Penanganan Rokok Masih Membingungkan
gatra.com - Seorang peneliti mengatakan, tingkat konsumsi rokok yang cukup tinggi, dengan jumlah perokok yang sangat banyak, menjadi kendala pemerintah dalam menetapkan sistem yang tepat. Terutama persiapan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Menuju Cakupan Semesta 2014 di Indonesia.
"Kita sudah mendengarkan rancangan dari Wapres Boediono, bahwa tim Penanggulangan Kemiskinan sedang melakukan perhitungan mengenai implementasi dari BPJS dengan dihubungkan pada konsumsi tembakau masyarakat," ujar Rohani Budi Prihatin, Peneliti dan Legal Drafter P3DI Setjen DPR RI, di Kelapa Gading, Jakarta, Sabtu pekan lalu.
Budi menjelaskan, berdasarkan pengamatannya, perhitungannya memang sangat rumit. Karena itulah Menkeu pernah mengeluarkan statement bahwa sangat berat bila negara harus menganggung seluruh rancangan dalam BPJS.
Selain itu, ada suatu ide untuk menerapkan asuransi rokok. Jadi, pembayaran premi dasar rokok harus lebih daripada yang tidak merokok. Budi mencontohkan, kalau orang yang tidak merokok, munkgin membayar premi 5000 rupiah, tetapi kalau perokok sekitar 6.000 rupiah.
"Baik itu solusi atau bukan, tetapi nanti kesannya perokok dinomorduakan. Karena melihat peluang dia sakit lebih besar daripada bukan perokok. Oleh karena itu, studi mengenai hal ini tetap dilakukan, mudah-mudahan sebelum 2014 itu sudah selesai," ujar Budi.
Ia menjelaskan, sebenarnya pandangan mengenai rokok membahayakan untuk kesehatan sudah diakui oleh semua desk pemerintahan. Begitu juga bahwa rokok membebani pemerintah dari sisi keuangan untuk pengobatan masyarakat. Tetapi dilema mengenai sisi ekonomi juga masih terus diperhitungkan.
"Sebenarnya sangat tidak beralasan bila menyebutkan pemerintah mendapatkan banyak pemasukan dari rokok. Karena, dana yang didapatkan hanya sebesar 47 triliun. Padahal, biaya kesehatan akibat rokok mencapai 120 triliun. Bagaimana bila nanti ditanggung oleh BPJS?" ujar Bahtiar Husain, Sekjen Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
Saat ini Indonesia merupakan negara ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia, selain India dan Cina. Selain itu, Indonesia juga merupakan negara dengan perokok termuda di dunia, yaitu berusia dua tahun.
"Sebanyak 70 persen perokok di Indonesia merupakan penduduk miskin, dimana mereka dapat menghabiskan 70 persen pendapatannya untuk rokok," ujar Bahtiar.
Ia menambahkan, rokok merupakan salah satu faktor penyebab kanker. Bila dianalisa, 90 persen penderita kanker adalah perokok. Selain itu Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), juga merupakan salah satu dampak penyakit dari rokok yang sulit ditangani.