Simposium II

Diseminasi hasil penelitian tobacco control research network (MTCC)

Reporter: Ningrum

SImposium II bagian dari ICTOH dilaksanakan pada Jum'at (30/5/2014) pukul 13.30-15.30 WIB. Simposium ini diselenggarakan di ruang Rosewood 4, Hotel Royal Kuningan. Moderator kali ini yaitu Dra. Mutia Hariati Hussin, M.Si.

Berikut adalah enam materi yang sudah disampaikan, pertama peer education untuk mendukung keterlibatan remaja SMP dalam upaya pencegahan perilaku merokok di Kabupaten Bantul Yogyakarta, oleh Heni Trisnowati, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Pemegang program di sekolah seharusnya melakukan lebih banyak monitoring dan mentoring secara intensif untuk meningkatkan implementasi peer educator. Peer edukasi dapat digunakan sebagai pendekatan promosi kesehatan kepada anak muda untuk mencegah perilaku merokok.

Kedua, The effect of second hand smoke exposure on lung function and nicotine urince of café and restaurant employee of semarang city, oleh: Nurjanah, Universitas Dian Nuswantara. Pada berbagai penelitian sudah terbukti bahwa perokok pasif merupakan faktor resiko kesehatan. Pada tahun 2011 sudah dilakukan pengukuran asap rokok kadar PM 2.5 mikron di tempat-tempat umum cukup tinggi dan bervariasi, di restoran dan café menjadi lokasi merokok dengan kadarnya yang paling tinggi, di restoran 7.6 dan di café 164.3. aktivitas merokok di tempat-tempat umum seperti di café dan restoran itu mengakibatkan asap rokok orang lain untuk konsumen dan pekerja. Jadi penelitian ini dibatasi hanya pada pekerja saja karena mereka mendapatkan paparan asap rokoknya di tempat kerja selama delapan jam sehari. Efek yang diteliti adalah kontinin urin dan fungsi paru dan ini dalam waktu lama bisa mengakibatkan bahaya berbagai macam penyakit yang terkait dengan rokok. Penelitian ini untuk meneliti bagaimana efek dari second hand smoke terhadap fungsi paru dan urin kontinin pada pekerja café dan restoran di kota Semarang. Penelitian ini tidak bisa random karena tidak mendapatkan ijin dari pengelola café dan restoran. Setelah melalui ijin yang sulit, peneliti dapat melakukan penelitian di 13 tiik kafe. Restoran maupun kafe yYang menolak ada yang mengatakan "Mbak saya ndak usah diteliti, saya sudah tahu tempat kerja saya jelek kualitas udaranya". Kemudian dari 13 café dan restoran itu didapatkan 70 orang responden yang tidak merokok dan dia bekerja aktif disitu dan dia mendapatkan paparan asap rokok paling tidak dalam sehari terakhir kerjanya itu. Untuk instrumentnya kami menggunakan spirometry kemudian peneliti periksa untuk kontinin urin, juga peneliti menggunakan TSI Sidepak untuk mengukur indeks udara, kemudian kuesioner untuk mengidentifikasi karakteristik dari paparan asap rokok tersebut. Dari 13 café dan restoran tesebut kami mendapatkan hasil moderat sampai unhealthy. 50% yang kami teliti berapa pada level very unhealthy ini berdasarkan WHO. 46% pegawai mendapatkan paparan sangat tidak sehat dari rokok orang lain. Responden masih dalam usia produktif yaitu dengan rata-rata 26 tahun, untuk fungsi paru sudah diperoleh obstruksi sedang, obstruksi ringan padahal mereka baru bekerja beberapa saat di café dan restoran dan mereka tidak mempunyai pengalaman merokok sebelumnya. Walaupun mereka tidak merokok tapi di dalam darahnya sudah terdapat nikotin sebesar 42 minogram per mili liter untuk pegawai café dan 33 minogram per mili liter untuk pegawai restoran. Variabel yang berhubungan dengan kontinin urin waktu paparan dalam sehari dia terpapar berapa jam untuk asap rokoknya karena kadang-kadang mungkin juga tidak terpapar selama jam kerja. Paparan yang kedua adalah dari teman kerjanya, jadi setelah bekerja biasanya para pekerja berkumpul, nongkrong dan akhirnya mereka terpapar asap rokok dari teman-temannya yang merokok. Penelitian ini dilaksanakan saat perda tahun 2013 itu belum disahkan, dan penelitian ini sudah dipresentasikan untuk mendesak Perda segera. Setelah Perda keluar selama setahun, untuk implementasi Perwalnya masih belum selesai dibuat dan disahkan sehingga implementasi ini belum memiliki instrumen untuk dilakukan sehingga harapannya sekarang Perwalnya selesai dibuat dan disahkan sehingga bisa melindungi orang-orang di tempat-tempat umum untuk menghindari penyakit yang terkait dengan rokok. Untuk perhatian di café dan restoran smoking area sudah ada tetapi masih dalam satu gedung contoh area merokok di lantai I dan area bebas merokok di lantai II atau area merokok di salah satu sudut café atau restoran. Kelemahan penelitian ini karena pengukuran indeks udara masih belum bisa dipisahkan apakah itu hanya dari asap rokok atau asap-asap yang lain.

