SAHdaR: Korupsi di Bidang Kesehatan Didominasi Aparatur Sipil Negara
Selama sewindu terakhir kasus korupsi di bidang kesehatan telah menduduki lima besar terbanyak di Indonesia. Hal ini dinilai karena besarnya anggaran yang digelontorkan Pemerintah untuk melancarkan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Koordinator Eksekutif Sentra Advokasi Untuk Hak dan Pendidikan Rakyat (SAHdaR) Indonesia, Ibrahim menyebutkan, periode 2011 - 2018 terjadi peningkatan kasus korupsi ketika dilaksanakannya program JKN di Sumatera Utara.
“Terutama, dalam aspek kuratif dan rehabilitatif. Bahkan, saat ini muncul pola perluasan korupsi ke anggaran promotif dan preventif,” kata Ibrahim dalam diskusi publik ‘Mencegah Korupsi Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional’, Jumat (23/11) lalu.
Pemantauan kasus korupsi yang disidangkan di pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, sambung Ibrahim, ada 35 kasus korupsi kesehatan yang menjerat 82 orang selama delapan tahun terakhir. Total kerugian negara122 miliar rupiah.
Apabila ditelisik lebih jauh, permasalahan korupsi kesehatan didominasi Aparatur Sipil Negara (ASN). Dengan komposisi, 61 orang ASN dan 21 orang pihak swasta yang bekerja sama dengan abdi negara.
Pelaku korupsi ASN ini diidentifikasi dilakukan 41 persen panitia pengadaan, 30 persen Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), dan 21 persen merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
Seluruhnya adalah ASN biasa atau Eselon IV, sehingga dapat dikatakan penegakan hukum dalam korupsi kesehatan menyasar pada middle to low pelaksana tugas ataupun penerima mandat kegiatan dari Pengguna Anggaran atau Kepala Daerah.
Modus Lama
Masih kata Ibrahim, pelaku korupsi kesehatan di Sumatera Utara banyak terjerat saat menjalankan tugas pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerinah. Spektrum PBJ, khususnya alat kesehatan, obat dan infrastruktur mencapai angka 29 kasus dari 35 kasus sepanjang 2011 - 2018.
“Modus yang digunakan konvensional, seperti penyalahgunaan wewenang sebanyak 13 kasus dan mark up sebanyak 11 kasus. Tidak ada modus baru. Modus ini jamak ditemukan di institusi Dinas Kesehatan, Rumah Sakit Umum Daerah dan Puskesmas,” tambahnya.
Lebih spesifik lagi, kasus terbanyak terjadi di Simalungun dengan total empat kasus, Asahan tiga kasus, Medan tiga kasus dan Tapanuli Utara tiga kasus. Selebihnya, satu atau dua kasus korupsi di Kabupaten dan Kota di Sumatera Utara.
Staf Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW), Wana Alamsyah menyebutkan, terjadi perluasan korupsi kesehatan dalam aspek promotif dan preventif.
Lanjutnya, Puskesmas sebagai bagian dalam mendorong upaya promotif dan preventif di masyarakat telah terkontaminasi untuk kepentingan kampanye politik. Salah satu kasusnya yakni suap yang menjerat Bupati Jombang, Nyono Suharli.
Masifnya korupsi kesehatan, tidak heran Indeks Kesehatan di Indonesia berada dalam posisi yang buruk dengan menempati urutan 101 dari 147 negara berdasarkan laporan Legatum Prosperty Index tahun 2017.
“Ada tiga variabel yang disorot yakni kesehatan fisik dan mental, infrastruktur kesehatan, dan upaya pencegahan,” tutur Wana.
Inspektorat Provinsi Sumatera Utara, OK Henry, menanggapi pemaparan yang disampaikan Ibrahim. Ia mendorong agar seluruh stakeholder memperkuat fungsi pencegahan pada aspek korupsi sektor kesehatan sehingga Provinsi Sumatera Utara tidak selalu menjadi wilayah tertinggi yang terpapar kasus.
“Mengingat pola korupsi yang terjadi selalu berkelindan akibat besarnya anggaran, maka perlu ada upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitas pada seluruh stakeholder kesehatan. Ini penting untuk meningkatkan kesehatan masyarakat agar tercapai tujuan program JKN,” ujarnya.
{jcomments on}