Transformasi BPJS Masih Dalam Persiapan
Menjelang pelaksanaan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), kementerian terkait dan badan penyelenggara sampai saat ini masih sibuk menyiapkan berbagai hal yang dibutuhkan. Mulai dari peraturan pelaksana sampai hal teknis.
Direktur Pengupahan dan Jaminan Sosial Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans), Wahyu Widodo mengatakan BPJS menjadi isu penting karena menyangkut hak warga negara atas jaminan pelayanan kesehatan.
Melihat jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta orang, Wahyu memperkirakan pelaksanaan BPJS berpotensi berjalan baik. Pasalnya, semakin banyak peserta BPJS dan disiplin membayar iuran, maka pelaksanaan BPJS akan turut berjalan baik. Sebagai salah satu kementerian yang dilimpahi tanggung jawab untuk membentuk BPJS, khususnya BPJS Ketenagakerjaan, Wahyu menyebut Kemenakertrans telah menyelesaikan berbagai rancangan peraturan pelaksana.
Dia mencatat sedikitnya Kemenakertrans mengemban amanat untuk menyelesaikan sembilan peraturan pelaksana BPJS Ketenagakerjaan. Sampai saat ini sebagian rancangan peraturan menurutnya sudah selesai. Namun, dia menyebut belum dapat mempublikasikan rancangan itu karena masih dalam proses pendalaman di Kemenakertrans. "Ada sembilan peraturan yang harus disiapkan untuk melaksanakan BPJS (Ketenagakerjaan,-red)," kata dia dalam seminar yang digelar Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), di Jakarta, Kamis (31/1).
Pada kesempatan yang sama, Direktur Kepesertaan dan Hubungan Antar Lembaga PT Askes, Sri Endang Tidarwati, mengatakan sebagai badan penyelenggara BPJS Kesehatan, di tahun 2013 ini PT Askes sedang fokus melakukan proses pengalihan. Misalnya, proses pengalihan program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) TNI/POLRI dan peserta Jamsostek menjadi BPJS Kesehatan.
Mengingat beberapa peraturan pelaksana BPJS Kesehatan sudah diterbitkan, seperti Perpres Jaminan Kesehatan (Jamkes) dan PP Penerima Bantuan Iuran (PBI), Endang menyebut PT Askes sedang melakukan persiapan internal. Seperti organisasi, akuntansi, investasi, operasional, bisnis proses dan teknologi. Walau dikategorikan sebagai badan penyelenggara BPJS, PT Askes tak melulu mempersiapkan hal teknis. Menurut Endang, PT Askes aktif menyampaikan rancangan peraturan kepada lembaga pemerintahan terkait.
Tak ketinggalan, Endang juga mengatakan berjalannya BPJS Kesehatan sangat dipengaruhi oleh SDM. Dalam menyiapkan SDM untuk mampu memberikan pelayanan terhadap peserta BPJS Kesehatan, PT Askes mulai melakukan perekrutan. Tahun lalu jumlah orang yang berhasil dilatih dan direkrut untuk memberikan pelayanan kepada peserta BPJS Kesehatan mencapai 500 orang. Sedangkan awal tahun ini, PT Askes sudah merekrut lebih dari 1000 orang untuk memperkuat sektor SDM di BPJS Kesehatan. "Untuk kelancaran pelaksanaan BPJS Kesehatan," ujarnya.
Sementara, Direktur Perencanaan, Pengembangan dan Informasi PT Jamsostek, Agus Supriyadi, mengatakan yang penting dilakukan badan penyelengara BPJS, tak terkecuali PT Jamsostek, adalah menyiapkan aspek teknis. Tentu saja hal teknis itu diselenggarakan selaras untuk mengimplementasikan amanat UU SJSN dan BPJS. Misalnya, dalam BPJS Ketenagakerjaan, hal teknis itu harus menjawab persoalan apakah semua pekerja dapat tercakup, benefitnya memadai dan melakukan pelayanan dengan baik. "Itu kunci dari tugas pokok yang harus dilakukan badan penyelenggara BPJS," katanya.
