Reportase Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue Tahap I
Hari Ketiga: 4 Februari 2021
Pada Kamis (4/02/2021) telah diselenggarakan Pelatihan Penulisan Policy Brief dan Pelaksanaan Policy Dialogue tahap I hari ketiga. Acara berlangsung pukul 13.00 – 15.00 WIB di Gedung Litbang, FK – KMK UGM dan disiarkan melalui zoom meeting. Pelatihan ini merupakan hasil kerja sama antara Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) FK - KMK UGM bersama dengan World Health Organization (WHO) Indonesia dalam program penguatan dan pengembangan kebijakan kesehatan. Peserta pelatihan adalah mitra universitas.
Tujuan pelatihan ini antara lain mempromosikan kebijakan berbasis bukti kepada para mitra universitas; membangun kapasitas mitra terpilih dalam memproduksi produksi terjemahan pengetahuan (knowledge translation); mitra universitas dapat menulis policy brief sesuai standar penulisan untuk empat masalah kesehatan prioritas KIA, gizi, CVD, dan Kanker; mitra universitas dapat melakukan pemetaan stakeholder lokal; dan dapat melibatkan stakeholder lokal dalam proses policy dialogue. Dua orang narasumber dihadirkan dalam pelatihan ini yaitu Shita Listya Dewi dan Tri Muhartini, MPA dengan moderator dr. Sandra Frans, MPH.
Sesi 1 – Presentasi Outline Policy Brief
Pelatihan dimulai dengan presentasi outline policy brief oleh peserta pelatihan. Presentasi pertama oleh Silva tentang kasus stunting yang banyak ditemukan di lingkungan yang berperilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) terutama oleh keluarga pra sejahtera yang belum mampu memiliki jamban keluarga sendiri. Presentasi kedua oleh Dian dengan isu kesehatan yang diangkat mengenai kejadian Kurang Energi Kronis (KEK) pada ibu hamil di Kota Bandar Lampung. Presentasi ketiga oleh Sri dengan mengangkat isu kader dalam pengukuran BB dan TB untuk menentukan kasus dan kategori stunting.
Presentasi keempat oleh Juanita menyoroti tingginya angka kematian akibat CVD dikaitkan dengan distribusi SDM dan upaya preventif dan promotif di FKTP. Presentasi kelima dilakukan oleh Sani terkait paparan karsiongen di tempat kerja di Indonesia. Presentasi keenam dilakukan oleh Ambo dengan topik deteksi dini faktor risiko kanker melalui kebijakan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM. Presentasi ketujuh dilakukan oleh Siti terkait AKI dan KB. Presentasi kedelapan oleh Tuty mengenai SPM di wilayah Provinsi Sumatera Barat.
Sesi 2 - Pemetaan Pemegang Kepentingan (Stakeholders Mapping)
Shita Listya Dewi
Stakeholder dapat berasal dari berbagai kalangan seperti policy maker, manajer di institusi ataupun di kegiatan berbasis komunitas, anggota asosiasi kesehatan, peneliti, organisasi nasional dan internasional, pasien, konsumen, dan lain sebagainya. Dalam memilih stakeholder, perlu dibuat pemetaan menggunakan tabel mapping sederhana yang berisi identitas grup stakeholder, nama/ title of stakeholder, apakah akan diundang untuk wawancara, atau lebih jauh diundang dalam kegiatan dialog kebijakan.
Kemudian dilakukan stakeholder power analysis berdasarkan power dan interest mereka. Pada awalnya kita asumsikan bahwa semua stakeholder memiliki kekuasaan dan ketertarikan pada masalah yang kita angkat. Kemudian setelah kita identifikasi lebih lanjut, kita tentukan mana yang akan kita dekati untuk dilakukan engagement tahap awal dengan wawancara mendalam. Modal dasar dalam menggandeng para stakeholder yaitu 3C (Concern, Capacity, and Connecting).
