Ringkasan Isi Seminar

Seri IV Penanganan Fraud Layanan Kesehatan untuk Keberlangsungan Program JKN

9 Juli 2020

kerangka acuan   reportase

Aturan mengendai pengendalian fraud program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah diluncurkan sejak tahun 2015 dalam PMK No. 36/ 2015. Pada tahun 2019, regulasi ini direvisi menjadi PMK No. 16/ 2019. Hingga tahun ke 6 diluncurkannya regulasi ini, belum ada evaluasi terkait penerapan regulasi ini oleh berbagai stakeholder yang terlibat program JKN. Situasi ini mendorong PKMK FK KMK UGM dan didukung oleh Knowledge Sektor Inisiative (KSI) menyelenggarakan penelitian dengan topik “Evaluasi Realis:  Implementasi Regulasi Anti Fraud Program JKN.”

Penelitian ini dilakukan di 13 provinsi di Indonesia untuk menilai penerapan PMK No. 36/ 2015. Penelitian dilakukan dengan pendekatan realis, yaitu metode yang menangkap dalam situasi apa regulasi ini dapat berjalan? Bagaimana caranya berjalan? Dan Keluaran sebagai dampak berjalannya regulasi ini. Penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak adanya kebijakan khusus anti fraud yang diadopsi di tingkat organisasi menyebabkan tidak ada arahan yang pasti bagi seluruh staf institusi dan tim anti fraud untuk menjalankan program-program pengendalian fraud sehingga menyebabkan komponen program berjalan tidak optimal.

Rekomendasi yang diajukan sebagai respon hasil penelitian adalah: (a) menyusun kebijakan tingkat daerah terkait pencegahan kecurangan JKN; (b) mendorong pimpinan untuk berkomitmen tinggi untuk menerapkan upaya-upaya pengendalian kecurangan JKN; (c) membentuk Tim Pencegahan kecurangan JKN; dan (d) meningkatkan kompetensi Tim Pencegahan Kecurangan JKN melalui program edukasi dan training.

Penerapan PMK No. 36/ 2015 yang belum optimal sejalan dengan situasi di Indonesia yang memang juga belum optimal membangun sistem pengendalian kecurangan JKN. Salah satunya adalah dalam proses deteksi potensi fraud. Laporan Majalah Tempo per 6 Juni 2020 menyebutkan bahwa potensi fraud di Indonesia hanya kurang 1%. Namun, data ini juga kurang detil apakah 1% ini adalah besaran kasus atau besaran dampak atau besaran kelompok yang berpotensi melakukan fraud.

Situasi ini menunjukkan bahwa Indonesia perlu membangun sistem anti fraud yang menyeluruh, termasuk sistem deteksi potensi fraud. Agar sistem deteksi potensi fraud dapat lebih optimal, perlu dilakukan langkah-langkah berikut: (a) membangun sistem pengaduan terpadu; (b) melatih pihak-pihak terkait untuk mengenali skema fraud program JKN dan mendorong pihak terlatih ini untuk melaporkan potensi fraud yang diketahui/ dialami; (c) mengembangkan metode deteksi lain yang membantu terbongkarnya kasus fraud program JKN; (d) melatih pihak terkait untuk mampu mendeteksi potensi fraud secara mandiri; dan (e) hasil deteksi potensi fraud ditindaklanjuti dalam bentuk investigasi.