Harga Obat Berpotensi Naik
Semarang - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar mulai memukul industri farmasi yang 90% bahan bakunya diimpor dari luar negeri. Hal itu menyebabkan, sejumlah produsen obat-obatan dipastikan akan menaikkan harga jual produknya pada tahun ini.
"Saat rupiah kian melemah, biaya impor pun bertambah. Hal ini berpotensi akan terjadi kenaikan harga obat di tahun ini," ungkap Djakfarudin Junus, Direktur Utama PT Indofarma Tbk, Kamis (14/2).
Ia menuturkan, komponen harga obat antara lain bahan baku, biaya pengolahan, biaya kemasan, biaya distribusi, biaya pemasaran serta biaya administrasi. Sementara biaya bahan baku menyumbang sekitar 25%-30% dari beban keseluruhan. Selama ini industri farmasi memperoleh 90% bahan baku impor. Pasokan bahan baku impor terbanyak dari China hingga 75%. Disusul India 20% dan sisanya negara Eropa.
"Namun kami masih belum bisa memproyeksikan berapa besar kenaikan harga obat pada tahun ini. Sebab tergantung strategi bisnis setiap perusahaan. Biasanya, sebelum menaikkan harga jual perusahaan masih mempunyai pilihan lain. Apalagi jika daya beli konsumen rendah," paparnya.
Sementara itu, Direktur Keuangan PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius menilai, pelemahan rupiah tak serta merta mengerek naik harga obat. Meski 90% bahan baku farmasi impor, sejauh ini pelemahan rupiah belum membuat harga bahan baku naik tajam.
Apalagi, impor bahan baku memakai management stock. Tapi ia tak menyangkal perusahaan farmasinya punya opsi menaikkan harga obat jika rupiah terus melemah lebih dari empat bulan. "Jika harga obat tidak naik, perusahaan lebih memilih efisiensi bahan baku dan SDM sampai mengurangi margin keuntungan," ujarnya.
Ketua Umum GP Farmasi Jateng, Dr Koesbintoro Singgih mengatakan, pengusaha farmasi banyak mendapatkan tantangan. Utamanya menghadapi praktik Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) 2014 dan Asean Charter 2015. Pemerintah telah mengeluarkan UU Nomor 40/2004 tentang SJSN.
Berdasarkan UU itu telah dibentuk pula UU Nomor 24/2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). SJSN di bidang kesehatan itu akan diberlakukan secara nasional mulai 1Januari 2014. Transformasi tersebut dinilai sebagai peluang sekaligus tantangan bagi perkembangan industri farmasi.
"Praktik SJSN nantinya ikut pula mengerek besarnya anggaran pengeluaran kesehatan dari 2% menjadi 5% dari Gross Domestic Product (GDP). Maka, anggaran untuk kesehatan dan obat akan meningkat drastis," katanya.
(sumber: www.suaramerdeka.com)