Efisiensi Anggaran Kemenkes
Jakarta, PKMK. Menteri Kesehatan RI Nafsiah Mboi mengatakan, efisiensi anggaran yang dilakukan di Kementerian Kesehatan RI merupakan upaya untuk menghindari pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2012 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. Undang-Undang itu mengharuskan defisit anggaran tidak melebihi 3 persen. Sementara, pergerakan ekonomi makro menyebabkan defisit tersebut melebihi angka tersebut. Maka, Pemerintah Indonesia mengambil sejumlah langkah seperti mengurangi subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, dan melakukan efisiensi anggaran di Kementerian ataupun Lembaga Negara. "Kondisi ekonomi makro telah menyebabkan tekanan terhadap pendapatan negara," kata diadi Jakarta (30/5/2013).
Terkait efisiensi, tidak seluruh pos bisa dikurangi anggarannya. Itu terutama anggaran prioritas nasional di bidang kesehatan. Seperti yang terkait Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2010-2014. Demikian juga yang terkait remunerasi pegawai Kementerian Kesehatan, belanja modal, dan lain-lain. Apabila efisiensi anggaran Kementerian Kesehatan RI harus dilakukan di kisaran Rp 1,9 triliun, untuk Juni-Desember 2013 hanya tersisa sekitar Rp 1 triliun untuk seluruh aktivitas. Hal itu tentu menyebabkan sejumlah target tidak tercapai. "Antara lain, target di RPJMN, percepatan pembangunan kesehatan di Papua Barat, dan lain-lain. Itu bisa tidak terdanai optimal," kata Menteri Nafsiah.
Apabila efisiensi sebesar Rp 1,9 triliun itu tetap dilakukan, Kementerian Kesehatan akan mengajukan tambahan anggaran sebesar Rp 4 triliun melalui mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2013. "Bagi Kementerian Kesehatan, efisiensi anggaran jelas merupakan satu hal yang berat. Kami sebenarnya tidak menyetujui begitu saja pemotongan tersebut," kata Menteri Nafsiah.