Reportase Webinar Konsep Reformasi Sistem Kesehatan 2021 - 2024

19 Agustus 2020

Kementerian PPN/BAPPENAS pada Rabu, 19 Agustus 2020 pukul 13.00 – 17.00 WIB menyelenggarakan webinar Konsep Reformasi Sistem Kesehatan 2021 - 2024 di Jakarta melalui zoom meeting yang diikuti oleh 377 pastisipan dan dapat diikuti secara livestreaming Youtube. Webinar ini bertujuan untuk mengembangkan konsep reformasi sistem kesehatan nasional yang dikembangkan oleh Bappenas serta menginformasikan bagaimana strategi pelaksanaannya, dan untuk memperoleh masukan dari berbagai lembaga - lembaga terkait.

Webinar ini dimoderatori oleh Dewi Amila S., SKM., M.Sc dengan menghadirkan beberapa narasumber yaitu Pungkas Bahjuri Ali, PhD selaku Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas, Prof. dr. Ascobat Gani, MPH selaku akademisi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, dr. Siswanto, MHP., DTM selaku Analis Kebijakan Ahli Utama Litbangkes, dr. Widyastuti, MKM selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Dr. Robby Kayame, SKM., M.Kes selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, dr. Mohammad Subuh, MPPM selaku Ketua Umum Asosiasi Dinas Kesehatan Seluruh Indonesia (ADINKES) serta Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas, Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc selaku keynote speaker.

Pada sesi pertama, Pungkas Bahjuri Ali, PhD memaparkan bahwa reformasi sistem kesehatan harus didukung dengan adanya pembiayaan kesehatan yang cukup tinggi. Namun, pembiayaan kesehatan di Indonesia masih rendah karena terbatasnya kemampuan negara untuk mendapatkan income dari PDB karena tax ratio Indonesia cukup rendah yaitu sekitar 11%. Jika rasio pajak tidak dapat ditingkatkan maka akan mempengaruhi sektor kesehatan dan pembangunan secara keseluruhan sehingga akan menyulitkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Tantangan lainnya adalah kapasitas daerah yang belum merata, sedangkan tantangan yang ditemui dalam masa pandemi COVID-19 adalah sistem surveilans kesehatan belum terintegrasi dan real-time, terjadinya beban ganda penyakit di Indonesia, pemenuhan obat dan sediaan farmasi masih bergantung pada negara lain, belum optimalnya pemanfaatan teknologi informasi dan digitalisasi sistem kesehatan, belum sinkron antara kebutuhan, produksi dan distribusi tenaga kesehatan, upaya promotif preventif kesehatan melalui GERMAS masih belum optimal.

Reformasi sistem kesehatan nasional perlu ditekankan pada 8 area reformasi yaitu pendidikan dan penempatan tenaga kesehatan, penguatan puskesmas, peningkatan kualitas rumah sakit dan pelayanan kesehatan DPTK, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, ketahanan kesehatan, pengendalian penyakit dan imunisasi, pembiayaan kesehatan, serta teknologi informasi dan pemberdayaan masyarakat.

Melanjutkan narasumber pertama, narasumber kedua Prof. dr. Ascobat Gani, MPH memaparkan urgensi reformasi sistem kesehatan untuk percepatan pencapaian sasaran kesehatan. Beberapa contextual situation yang tidak dapat diabaikan dalam reformasi kesehatan adalah adanya pandemi COVID-19, krisis ekonomi, fiscal capacity, desentralisasi, disparitas akses dan mutu pelayanan kesehatan, disparitas status kesehatan, dan penduduk miskin.

Melakukan reformasi kesehatan maka harus dengan mengendalikan pandemi sekaligus karena pandemi COVID-19 menyebabkan terhambatnya kinerja posyandu, program penyakit menular, program gizi serta program KIE KB, menambah beban pelayanan kesehatan di rumah sakit dan penyakit tidak menular, fiscal nasional dan derah tergerus serta menambah penduduk miskin. Oleh karena itu, untuk melakukan urgensi reformasi sistem kesehatan perlu ditekankan pada beberapa elemen reformasi yaitu regulasi, tata kelola dengan melakukan penguatan dinas kesehatan dan revisi pada SPM, sistem informasi, sumber daya kesehatan, farmasi dan alat kesehatan, perubahan perilaku, peran strategis puskesmas, pembiayaan, puskesmas DTPK.

Pada sesi ketiga, dr. Siswanto, MHP., DTM memaparkan pengalaman penanganan COVID-19 dan urgensi reformasi sistem kesehatan. Beberapa strategi Indonesia dalam melawan pandemi COVID-19 adalah membuat gugus tugas COVID-19 dari tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota lalu dibentuk juga Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), semua kompenen terkoneksi secara “sistem”, meningkatkan tes PCR, melakukan 3T, penguatan kapasitas RS dan puskesmas, serta pemberdayaan “masyarakat tangguh melawan COVID-19”.

