Advancing Universal Health Coverage
in South East Asia

Paro, Bhutan (23 - 25 April 2014)


Keynote Speech

Accelerating UHC: How can the financing function improve system equity and efficiency?

Pembicara: Anne Mills of LSHTM ( http://www.lshtm.ac.uk/aboutus/people/mills.anne )

Tujuan dari presentasi adalah membahas pentingnya dan pengaruh dari fungsi pembiayaan, menggambarkan efek pembiayaan pada equity dan efisiensi, serta mengidentifikasi isu fungsi pembiayaan di negara-negara SEAR. Telah terjadi health financing transition yang memiliki implikasi luas pada kesehatan masyarakat, equity, dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan sumber daya dan peningkatan pembiayaan kesehatan untuk masyarakat luas akan meningkatkan status kesehatan secara umum. Health financing transition ditandai dengan semakin besarnya pembiayaan pelayanan kesehatan di negara-negara kaya dan meningkatnya kesehatan masyarakat di negara-negara tersebut. Secara nyata, HFT ditandai dengan peningkatan belanja kesehatan per orang dan menurunnya angka out-of-pocket spending (OOP). HFT menggambarkan terjadinya perubahan pola pembiayaan kesehatan di suatu negara ( www.who.int/nha/atlas.pdf )

Di banyak negara telah terjadi perubahan Government Health Expenditure, Financing sources and pooling, dimana pada saat yang sama private-share juga menurun jumlahnya. Namun apakah HFT juga telah meningkatkan equity? Equity dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu Horizontal Equity, dimana semua orang pada kelompok penghasilan yang sama membayar pelayanan kesehatan dengan proporsi yang sama dari penghasilannya. Lalu, Vertical Equity, yaitu kelompok dengan penghasilan berbeda membayar pelayanan kesehatan dengan proporsi yang berbeda.

Sedangkan sumber pembiayaan dapat berupa:

  1. Pembiayaan regresif: dimana kelompok miskin membayar (relative) pelayanan kesehatan dengan proporsi yang lebih besar dari penghasilan disbanding kelompok kaya
  2. Netral: kelompok penghasilan yang berbeda membayar dengan proporsi penghasilan yang sama
  3. Progressive: dimana kelompok kaya membayar (relative) pelayanan kesehatan dengan proporsi yang lebih besar dari penghasilan disbanding kelompok miskin

Ternyata HFT tidak selalu meningkatkan equity. Bagaimana jika UHC diterapkan? HFT dapat meningkatkan equity dan efisiensi jika ditopang dengan konsep pembiayaan, yaitu: Sumber pembiayaan, Pengumpulan dana (pooling), dan metode pembayaran, yang sesuai dengan konteks lingkungan, sistem kesehatan, serta pemilihan metode yang jelas.

Keuntungan menjadi negara yang kaya adalah dapat memilih dan mengembangkan konsep pembiayaan campuran. Semakin tepat metode yang dipilih maka semakin kecil terjadi inequity. Bagaimana memilih metode pembiayaan yang tepat? Diperlukan 2 asesmen, yaitu technical assessment dan institutional assessment. Technical assessment adalah evaluasi fungsi pembiayaan pada aspek equity dan efisiensi, serta mengukur kinerja sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan. Institutional assessment adalah sejauh mana politik, ekonomi, dan sosial budaya mempengaruhi kelayakan pembiayaan penerapan UHC.

Kunci untuk meningkatkan keadilan dan efisiensi melalui fungsi pembiayaan adalah dengan memperkuat daya tawar agensi yang mewakili kelompok marjinal dalam perdebatan dan pengambilan keputusan, agar semakin didengar dan diperhatikan, mengembangkan solidaritas nasional, memperkuat etika pelayanan kesehatan, membentuk organisasi yang dapat mengelola pooling secara efektif. Reformasi pembiayaan adalah langkah pertama untuk, mencapai UHC.

Plenary 2: Improving Social Protection for better quality in health (health care financing in Asia )

Prof. Soonman Kwoon, SPH Seoul National University

Negara LMIC (low and middle income) memiliki konteks: pertumbuhan ekonomi yang lambat, terjadinya subsidi silang, dan rendahnya kinerja provider. Data menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Asia mencapai 7,2% (1999-2008), namun ini hanya didorong oleh beberapa negara. Pada sisi lain, 105 juta orang mengalami kesulitan untuk membiayai pelayanan kesehatan dan 70 juta orang jatuh miskin oleh karena menderita peyakit katastropik. Dalam situasi seperti ini, banyak negara mengejar tercapainya status UHC. Saat ini, UHC status di China dan Mongolia mencapai 80% dan Indonesia, Vietnam, Philipina mencapai 60%

Pendekatan yang dilakukan banyak negara Asia saat ini adalah pendekatan top-down, dimana target grup prioritas adalah sektor formal kemudian baru menyasar grup informal dan grup yang tidak bekerja. Implikasinya adalah beratnya beban pembiayaan kesehatan dan rendahnya mutu pelayanan kesehatan yang diberikan. Hal ini bertentangan dengan prinsip dari UHC, dimana salah satunya adalah kualitas pelayanan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan perbaikan pada upaya peningkatan sumber pembiayaan kesehatan, model pengumpulan dana, serta metode pembayaran. Pada sisi supply, perlu dilakukan perbaikan pada public health delivery system. Sedangkan pada sisi demand perlu diberikan insentif hidup sehat. Pada kenyataannya, kelompok miskin adalah kelompok yang rentan sakit dan seharusnya kelompok kaya membayar lebih besar. Namun demikian,d ata menunjukkan bahwa situasi tersebut hanya terjadi setengahnya, yaitu: kelompok miskin yang sering jatuh sakit tetapi kelompok kaya tidak membayar lebih besar. UHC seharusnya mendorong optimalisasi pembiayaan kesehatan berbasis asuransi social, The goal: to maximize the role of social expenditure.

