Pembukaan Kongres Dunia International Health Economic Association
Laporan Hari III
Hari ini, Senin 11 Juli 2011, Konggres resmi di buka. Konggres ini diikuti oleh 1900 peserta dari lebih 50 negara dan akan mempresentasikan 1100 makalah yang membahas berbagai isu terkait ekonomi kesehatan. Terdapat 9 makalah dari Indonesia, yang dipresentasikan oleh peneliti dari UGM, UI, dan Unpad. UGM diwakili oleh 5 makalah, UI 3 makalah dan Unpad 1 makalah.
Pada pembukaan kongres dipresentasikan Keynote speech dari Katherine Ho, Associate Professor dari Columbia University. Isu yang dibahas dalam keynote speech adalah mengenai pengaruh insentif dokter dalam memilih rumah sakit rujukan. Katherine Ho adalah peneliti yang mendapat penghargaan Kenneth J Arrow karena tulisannya mengungkap teori baru dalam ekonomi kesehatan. Dalam kongres ini juga ada beberapa pembicara yang di dunia ekonomi kesehatan cukup terkenal seperti Adam Wagstaff dan Martin Feldstein.
Datang ke kongres dengan ribuan makalah dan peserta seperti ini dapat diibaratkan datang ke supermarket atau departemen store. Kalau anda tidak punya rencana membeli sesuatu, anda akan bingung. Oleh karena itu dalam laporan kali ini saya hanya akan berbagi beberapa topik yang menarik dan relevan untuk kasus Indonesia, seperti topik-topik berikut ini.
Kemungkinan Amerika Serikat mempunyai Single payer Health Insurance
Sesi ini menarik karena saat ini RUU BPJS yang sedang diperdebatkan di Indonesia akan menggabungkan asuransi kesehatan dalam satu lembaga. Sesi diselenggarakan dalam bentuk debat dengan pembicara William Hsiao dari Harvard University dan Pembahas Stepen Parente dari University of Minnesota, Menarik bahwa dalam debat tersebut terdapat dua kubu universitas yang mendukung dan menentang single payer system. Dalam argumentasinya Hsiao mengatakan bahwa single payer system sebenarnya mungkin di Amerika karena saat ini system Medicare (asuransi kesehatan untuk orang tua) dan Medicaid (asuransi kesehatan untuk orang miskin) juga sudah merupakan single payer. Namun Parente menganggap bahwa dengan single payer Amerika akan lebih dalam terjebak dalam defisit anggaran, pertumbuhan ekonomi akan terhambat dan “amerika akan kembali ke dalam depresi ekonomi”. Melihat perdebatan tersebut tampaknya ada kemiripan dengan Indonesia. Dan tampaknya perdebatan akan sangat panjang, seperti juga di Indonesia.
Inequity (ketidakadilan) dalam akses pelayanan kesehatan di Asia Pasific.
Sesi ini dibuat khusus untuk anggota Equitap, suatu jaringan peneliti dari berbagai negara Asia Pacific. Di sesi ini berbagai negara berbagi hasil penelitiannya mengenai inequity dalam pembiayaan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia termasuk yang masih belum baik kinerjanya dalam menjamin equity dan equality. Indonesia termasuk negara yang menurut Ravindra Rannan-Eliya (Institute for Health Policy, Sri Lanka) pelayanan kesehatannya masih lebih banyak dinikmati oleh orang yang relatif kaya. Tidak seperti Hongkong yang, orang kaya ataupun miskin, dapat memanfaatkan pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah. Hal itu juga terjadi di India dan Vietnam. Menariknya, di Vietnam, penduduk miskin dapat lebih mudah memanfaatkan layanan kesehatan rawat jalan daripada di Indonesia. Namun tentu saja analisis ini memerlukan akurasi data. Sayangnya masih terdapat data yang kurang akurat yang harus diperbaiki.
Makalah Dari Indonesia
Pada hari Senin dipresentasikan makalah dari Dr. Budi Hidayat, dari Universitas Indonesia. Ahli ekonomi kesehatan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat ini meneliti dampak dari program keluarga harapan (PKH) terhadap perilaku mencari pelayanan kesehatan. PKH sebenarnya adalah pemberian uang kepada keluarga miskin agar mereka teratur melakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan persalinan ke tenaga kesehatan. Dr Budi Hidayat kemudian menganalisis apakah betul setelah dijanjikan imbalan uang, kelurga miskin betul-betul memanfaatkan pelayanan kesehatan. Analisisnya, dengan menggunakan teori dan perhitungan ekonometrik yang cukup rumit, membuktikan bahwa betul, terjadi peningkatan pemanfaatan layanan kesehatan pada masyarakat miskin. Pertanyaan yang harus dijawab adalah, apakah PKH perlu diteruskan? Hal ini karena saat ini masih dalam tahap uji coba. Dan apabila diteruskan bagaimana sumber pembiayaannya?
Selain itu terdapat presentasi dari Dr. Henni Djuhaeni dari Universitas Pajajaran Bandung. Dalam makalahnya Dr. Henni menyampaikan makalah mengenai upaya kabupaten/kota di propinsi Jawa Barat untuk menjamin kesehatan masyarakatnya. Setelah desentralisasi kesehatan, banyak daerah yang ingin membentuk lembaga Jaminan Kesehatan daerah. Bu Henni mendapatkan bahwa seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat saat ini sudah membentuk lembaga jaminan tersebut. Namun karena keinginan untuk membayar asuransi kesehatan dari masyarakat masih kurang dan dasar hukum pembentukan masih belum jelas, maka diperlukan upaya yang lebih keras.
Pengorganisasian Kongress
Satu hal yang dapat dipelajari dari penyelenggaraan kongres ini adalah dalam hal manajemen penyelenggaraan. Mengorganisasikan 1900 peserta dan 1100 makalah adalah bukan pekerjaan mudah. Untuk itu panitia telah menyiapkannya setahun sebelumnya. Teknologi internet sangat dioptimalkan pemanfaatannya. Semua pemberitahuan dilakukan lewat website dan email. Seluruh ruangan dilengkapi dengan jaringan wi-fi. Disediakan beberapa laptop statis untuk peserta apabila mereka ingin membuka email atau website. Pengaturan waktu presentasi dilakukan terintegrasi dari website. Panitia, yang diketuai Bill Swan, merekrut lebih dari 200 sukarelawan mahasiswa untuk membantu peserta. Kongres ini juga disponsori oleh 26 perusahaan dan lembaga termasuk International Development Research Center, Canada; USAID dan lainnya.
The Effects of Conditional Cash Transfer Program on Basic Health Care Services in Indonesia
Kuliah Umum Prof. Martin Feldstein dari Universitas Harvard.