Dalam menangani COVID-19 secara kebijakan sudah runut dan bagus, akan tetapi kedisiplinan masyaralat masih lemah. Sehingga diperlukan perubahan perilaku masyarakat. Strategi yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat kerentanan, risiko dan kapasitas yang dimiliki. Reformasi sistem kesehatan yang perlu dilakukan dari pengalaman adanya pandemi COVID-19 adalah perlunya penguatan pada primary health care, penguatan pelayanan kesehatan rujukan, pemenuhan SDM kesehatan, kemandirian farmasi dan alat kesehatan, penguatan pembiayaan, pengembangan teknologi informasi serta penguatan leadership dan manajemen di sistem kesehatan kabupaten kota untuk mampu mendesain kegiatan yang inovatif.

Adapun reformasi kesehatan terkait kegawatdaruratan kesehatan masyarakat dilakukan dengan penguatan lab kesehatan masyarakat dan penguatan sistem surveilans nasional. Sedangkan reformasi kesehatan terkait penguatan UKM, pelayanam kesehatan esensial melalui INOVASI. Berpikir sistem dalam reformasi kesehatan dalam pandemi COVID-19 adalah apakah masyarakat dapat dilayani dengan cepat, bagaimana pembiayaannya apakah sudah ditanggung BPJS atau belum, dan lain sebagainya. Sedangkan berpikir sistem dalam reformasi kesehatan adalah harus bisa menjawab bahwa penguatannya adalah untuk rakyat.

Selain pemaparan 3 narasumber, dr. Mohammad Subuh, MPPM menambahkan beberapa hal berikut :

  1. Terdapat banyak pertanyaan terkait SKN (PERPRES 72/2012) diantaranya apakah sistem tersebut bermasalah, apakah penerapan sistem yang ada bermasalah, atau terbatas dukungan untuk menjalankan sistem.
  2. Reformasi kesehatan tidak bisa dikerjakan sendiri oleh pusat tetapi harus didukung oleh daerah karena pergerakan pelaksanaannya ada di daerah dan perlu dilakukan penguatan percepatan pemberdayaan daerah.
  3. Sistem kesehatan sudah ada dalam respon perkembangan penyakit yang dikemas dalam rangka International Heath Regulation maupun Global Health security agenda dalam hal ketahanan kesehatan nasional namun masih terdapat kelemahan di tingkat tatatan masyarakat dimana community based surveillance tidak dijalankan.

Selain itu, Dr. Robby Kayame, SKM., M.Kes menambahkan bahwa terjadi kesulitan dalam reformasi kesehatan di Papua yaitu mengalami kesulitan karena keterlambatan dalam penerimaan anggaran kesehatan dari pusat dan adanya perbedaan pemahaman pada masyarakat papua terkait konsep sakit dan penyakit.

Adapun rencana reformasi kesehatan di Papua adalah perlunya dilakukan penguatan manajemen di kabupaten/kota, penguatan SDM kesehatan, penguatan mental aparatur petugas kesehatan agar bersedia untuk ditempatkan di daerah terpencil, kelancaran pendistibusian dana BOK, bertambahnya puskesmas dan rumah sakit terstandar/akreditasi, membangun rumah sakit orang asli papua (OAP), penguatan kemitraan karena papua merupakan wilayah yang luas, perlunya meningkatkan partisipasi masyarakat.

Pada sesi terakhir, drg. Ani Puspitawati mewakili dr. Widyastuti, MKM menambahkan bahwa di DKI Jakarta akan melakukan reformasi kesehatan pada pelayanan kesehatan milik pemerintah daerah yaitu RSUD dan puskesmas. Adapun persiapan proses reformasi dilakukan dengan membuat analisis SWOT sistem pelayanan kesehatan di daerah, survei persepsi masyarakat terhadap layanan kesehatan, curah pikiran dengan narasumber, kajian literatur sebagai bentuk masukan dan saran untuk melakukan reformasi agar dapat berjalan dengan baik dan tepat.

Dari hasil tersebut maka konsep reformasi yang akan dilakukan adalah membangun konsep holding dalam sistem pelayanan kesehatan, membangun standarisasi fasilitas pelayanan kesehatan serta membangung KPI yang bermakna sehingga setiap faskes mampu menghadirkan dimensi baru dari pelayanan kesehatan itu sendiri. Reformasi kesehatan yang akan dilakukan di RSUD yaitu reformasi konsep, manajemen, pelayanan, kinerja dan membangun kolaborasi dengan BUMN dan swasta. Sedangkan reformasi kesehatan yang akan dilakukan di puskesmas adalah pemisahan UKM dan UKP, penguatan konsep UKM, kolaborasi dengan BUMN dan swasta, serta penerapan konsep PSO.

Reporter : Siti Nurfadilah H./PKMK FK-KMK UGM