dalam fase recovery dibutuhkan pendekatan komprehensif yang melibatkan ahli profesional sektor lain, misal antropolog untuk menanganinya.
Pertanyaan yang muncul (dan didiskusikan) dalam seminar/webinar ini adalah “siapa yang akan menangani fase recovery jangka panjang di Kabupaten Asmat tersebut?” Pertanyaan kritis ini muncul karena ternyata untuk daerah ekstrim seperti Kabupaten Asmat, Program Nusantara Sehat dengan tenaga kontrak “fresh-graduate” yang dikontrak perorangan oleh Kemenkes saat ini belum mempunyai kompetensi yang sesuai untuk mencegah dan mengatasi bencana kesehatan ekstrim seperti yang terjadi di Kabupaten Asmat. Sementara itu, pemerintah daerah setempat terbukti selama bertahun-tahun belum mampu untuk mencegah terjadinya bencana. Tim medis Kementerian Kesehatan yang saat ini bertugas di Kabupaten Asmat pun hanya bersifat sementara dengan penempatan jangka pendek. Dengan demikian untuk mengatasi secara jangka panjang ada gap terkait SDM kesehatan yang harus dicari solusinya.
USULAN SOLUSI
Berdasarkan konteks situasi di Kab. Asmat penanganan masalah-masalah kesehatan di daerah sulit perlu ada penanganan jangka panjang dengan indikator pencapaian yang jelas. Usulan solusi yang diajukan adalah:
- Mendorong ketersediaan tim kesehatan yang kompeten untuk bertugas di daerah bermasalah kesehatan ekstrim seperti Kabupaten Asmat dan lainnya. Tim ini dapat dikontrak secara kelembagaan oleh pemerintah pusat ataupun daerah, atau bekerja dengan dukungan dana filantropisme. Dalam perspektif Nusantara Sehat, maka Tim ini dapat disebut Nusantara Sehat tipe 3. Tipe 1 dan 2 adalah yang saat ini dilakukan oleh Kemenkes dengan system kontrak individual dan kontrak team yang bukan lembaga.
- Anggota tim tersebut harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan situasi dan kondisi daerah ekstrim (misalnya lautan, pegunungan, atau rawa-rawa seperti di Kabupaten Asmat). Oleh karena itu tenaga yang direkrut harus ada yang pengalaman di lapangan dan bukan tenaga fresh-graduate saja. Kompetensi tenaga dan tim yang ditugaskan harus lebih baik dari tenaga setempat untuk mencapai target yang ditetapkan.
- Tim tersebut memiliki target yang jelas misalnya menurunkan kasus gizi buruk sekian persen dalam 5 tahun, atau meningkatkan cakupan imunisasi. Tim dikelola dengan manajemen yang baik oleh lembaga kontraktor/penyedian jasa. Anggota tim mendapatkan kompensasi yang baik sesuai kompetensi dan risiko yang dihadapinya.
- Pengelolaan Tim tersebut diserahkan kepada pihak ketiga secara kelembagaan melalui ketentuan pengadaan jasa yang berlaku (Sistem kontrak lembaga, bukan kontrak perorangan). Diharapkan Kementerian Kesehatan menggunakan pola kontrak seperti Kementerian PU untuk membangun infrastruktur di daerah sulit. Lembaga yang mengembangkan tim kontrak ini bisa berasal dari dalam negeri atau luar negeri, atau kerjasama. Contoh tim luar negeri adalah ISOS, ataupun Dokter Tanpa Batas. Sedangkan untuk dalam negeri diharapkan perusahaan konsultan, lembaga pelayanan kesehatan, dan LSM-LSM yang mampu meningkatkan diri untuk menjadi kontraktor.
- Dalam fase recovery Bencana Kesehatan seperti yang di Kabupaten Asmat, secara parallel dilakukan penguatan kapasitas system kesehatan termasuk mendidik putra daerah untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan secara mandiri. Hal ini penting dilakukan agar Kabupaten Asmat tidak terus tergantung pihak luar.
- Untuk mendukung semua usulan tersebut, Kementerian Kesehatan dan pemerintah daerah agar menyediakan anggaran yang memadai baik dari APBN-APBD maupun sumber-sumber lainnya. Dana yang disediakan harus mampu memberi insentif untuk lembaga dan perorangan bekerja di daerah ekstrm seperti di Kabupaten Asmat. Dana Filantropisme juga diperlukan untuk mendukung kegiatan ini.
Kegiatan ini akan dilanjutkan dengan workshop untuk menyusun rencana operasional yang akan diselenggarakan oleh UGM bersama LSM/Kelompok yang berminat ataupun Kemenkes. Diharapkan ada kebijakan baru Kemenkes untuk hal ini.
Penulis:
Dwi Handono
Laksono Trisnantoro, This email address is being protected from spambots. You need JavaScript enabled to view it.