RSJ Minim, Lebih dari 18 Ribu ODGJ Dipasung

12oktPelayanan Kesehatan jiwa seharusnya dibuat setara dengan pelayanan kesehatan lainnya. Karena orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) memiliki kesempatan pulih jika dideteksi, didiagnosis dan ditreatment dengan cepat.

"Integrasi kesehatan jiwa pada pelayanan umum di Puskesmas sebenarnya bisa menjadi kunci dalam penanganan ODGJ dan orang dengan masalah jiwa (ODMK)," kata Prof Dr Budi Anna Keliat, Guru Besar Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia dalam diskusi jelang peringatan Hari Kesehatan Jiwa pada setiap 10 Oktober, di Jakarta, Jumat (9/10).

Diskusi dibuka Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan (Kemkes), Eka Viora dan Ketua Konsorsium Pekerjaan Sosial Indonesia (KPSI), Bagus Utomo.

Akibat masih minimnya rumah sakit jiwa (RSJ) di Indonesia, lanjut Budi Anna Keliat, penanganan ODGJ dan ODMK dilakukan dengan cara pemasungan. Dari sekitar 1 juta kasus gangguan jiwa berat, ada sekitar 18 ribu orang dipasung.

"Penemuan pasien dipasung hanya fokus pada pelayanan kuratif dan rehabilitatif, belum menyelesaikan masalah kesehatan jiwanya," ujarnya.

Menurut Budi Anna Keliat, pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia masih menyelesaikan masalah di hilir dan bersifat pasif. Fokus pelayanan pun masih di institusi atau rumah sakit jiwa.

"Artinya, menunggu masyarakat membawa ODMK ke rumah sakit jiwa. Pelayanan yang pasif ini merugikan masyarakat. Karena masyarakat tidak tahu kapan memutuskan membawa pasien ke rumah sakit jiwa," ujarnya.

Ditambahkan, hal ini selaras dengan hasil penelitian di Jakarta bahwa 45 persen pasien yang mengalami gangguan jiwa pertama-tama mencari pelayanan ke pengobatan alternatif. Setelah kronis (8,5 persen) baru mencari pelayanan ke kesehatan jiwa.

"Kondisi ini tidak boleh dibiarkan terus. Pelayanan kesehatan jiwa di Puskesmas sudah tidak bisa ditunda-tundalagi. Agar masyarakat tak lagi berobat ke pemgobatan tradisional," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Bina Kesehatan Jiwa, Kemkes, Eka Fiora menyayangkan sikap masyarakat yang masih mengaitkan masalah gangguan jiwa dengan hal-hal supranatural.

'Padahal gangguan jiwa tak terkait dengan hal-hal supranatural. Itu murni penyakit yang bisa diobati hingga sembuh," ucap Eka Viora.

Remaja, menurut Eka, merupakan kelompok yang rentan terkena gangguan jiwa. Remaja sering tak stabil sehingga mereka mudah terpengaruh miras, narkoba, tawuran, dan hal-hal negatif lainnya.

Gangguan jiwa pada remaja bisa dicegah sedini mungkin. Misalkan, pasangan yang akan menikah diberi konseling bagaimana mendidik anak-anaknya kelak dengan baik. Agar anaknya punya mental yang kuat, tak mudah terpengaruh dan jiwanya sehat.

Dalam menangani gangguan jiwa, lanjut Eka, pemerintah sebenarnya sudah mewajibkan Puskesmas untuk memiliki pelayanan kesehatan jiwa. Namun kebijakan itu hingga kini belum diterapkan secara optimal karena keterbatasan sumber daya dokter dan fasilitas penunjang lainnya. (TW)

Add comment

Security code
Refresh