Pertama, concern, apakah mereka ada concern dengan isu yang kita angkat, adakah kesamaan concern dengan kita? Kedua capacity, kalau mereka punya concern, kemudian kita lihat capacity mereka, apakah ada kapasitas mereka yang dapat kita manfaatkan. Ketiga adalah connecting. Tugas berikutnya adalah bagaimana saya bisa connect dengan mereka, apa yang bisa saya sampaikan sehingga ada kesepemahaman/ satu visi, dan ini bisa tercapai jika ada connecting dengan mereka. Strategi 3C ini yang akan membantu kita meng-engage stakeholder secara lebih efektif.
Sesi 3 - Strategi Pelibatan Pemangku Kepentingan: In Depth Interview dan Policy Dialogue
Tri Muhartini, MPA
Ada 2 strategi dalam melibatkan stakeholder yaitu indepth interview atau wawancara mendalam dan policy dialogue. Wawancara mendalam dilakukan sebelum policy brief menjadi final. Wawancara mendalam dilakukan untuk mendapatkan masukan. Sebelum melakukan wawancara, hal yang perlu dimiliki adalah outline final dari policy brief dan daftar target pemangku kepentingan yang akan diwawancara. Hal umum yang perlu dipersiapkan antara lain undangan dan daftar pertanyaan. Pengalaman kami, untuk lebih amannya kami menyiapkan pertanyaan terbuka.
Dalam wawancara ini diharapkan para stakeholder dapat memberikan perspektif mereka terkait masalah yang diangkat. Selain itu, wawancara ini juga dapat digunakan untuk memperoleh data baru. Perlu diperhatikan, jika terjadi perbedaan pendapat selama wawancara, tidak perlu melakukan sanggahan yang dapat menimbulkan perdebatan, karena kita harus tetap menjaga hubungan dengan pemangku kepentingan. Perlu ditekankan juga bahwa their opinions matter.
Selain wawancara, strategi lain dalam melibatkan stakeholder adalah dengan dialog kebijakan (policy dialogue). Tujuannya antara lain untuk meningkatkan ketertarikan pemangku kepentingan, mendapatkan masukan atau respon tambahan yang berkaitan dengan topik, dan mendapatkan kesepakatan dari masing pemangku kepentingan terkait. Kita perlu memilih satu pemangku kepentingan utama yang akan menjadi kunci pemegang kepentingan.
Lalu, bagaimana cara melakukan dialog kebijakan? Berikut beberapa hal yang perlu dipersiapkan; membuat daftar target pemangku kepentingan, undangan, menentukan metode dialog (daring atau tata muka), mempersiapkan materi atau power point berdasarkan policy brief, struktur materi disesuaikan dengan susunan struktur policy brief, presenter hanya dapat dilakukan satu perwakilan penulis (jika penulis lebih dari satu), fasilitator berfungsi untuk memandu dan menjaga kelancaran diskusi sesuai dengan susunan policy brief, presenter dan fasilitator dapat merespon tanggapan partisipan dengan tujuan “konfirmasi”, dalam dialog kebijakan presenter dan fasilitator tidak diperkenankan untuk menyanggah, dan menyusun peraturan dialog kebijakan untuk partisipan.
Policy dialogue ini lebih mengarah ke dialog antar stakeholder. Ini bukan seperti sidang skripsi. Tone yang digunakan ialah untuk memfasilitasi para pemangku kepentingan untuk berdialog. Policy brief yang dibuat harus jelas dalam mengkomunikasikan posisi dan argumentasi kita sehingga kita tidak perlu membela diri dan menyanggah selama proses dialog kebijakan.
Pelatihan ditutup oleh moderator dengan membacakan kesimpulan pelatihan hari ketiga. Kegiatan setelah pelatihan tahap 1 ini yaitu penulisan policy brief dan pemetaan stakeholder selama 2 minggu (8 - 19 Februari 2021). Kemudian peserta melakukan wawancara mendalam dengan stakeholders.
Reporter: Widy Hidayah
Tags: reportase,, 2021,