Menekan Korupsi, Australia Bantu Indonesia Rp.5,37 Triliun

Jakarta – Australia menggelontorkan dana segar 578 juta dolar Australia (Rp5,37 triliun) untuk menekan korupsi dan membantu Indonesia memperkuat reformasi serta pelayanan sektor publik melalui beberapa kegiatan.

"Dukungan dana Rp5,37 triliun diberikan selama satu tahun, antara lain mendukung pendaftaran calon pegawai negeri baru yang transparan dan kompetitif, serta produksi iklan layanan masyarakat yang informatif," ucap Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty, Senin di Jakarta, usai mengikuti pembukaan pameran, konferensi dan pertemuan pemangku kepentingan reformasi pelayanan publik oleh Menpan dan Reformasi Birokrasi, Azwar Abubakar.

Menurut Moriarty, dukungan dana itu disalurkan melalui AusAID agar Indonesia bisa lebih tajam memerangi korupsi dan melakukan tata kelola pemerintahan lebih baik. "Tata kelola pemerintahan yang baik merupakan unsur penting dalam melaksanakan proyek-proyek pembangunan di sektor infrastruktur, kesehatan, pembangunan pedesaan, tata kelola perekonomian, hukum dan pemilihan umum.

Menpan dan RB, Azwar Abubakar mengakui, Indonesia memerlukan waktu agar bisa menyelesaikan reformasi birokrasi sesuai target.

Wamenpan dan RB, Prof Dr Eko Prasodjo (tengah bersama Duta Besar Australia untuk Indonesia, Greg Moriarty (paling kiri) menggelar jumpa pers terkait pembukaan pameran, konferensi dan pertemuan pemangku kepentingan reformasi pelayanan publik di Jakarta, Senin. (aby)

"Kami sangat berharap dapat belajar dari peserta konferensi dan meyakini bahwa mereka akan sangat membantu kami mempercepat proses reformasi birokrasi serta melenyapkan korupsi," katanya.

Wamenpan dan RB, Eko Prasodjo menambahkan, pihaknya meminta semua instansi pemerintah dari pusat sampai daerah untuk membuat unit layanan pengaduan. Hal ini sebagai cara untuk meminimalisir korupsi.

"Pelayanan masyarakat yang bersih dari korupsi harus didukung oleh pengawasan dari masyarakat. Tiap pengaduan harus direspon oleh instansi terkait dalam waktu dekat," katanya.

Dia menegaskan pelayanan birokrasi yang bersih dari korupsi harus didukung oleh pengawasan dari masyarakat. "Indikator kesuksesan reformasi birokrasi salah satunya dari indeks kepuasan masyarakat yang harus meningkat," ujarnya.

Eko menegaskan dalam jangka pendek pihaknya akan memfokuskan pembuatan unit pengaduan masyarakat pada instansi yang berhubungan dengan hajat masyarakat langsung seperti pajak, bea cukai, pertanahan. "Sehingga masyarakat bisa cepat merasakan perubahan kualitas pelayanan itu," katanya.

Dia menegaskan apabila instansi pemerintah tidak mengindahkan aturan tersebut, pihaknya akan menyiapkan sanksi. Dengan penanggung jawab adalah kepala unit sebagai penanggung jawab akan menjadi obyek hukuman ini. "Penyelenggara pelayanan publik harus menyediakan unit pengaduan jika tidak maka akan terkena sanksi administrasi maupun pidana," katanya. (poskotanews.com)