Hari Kesehatan Sedunia: Waspadai Ancaman "Silent Killer"

Jakarta - Peringatan Hari Kesehatan Sedunia (World Health Day/WHD) yang jatuh pada 7 April tahun ini mengingatkan seluruh negara di dunia untuk mewaspadai ancaman hipertensi atau tekanan darah tinggi.

Hipertensi kini merupakan masalah kesehatan dunia yang mencemaskan dan menyebabkan beban biaya kesehatan semakin tinggi.

Hipertensi memberikan kontribusi terhadap tingginya angka kematian akibat penyakit tidak menular, seperti stroke dan jantung koroner.

Dalam statistik kesehatan dunia tahun 2012, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan bahwa hipertensi adalah suatu kondisi berisiko tinggi yang menyebabkan sekitar 51% dari kematian akibat stroke, dan 45% dari jantung koroner.

Pada tahun 2011, WHO mencatat satu miliar orang di dunia menderita hipertensi.

Dua per tiga di antaranya berada di negara berkembang yang berpenghasilan rendah dan sedang. Indonesia berada dalam deretan 10 negara dengan prevalensi hipertensi tertinggi di dunia, bersama Myanmar, India, Srilanka, Bhutan, Thailand, Nepal, Maldives.

Prevalensi hipertensi akan terus meningkat, dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di dunia terkena serangannya.

Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan (Kemkes) Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, di Indonesia sendiri prevalensi hipertensi sebesar 31,7%, yang berarti 1 dari 3 orang mengalaminya.

Ironisnya, 76% dari mereka yang tidak mengetahui dirinya telah mengalami hipertensi, sehingga tidak mendapatkan pengobatan.

"Padahal hipertensi yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi yang fatal, seperti serangan jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi juga dapat menyebabkan kebutaan, irama jantung tidak beraturan, dan gagal jantung," katanya, di Jakarta, baru-baru ini.

Ia mengatakan, peringatan WHD tahun 2013 mengusung tema hipertensi, karena banyak orang tidak mengenali dan memahami bahayanya. Hipertensi seringkali tidak bergejala, sehingga sering disebut silent killer atau pembunuh terselubung yang tidak disadari.

Peningkatan prevalensi hipertensi juga berpotensi mengancam pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena di samping mengakibatkan kesakitan dan kematian tinggi, biaya pengobatan yang harus diberikan mahal karena seumur hidup.

Memperingati WHD tahun ini Kemkes mengimbau masyarakat untuk saling mengingatkan tentang bahaya hipertensi.

Selain itu, Kemkes juga meminta masyarakat menerapkan perilaku CERDIK, yaitu cek kesehatan secara berkala, enyahkan asap rokok, rajin aktivitas fisik, diet sehat dengan kalori seimbang, istrahat cukup, dan kelola stress.

Mengukur tekanan darah secara rutin serta teratur minum obat sesuai anjuran dokter juga penting bagi mereka yang sudah terkena hipertensi.

"Hipertensi bisa dicegah dan diobati. Sederhana saja, setiap datang ke fasilitas kesehatan, tekanan darah wajib masuk sebagai salah satu pemeriksaan. Setiap orang harus tahu berapa tensinya. Dengan begitu orang akan lebih waspada," kata Tjandra.

Kemkes juga sedang menggodok regulasi untuk mengontrol konsumsi garam di dalam negeri.

Dalam memperingati WHD yang mengusung tema "Waspadai Hipertensi, Kendalikan Tekanan Darah", Kemkes akan melakukan rangkaian kegiatan yang bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat akan ancaman hipertensi.

Di antaranya, gerakan pengukuran tekanan darah bagi masyarakat sejak 7-14 April.

Pengukuran tekanan darah ini dilakukan pada setiap pasien maupun pengunjung berusia di atas 18 tahun di semua fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit baik pemerintah maupun swasta, klinik, dan posbindu penyakit tidak menular.

Perwakilan WHO di Indonesia Kanchit Limpakaryanarat mengatakan secara individu setiap orang berisiko terkena hipertensi.

Akan tetapi belakangan ini kejadiannya lebih banyak terjadi di perkotaan, karena pengaruh gaya hidup, seperti pola makan, pola diet, kurang aktivitas fisik, stress tinggi, alkohol, dan merokok.

Menurutnya, mudah saja mencegah hipertensi, yakni hindari faktor risiko, seperti kurangi konsumsi garam, dan makan tidak berlebihan dan selektif dalam memilih makanan.

"Selama kita memotong faktor risikonya, kita bisa terhindar dari ancaman hipertensi," katanya.

(sumber: www.beritasatu.com)