Ketiga, Health burden expenditure tobacco related disease of Tolitoli district in 2014, oleh: Egi Abdul Wahid, Puskesmas Ogotua, Sulawesi Tengah. Penelitian ini dipicu oleh semakin banyaknya perokok awal di usia muda, dengan berusaha menekan iklan rokok yang ada di daerah. Tolitoli adalah daerah penghasil cengkeh terbesar di Sulawesi Tengah dengan jumlah perokok 38.2% perokok dewasa. Di salah satu kecamatan dimana peneliti tinggal, 90% rumah tangga perokok. Tolitoli termasuk daerah tertinggal dengan pendapatan daerah perkapita 0, 61 % dengan jumlah penduduk miskin mencapai 70% dari total penduduknya. 40% masyarakat ditanggung biaya pengobatannya oleh Jamkesda dan atau Jamkesmas artinya kalau tidak dicegah maka pengobatan penyakit akibat rokok akan semakin besar yang disubsidi oleh pemerintah. Kami mencoba mengadvokasi pemerintah daerah untuk bisa menghentikan iklan rokok walaupun dengan kekhawatiran mereka "Saya itu daerah miskin, kalau iklan rokok dihentikan itu akan menyebabkan pemasukan daerah saya juga semakin menurun". Namun, tujuan dari penelitian ini adalah mencoba membandingkan jika iklan rokok tidak dihentikan maka beban biaya kesehatan yang diakibatkan oleh rokok yang harus dikeluarkan pemerintah daerah itu juga akan semakin besar.

Keempat, Tanaman alternatif pengganti tembakau di Temanggung, oleh: Agung Prabowo, Pusat pengembangan bioteknologi pertanian, Universitas Muhammadiyah Magelang. Petani tembakau di Temanggung sudah mencoba untuk menanam kopi sebagai pengganti menanam tembakau, tetapi baru 6 bulan pohon kopi tersebut dibabat habis oleh petani karena terlalu lama untuk menghasilkan kopi berbeda dengan tembakau yang hanya perlu waktu 6 bulan untuk bisa dipanen. Penelitian ini menawarkan para petani tembakau untuk menanam jati kebon atau sejenis kayu sengon tapi dengan kwalitas yang lebih tinggi. Penelitian ini juga penawarkan para petani tembakau untuk menanam stevia , dimana stevia sangat cocok untuk ditanam diberbagai tempat dengan ketinggian tertentu. Stevia adalah sejenis rumput yang bisa dipanen setiap 3 bulan sekali dan nanti akan terus tumbuh seperti teh. Stevia mengandung kemanisan 200-300 kali lebih tinggi dari gula. Sementara ini petani tembakau di Temanggung sudah dialihkan dengan menanam tanaman keduanya tersebut dalam satu tempat sehingga bisa di panem dalam waktu yang berkelanjutan.

Kelima, Normative juridical research: Warranties and certainty of legal protection children from cigarette addictives in 113 local smoke free area policy in Indonesia, oleh: M. Abdoel Malik R, Lentera Anak Indonesia. Penelitian ini baru berjalan dan diharapkan November tahun ini sudah selesai. Penelitian ini bertujuan untuk melihat 113 kebijakan kota, kabupaten dan provinsi dalam memberikan perlindungan hukum dalam anak-anak dari asap rokok sebagai upaya memberikan kepada anak tempat dan ruang untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal. Tumbuh dan berkembang ini tidak hanya diatur dalam undang-undang 23 tahun 2002 tapi juga menjadi hak konstitusional anak yang diatur dalam UUD 45 dalam 24 B 2 pasal sehingga hak anak untuk tumbuh dan berkembang itu adalah hak konstitusionalnya yang pemerintah seharusnya segera melakukannya. Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah salah satu upaya untuk mendukung tumbuh kembang tersebut dan ini yang akan dilihat sejauh mana kebijakan KTR nya ini adalah rumusan masalah yang akan coba kami jawab dalam penelitiannya sejauh mana kuratif pemerintah daerah terhadap kepastian dan jaminan hukum terhadap rokok, koten dari kebijakan kota tersebut yang berkaitan dengan jaminan anak dari bahaya asap rokok dan terakhir adalah kendala kebijakan tersebut

Keenam, Pemetaan profil dan dampak iklan pada anak-anak (studi kasus pada anak-anak usia hingga 10 tahun di Kabupaten Bantul, Sleman dan kota Yogyakarta), oleh: Fajar Junaidi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penelitian ini ingin melihat bagaimana iklan rokok sebagai promosi mampu mempengaruhi anak-anak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif, untuk kuantitatif peneliti menyebarkan kuesioner ke 120 anak di bawah 10 tahun dengan golongan ekonomi menengah ke bawah dan tinggal di kampung. Peneliti mengambil sampel di Sleman, Jogja dan Bantul untuk mewakili daerah urban setelah itu dilakukan wawancara indepth dan FGD untuk metode kualitatif. Pada saat anak-anak diwawancara itu mereka tidak menginginkan snack tetapi rokok sebagai reward. Penelitian ini masih berjalan dan wawancara baru dilakukan beberapa kali. Dari wawancara yang sudah dilakukan anak-anak sudah sangat fasih untuk menceritakan jenis iklan rokok yang sering mereka lihat di televisi, baliho dan poster. Mereka juga tahu bahaya rokok dari bungkus rokok sehingga alangkah lebih baik kalau peringatan tentang bahaya rokok dibungkus rokok dibuat semakin keras, mungkin segera diberlakukan untuk pictorial warning. Adanya sikap permisif dari keluarga yang mengijinkan mereka merokok ketika mereka bisa menghasilkan uang sendiri turut mendorong mereka untuk mencoba merokok. Kebiasaan merokok sudah dimulai dari TK, dan anak-anak biasa merokok berjamaah pada saat jam pulang sekolah di suatu tempat yang sepi. Mereka juga bisa menikmati batang rokok di kebun bahkan di kuburan karena mereka merasa aman dari pengawasan orang tua.