Untuk menghadapi perubahan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan di tahun 2014 dan beroperasi 2015, Agus mengatakan PT Jamsostek sedang melakukan tiga langkah utama. Pertama, mengawal pembentukan dan pelaksanaan peraturan terkait. Bagi Agus, hal itu dilakukan agar penyelenggaraan pelayanan BPJS Ketenagakerjaan nanti tak dijumpai banyak masalah. Hal serupa juga dilakukan dalam teknis operasional. Dan melakukan sosialisasi masif, baik internal serta eksternal.
Kedua, PT Jamsostek sedang membangun landasan yang kokoh untuk penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan. Seperti meningkatkan kepesertaan, pelayanan, teknologi, investasi, keuangan dan SDM PT Jamsostek. Lagi-lagi, Agus menekankan langkah tersebut dijalankan untuk menyiapkan penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan.
Ketika kedua langkah itu sudah siap, berikutnya, PT Jamsostek akan mengharmonisasikan manfaat dan pelayanan prima. Misalnya, memberi pelayanan yang terbaik serta menggunakan sistem yang mengutamakan portabilitas seperti menggunakan mekanisme pendaftaran, pembayaran dan pengajuan klaim secara online. Untuk mendukung sistem portabilitas itu, Agus mengaku saat ini PT Jamsostek menjalin kerjasama dengan beberapa bank.
Kemudian, Agus menyoroti pentingnya masyarakat mendapat informasi yang cukup tentang BPJS Ketenagakerjaan. Oleh karenanya, mengacu pasal 16 UU SJSN, yang intinya menyebut setiap peserta berhak memperoleh informasi penyelenggaraan jaminan sosial, maka PT Jamsostek akan memperluas jaringannya sampai ke tiap wilayah di Indonesia. Sejalan dengan itu, PT Jamsostek akan membuka kantor cabang dan representasi di tiap provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. Hal itu akan dilakukan sesuai mandat pasal 8 UU BPJS.
Agus mengingatkan, dalam waktu dekat, JPK yang dikelola PT Jamsostek akan dialihkan ke BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, PT Jamsostek dan PT Askes sudah melakukan beberapa kali pertemuan untuk membahas pengalihan program pelayanan tersebut. Diharapkan, ketika BPJS Kesehatan berjalan di 2014, maka peserta JPK PT Jamsostek tak menemui kesulitan di lapangan. "Kami bekerjasama bagaimana agar program itu berpindah tanpa masalah," urainya.
Keterlibatan Publik
Koordinator Advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menekankan agar pembahasan rancangan peraturan pelaksana BPJS melibatkan pemangku kepentingan, terutama serikat pekerja. Timboel khawatir peraturan pelaksana itu akan diterbitkan tanpa memperhatikan banyak aspek, ujungnya, regulasi yang diterbitkan terkesan asal-asalan. Misalnya, dalam rancangan program Jaminan Hari Tua (JHT) dalam BPJS Ketenagakerjaan. Timboel melihat dalam ketentuan itu dimasukan syarat yang harus dipenuhi peserta jika ingin mengambil JHT.
Timboel mencatat sedikitnya ada empat syarat, yaitu peserta meninggal dunia, pensiun, pergi keluar negeri dan tak kembali serta cacat total. Baginya, berbagai persyaratan itu memberatkan pekerja. Karena, dalam situasi tertentu, pekerja sangat membutuhkan dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Misalnya, pekerja diputus hubungan kerja (PHK). Kemudian, pekerja tersebut tak mendapat upah seperti biasa, sehingga dana yang tersimpan dalam program JHT akan diambil untuk digunakan.
Praktiknya, tindakan seperti itu kerap dilakukan pekerja dan peraturan yang berlaku saat ini dalam program JHT PT Jamsostek tergolong memberi kemudahan. Atas dasar itu, Timboel berharap agar persyaratan yang menguntungkan bagi peserta itu dimasukan dalam program serupa di BPJS Ketenagakerjaan. "Makanya, publik harus dilibatkan dalam membahas peraturan terkait BPJS," tegasnya.
(sumber: www.hukumonline.com)