Diskusi Peran Perguruan Tinggi dalam Kebijakan dan Riset
Mubasysyr Hasan Basri, MA memulai Diskusi Peran Perguruan Tinggi dalam Kebijakan dan Riset pada Rabu (25/9/2014) dengan memaparkan pengayaan dalam komponen policy, implikasinya perlu dimatangkan. Namun dengan pertemuan nasional ini sudah luar biasa. Hasil pertemuan nasional ini akan dalam bentuk policy brief. "Tetap harus ada contoh yang senior untuk sebagai leader dalam berbagai policy issues, harapannya paper-paper yang di follow up, perlu ada tim yang dapat mempersiapkan hal ini", ungkap Mubasysyr. Perguruan tinggi diharapkan ikut dalam non-rational process, political process yang lebih diutamakan.
Forum ini berdiri untuk menjembatani jarak antara akademisi dengan pengambil kebijakan. Banyak yang bisa dijadikan studi berikutnya dari hasil forum ini. Politik memang tidak bisa dihindari, namun ada sisi lain yang bisa dijadikan possibilities. Prof. Laksono Trisnantoro, PhD menyampaikan pengalaman dunia policy making seolah-olah tanpa perguruan tinggi, penelitian sudah bisa berjalan. Namun dari presentasi Anung Sugihantono dan Armida Alisjahbana pada Rabu (24/9/2014) menyatakan bahwa pemerintah membutuhkan perguruan tinggi. Indonesia memerlukan peneliti-peneliti muda yang kuat. Namun isi policy brief tetap harus rasional, kita sepakat bahwa perguruan tinggi perlu meningkatkan peran.
Akan ada penyusunan Policy Brief per Pokja (ada tujuh) dan akan dilakukan advokasi setelah forum ini. Penulis policy brief ini bukan berasal dari Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI), melainkan ada penanggung jawabnya masing-masing (pribadi / lembaga). Forum tiga hari ini adalah awal dari proses advokasi. Berbagai policy brief dapat dipergunakan berbagai lembaga penelitian dan universitas untuk melakukan advokasi ke pemerintah pusat, pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota.
Kemudian, ada hal lain yang terungkap, Dr. dr. Deni K Sunjaya, DESS meminta tanggapan adanya "organisasi berbentuk" untuk JKKI. Prof. Laksono menyatakan, bentuk JKKI sendiri memang ada yayasan tapi secara hukum belum kuat, terutama apabila menerima sejumlah dana. Organisasi tanpa bentuk ini memang agak repot. Ilsa Nelwan, dr. MPH menyatakan JKKI sebaiknya terbuka untuk ber-partner dengan anggota di luar negeri (ke depannya) untuk pengembangan organisasi.
Dr. Elsa P. Setiawati, dr, MM, program Kemkes tentang rujukan layanan primer tanggapannya baik, sehingga optimis untuk pertemuan ke depannya. Kebanyakan peneliti ada di perguruan tinggi. Terkait dengan jangkauan dan peserta yang jauh baik dengan paperless. Ini merupakan satu forum yang untuk para dosen juga perlu "cum". Full-Paper yang masuk perlu di masukkan dalam ISBN, bisa untuk kenaikan pangkat. Untuk yang online bisa dengan ISBN e-journal.
Sementara, liputan Forum Nasional ke-V ini menggunakan teknologi multi media (paperless) untuk menjangkau peneliti dan pengambil kebijakan di seluruh Indonesia, melalui website : www.kebijakankesehatanindonesia.net Kemudian, usulan dari Universitas Andalas untuk pertemuan tahun depan : dua hari meeting di Padang kemudian tour di Bukit Tinggi , menulis policy brief di Riau pada September 2015.
Reporter: Sealvy Kristianingsih