Reportase Seri 2: Analisis Kebijakan Jantung dan Katarak dengan menggunakan Pendekatan Transformasi Kesehatan

29 Juli 2024

PKMK UGM – Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK-KMK UGM) menyelenggarakan webinar bagian 2 bertajuk “Pengenalan Pembelajaran Kelembagaan untuk Penelitian Kebijakan bagi FK-FK di Indonesia” dengan topik “Analisis Kebijakan Jantung dan Katarak dengan menggunakan Pendekatan Transformasi Kesehatan” pada Senin (29/7/2024). Kegiatan ini diselenggarakan secara daring melalui zoom meeting yang dimoderatori oleh M Faozi Kurniawan, SE, Akt, MPH. Narasumber sesi ini ialah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD yang merupakan seorang Dosen dan Guru Besar di Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM.

Laksono memaparkan kebijakan kesehatan jantung dan katarak dengan menggunakan pendekatan transformasi kesehatan berbasis platform digital. Dalam analisisnya, Laksono menekankan bahwa penggunaan platform digital sangat penting untuk mengatasi kompleksitas kebijakan kesehatan di era transformasi, terutama dalam kasus penyakit jantung. Laksono menjelaskan bahwa kebijakan kesehatan untuk penyakit jantung berbeda dengan penyakit lainnya karena detail kompleksitasnya yang unik. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan digitalisasi untuk mempermudah proses pengambilan kebijakan. Beliau juga menyoroti pentingnya penggunaan data rutin yang diolah untuk mendukung pengambilan kebijakan, seperti yang dilakukan di UGM melalui pengolahan data BPJS terkait diabetes mellitus. Data rutin ini, menurutnya, akan semakin akurat dan menjadi tumpuan dalam kebijakan riset di masa depan.

Dalam diskusi mengenai kebijakan katarak, Laksono menjelaskan bahwa biaya klaim BPJS untuk penanganan katarak meningkat lebih tinggi dibandingkan penyakit jantung. Hal ini disebabkan oleh backlog penanganan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun, serta sistem JKN yang belum mampu mencegah dan menangani kecurangan serta masih ditemukannya dokter yang memberikan penanganan operasi katarak tidak berbasis pada indikasi medis, tapi untuk kepentingan ekonomi. Laksono menekankan bahwa transformasi kesehatan melalui platform digital juga diperlukan untuk penanganan katarak secara komprehensif. Dengan adanya platform digital ini, penanganan kebijakan katarak dapat dilakukan secara menyeluruh dan multidisiplin, serupa dengan kebijakan kesehatan jantung. Platform ini diharapkan dapat mengurangi risiko kegagalan transformasi pelayanan kesehatan dan meningkatkan mutu kebijakan pelayanan kesehatan di Indonesia.

Dari hasil diskusi, Dr. dr. Febri M.Kes dari BKS-IKM-IKK-IKP menyatakan bahwa kebijakan kesehatan adalah salah satu pilar penting dalam ilmu kesehatan masyarakat, terutama dalam pencegahan penyakit katastropik seperti penyakit jantung dan stunting. Febri mendukung penuh inisiatif platform digital ini sebagai langkah positif untuk menangani penyakit-penyakit tersebut dan menekankan pentingnya pencegahan dibandingkan pengobatan. Dr. Ade Meidian Ambari, PhD, Sp.JP(K) dari PERKI menyoroti distribusi yang tidak merata dari dokter spesialis jantung di Indonesia, dengan sebagian besar SDM terkonsentrasi di Jawa dan Sumatera. Ade juga menekankan perlunya sistem rujukan berjenjang dan pendidikan yang lebih baik untuk meningkatkan jumlah dokter spesialis jantung. Prof. Dr. M. Bayu Sasongko, SpM(K), PhD, menambahkan bahwa katarak menjadi indikator kesehatan global yang signifikan. Namun, banyak masalah seperti fraud, backlog, dan keterbatasan layanan katarak masih menjadi tantangan besar. Dia menekankan pentingnya peningkatan skrining preventif dan pembangunan infrastruktur yang memadai untuk mengatasi masalah ini.

Reporter: Hasna (PKMK UGM)