Reportase Pelatihan Tahap III: Analisis Kebijakan (Masalah Jantung dan Kanker)

Pemateri: Gabriel Lele, Dr.Phil, S.IP., M.Si.

2nov2

Pelatihan Tahap III hari kedua tentang analisis kebijakan dengan fokus pada policy recommendation dilaksanakan pada Selasa, 27 Oktober 2020 pukul 10.00 - 12.00 WIB. Pelatihan yang dilakukan via daring ini diikuti peserta dengan antusias dan aktif karena metode pelatihan yang secara langsung melibatkan peserta.

Gabriel memulai pelatihan dengan menekankan bahwa sebaik apapun alternatif rekomendasi kebijakan, tidak akan berguna jika alternatif tersebut tidak bisa dilaksanakan. Prinsip utama untuk menentukan alternatif kebijakan adalah “non-spuriousness”, yang diartikan sebagai hubungan murni atau hubungan yang tidak pura - pura antara x dan y, atau antara alternatif dengan dampak. Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk memastikan adanya non spuriousness dalam hubungan antara masalah adalah dengan melakukan riset empiris untuk menentukan alternatif yang paling tepat.

Sekali lagi Gabriel menekankan ecological fallacy atau jebakan ekologis dimana suatu kebijakan yang berhasil di daerah yang satu belum tentu bisa berhasil di daerah yang lain. Oleh karena itu, jika ingin menggunakan metode benchmarking dalam penentuan alternatif, seorang analis kebijakan perlu mengkaji faktor - faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi alternatif di suatu wilayah untuk memastikan jika ingin mengaplikasikan alternatif yang sama di daerah lain, faktor - faktor tersebut juga ada.

Memilih alternatif itu seperti berbelanja. Awalnya kita berbelanja dulu alternatif a, b, c, dan seterusnya. Setelah itu baru kita mengasah alternatif - alternatif tersebut dengan 6 variabel untuk menguji fisibilitas. Variabel pertama adalah substantively sound yang artinya adanya hubungan sebab akibat antara alternatif dengan dampak. Variabel kedua adalah administrative capacity atau kapasitas yang dimiliki oleh suatu entitas. Variabel ketiga adalah economic cost - benefit. Dalam mengkaji economic cost - benefit suatu alternatif, kita bisa melihat dari segi besaran biaya yang dibutuhkan (cost), dari segi manfaat jika alternatif diimplementasikan (benefit), atau dari gabungan antara cost dan benefit. Semakin kecil cost dan semakin besar benefit maka semakin fisibel alternatif tersebut. Variabel keempat adalah social acceptability atau seberapa sesuai dan sejalan suatu alternatif dengan nilai, norma, maupun adat istiadat di suatu wilayah. Variabel kelima adalah dukungan politik atau political support. Seorang analis kebijakan perlu mengkalkulasi apakah arah dari kebijakan daerah sesuai dengan alternatif yang ditawarkan. Terkadang secara substantif dan sosial sebuah alternatif memenuhi kriteria, tetapi terbentur pada dukungan politik. Variabel keenam atau yang terakhir adalah legal framework, yakni keadaan dimana suatu alternatif memiliki payung hukum atau tidak.

Selanjutnya peserta pelatihan diberi kesempatan untuk melakukan pembobotan alternatif kebijakan menggunakan enam variabel dengan metode pembobotan delphi sederhana. Alternatif dengan bobot tertinggi berarti fisibilitasnya besar sehingga paling layak dan dapat dilaksanakan. Melalui praktik delphi sederhana ini peserta mendapat gambaran proses pemilihan alternatif terbaik secara langsung karena seusai pelatihan ini .

Saat penutupan pelatihan Gabriel menegaskan kembali tahapan analisis kebijakan dimulai dari identifikasi masalah secara tepat, analisis penyebab masalah, pengkajian alternatif rekomendasi, melakukan pembobotan berdasarkan kriteria atau variabel, dan yang terakhir adalah menyusun rekomendasi. Diharapkan peserta dapat mempraktikkan secara langsung semua tahapan ini.

Reporter: Nike Frans