Pengalaman Thailand dengan UHC

Sektor formal dan informal telah dijamin oleh tiga pembayar yang berbeda. Benefit package dikemas secara efisien dan tidak memberikan ruang bagi pelayanan kesehatan kosmetik serta pelayanan keehatan yang tidak berbasis bukti ilmiah. Provider dikontrak secara jelas, baik pemerintah maupun swasta, serta diatur dengan regulasi yang jelas. Pemangku kepentingan selalu berkomunikasi untuk memperbaiki masalah, baik pada tingkat sistem maupun tingkat operasional.

Pengalaman Ghana

Social insurance dimulai dengan community social insurance dan terus berkembang hingga saat ini. Desentralisasi pada awalnya memberikan efek negative, tetapi saat ini telah membaik dan memberikan dukungan pada pelakasanaan UHC. Reformasi pembiayaan kesehatan telah mendorong perbaikan pada sistem pelayanan kesehatan, terutama di tingkat primer dan sekunder.

Pengalaman Cambodia

Donor memiliki konsep UHC yang berbeda dengan pemerintah dan masing-masing donor tidak saling berkomunikasi. Sehingga penerapan UHC di Cambodia terfragmentasi. Pemerintah berupaya untuk memperbaiki institusi dan ketersediaan HRH kemudian menerapkan UHC, namun demikian, upaya ini tidak didukung sepenuhnya oleh donor. Tantanag besar Cambodia saat ini adalah bagaimana mengharmoniskan Pemerintah dengan donor dan donor dengan donor lainnya.

Pengalaman China (Prof Zin Ma)

UHC dimulai dengan social community insurance bersamaan dengan reformasi pembiayaan yang didorong oleh Bank Dunia. Fokus utama adalah memberikan pelayanan kesehatan esensial untuk masyarakat di daerah urban dan rural. Political-will pemerintah adalah kunci keberhasilan penerapan UHC dan ini tercermin pada besarnya government health expenditure yang dipergunakan untuk membiayai UHC. Pertumbuhan ekonomi di China memungkina sumber pembiayaan kombinasi dan saat ini sudah memasuki fase untuk mencakup sektor informal.

Pengalaman Argentina

Situasi di Amerika Latin ditandai dengan rendahnya tekanan fiscal (low fiscal pressure), dimana sumber pembiayaan untuk menjalankan UHC sangat lemah. Pemerintah berupaya untuk meningkatkan pajak (dari 17% menjadi 39%) tetapi tidak diikuti dengan inovasi pada struktur pembiayaan kesehatan. Saat ini juga telah dilakukan desentralisasi pembiayaan pelayanan kesehatan da nada koordinasi antara pusat dengan regional. Diupayakan juga segmentasi melalui integrasi social security dengan pelayanan public. Peran asuransi swasta dikombinasikan dan diatur dengan regulasi yang ketat.

Plenary 3: Improving service delivery for UHC

Strategic decision on using payment method to improve health service

Prof Arash Rashidian, Tehran Medical University

Pertanyaan terbesar dalam memilih metode pambayaran adalah: pelayanan/intervensi kesehatan seperti apa yang harus dibeli (penilaian dilakukan pada 2 aspek yaitu: efek financial protection dan cost-effectiveness), Bagaimana cara membeli pelayanan kesehatan tersebut (penilaian dilakukan dengan melihat model kerjasama hirarki atau kontrak, tingkat pengambilan keputusan, dan metode pembayaran), dan dari mana pelayanan kesehatan tersebut dibeli (penilaian dilakukan dengan melihat status organisasi: public, private not for profit, atau private for profit). Pengambilan keputusan pada penetapan benefit package selalu menjadi tantangan oleh karena banyaknya faktor teknis yang perlu dipertimbangkan, diantaranya: cost effectiveness (biaya dengan QALY), ketersediaan sumber daya, dan dana yang tersedia.

Oleh sebab itu perlu dilakukan penguatan pada primary care (terutama pada penyakit yang umum ditemukan di lapangan dan penyakit kronis yang telah terkontrol), mengurangi "keinginan" untuk mengadakan pelayanan kesehatan yang malah dan tidak esensial, pendirian rumah sakit wajib memperhatikan skala ekonomi daerah dan volume yang layak untuk dilayani.

Pengambilan keputusan untuk memilih provider dilakukan dengan menilai tingkat kompetensi provider yang diperlukan untuk melayani peserta social insurance (apakah perawat, dokter atau dokter sepsialis). Penting untuk menggunakan bukti dalam upaya menunjukkan efektifitas pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan pada tingkat tertentu.

Pengambilan keputusan untuk menentukan status organisasi provider perlu memperhatikan bahwa di banyak negara tidak ada perbedaan kinerja antara provider swasta dan pemerintah (public). Keputusan diambil berdasarkan tujuan dari sistem kesehatan (affordability, accessibility, effectiveness, atau ketiganya). Model outsourcing bisa menjadi pilihan jika pemerintah dapat meminta sektor swasta berlaku sebagai agen pemerintah untuk melayani public. Namun perlu diingat, bahwa cost dari sektor swasta selalu meningkat seiring dengan berjalannya waktu.

 

Reporter:

dr. Andreasta Meliala, DPH., MKes, MAS