INDUSTRI FARMASI: SJSN 2014 Tidak Jelas, Pertumbuhan Melambat
JAKARTA—Ketidakjelasan persiapan pemerintah terkait implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2014 membuat pergerakan bisnis farmasi sedikit mengendur. Terget pertumbuhan yang semula 14% direvisi menjadi hanya 12%.
Ketua International Pharmaceutical Manufacturers Group (IPMG) Luthfi Mardiansyah mengatakan ketidakpastian pelaksanaan jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat Indonesia ini membuat pengusaha tiarap terlebih dahulu.
"Saat ini kan belum jelas berapa kisaran harga obat yang akan dibeli oleh pemerintah. Jika benar dapat diimplementasikan dan mempunyai prospek cukup bagus pada 2019, maka kami akan meningkatkan kapasitas produksi," kata Luthfi, Kamis (24/1).
Industri farmasi, tambahnya, akan mempersiapkan modal untuk peningkatan kapasitas produksinya menjadi dua kali lipat. Saat ini, kapasitas produksi obat nasional mencapai 100 juta unit obat. Akan tetapi, untuk saat ini industri farmasi masih belum berani memproduksi obat dalam jumlah yang besar.
Luthfi memperkirakan belum akan ada rencana pengembangan yang signifikan dari perusahaan lokal maupun internasional. Industri farmasi masih akan memantau implementasi perihal kebijakan pemerintah ini.
Secara bisnis, lanjutnya, pengusaha industri farmasi belum bisa menghitung captive market. Setelah memproduksi obat dalam jumlah besar, biaya distribusi obat ke daerah juga harus mulai dipikirkan.
Dia berpendapat industri farmasi, yang terdiri dari 200 perusahaan lokal dan 25 perusahaan multinasional, belum tentu akan ikut seluruhnya dalam Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
"Jika harga obat yang dibeli oleh pemerintah rendah, mereka masih bisa bekerja sama dengan asuransi komersial. Tentu saja dengan harga yang lebih baik," pungkasnya. (faa)
(sumber: www.bisnis.com)