Keterlibatan Fasilitas Kesehatan Swasta dalam Penanggulangan TBC di Indonesia

Indonesia masih peringkat ke dua dari delapan negara yang menyumbang tuberkulosis (TBC) global. Pada 2021, Indonesia dilaporkan telah menyumbang kasus TBC global sebesar 9,2% (Global Tuberculosis Report, 2022) dan dengan jumlah rata-rata insiden TBC menurut WHO (2021) masih mencapai 354/100.000 penduduk. Masih besarnya kontribusi TBC dari Indonesia ini disebabkan karena dari estimasi 969 ribu kasus TBC yang terlaporkan hanya 443 ribuan kasus, sehingga masih ada 500 ribuan atau 51% kasus TBC aktif maupun pasif yang belum ditemukan. Kasus TBC yang tidak ditemukan ini memiliki dampak yang besar dalam perluasan penularan. Berdasarkan sebuah penelitian sebelumnya, kasus TBC di Indonesia yang tidak ditemukan paling banyak terjadi ketika di layanan kesehatan swasta (Febriyeni dkk., 2019). Kondisi ini sejalan dengan data Kementerian Kesehatan 2022, hanya 31% fasilitas kesehatan swasta yang melakukan pelaporan terduga TBC.

Pengalaman Kabupaten Tangerang Provinsi Banten di Indonesia menjadi salah satu contoh dari daerah yang belum optimal melibatkan fasilitas kesehatan swasta, khususnya DPM/Klinik dalam pelaporan kasus TBC. Pemerintah Kabupaten Tangerang telah dilakukan berbagai upaya untuk melibatkan DPM/Klinik melalui MoU dengan Puskesmas, pembentukan Tim KOPI TB, Tim DPPM dan penyusunan Rencana Aksi Daerah SPM TBC. Namun, data SITB April 2023 di Kabupaten Tangerang menunjukkan, dari 806 DPM/Klinik hanya 31 DPM/Klinik yang melakukan pelaporan terduga dan 18 DPM/Klinik yang melaporkan kasus. Selain itu, hanya 29% pasien TBC di DPM/Klinik yang mendapatkan periksaan TCM (Tes Cepat Molekuler) di Kabupaten Tangerang. Hasil observasi yang dilakukan oleh STPI pada 2023 menemukan bahwa di Kabupaten Tangerang, penemuan, pelaporan dan pengobatan kasus TBC masih terpusat di fasilitas kesehatan pemerintah seperti Puskesmas dan RS Pemerintah.

Sebuah studi di Indonesia menjelaskan keterlibatan fasilitas kesehatan swasta yang minim ini dipengaruhi oleh masih rendahnya kesadaran terhadap TBC. Sebagaimana di Dokter Praktik Mandiri (DPM)/Klinik banyak yang merujuk pasien TBC atau pasien terduga TBC, karena berisiko bagi tempat praktik mereka (Sunjaya D dkk., 2022). Persoalan ini juga terjadi di India, rendahnya kesadaran tentang masalah TBC di fasilitas kesehatan swasta ini membuat pasien tidak mendapatkan layanan yang memadai (Ariminpathy dkk., 2016). Fasilitas kesehatan swasta masih rendah menyadari masalah TBC karena belum memahami pengobatan TBC maupun peranan mereka dalam program (Mathew dkk., 2020). Sebuah studi menjelaskan, fasilitas kesehatan swasta yang belum memahami peranan mereka dalam penanggulangan TBC dipengaruhi oleh sektor publik yang berperan secara dominan dan tidak melibatkan swasta dalam setiap proses (Datta dkk., 2010). Fasilitas kesehatan swasta dalam hal ini sering kali hanya dilibatkan sebagai pelaksana untuk setiap kebijakan/program yang telah ditetapkan sehingga membuatkan mereka tidak nyaman (Mausumi dkk., 2013).

Sebuah studi menjelaskan pula, terbatasnya peranan fasilitas kesehatan swasta dalam masalah TBC dapat terjadi karena sumber daya yang terbatas seperti ketersediaan sarana prasarana untuk deteksi dan obat yang tidak memadai (Ariminpathy dkk., 2016). Di Indonesia, fasilitas kesehatan swasta di daerah sering mengalami keterbatasan sumber daya manusia (jumlah dan kemampuan) untuk pelaporan kasus TBC melalui sistem yang telah ada (STPI, 2023). Dalam pembiayaan untuk terlibat dalam penanggulangan TBC, fasilitas kesehatan swasta juga memiliki anggaran yang terbatas dan belum mendapatkan insentif khusus dari pemerintah (STPI 2023).
Pemerintah Indonesia sendiri telah berupaya untuk mendorong pelibatan fasilitas kesehatan swasta dalam penanggulangan TBC. Salah satunya, pada 2016, strategi Public-Private Mix (PPM) telah dikembangkan menjadi District Public-Private Mix (DPPM) untuk memperkuat jaringan pelayanan TBC di kabupaten/kota dengan melibatkan berbagai fasilitas kesehatan pemerintah maupun swasta dengan koordinasi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kementerian Kesehatan, 2019). Sayangnya, implementasi DPPM hingga kini masih belum sukses dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karena masih banyaknya fasilitas kesehatan swasta yang tidak terlibat dalam penemuan, pengobatan dan pelaporan pasien TBC.

Pengalaman dari beberapa negara lain, perkuat implementasi DPPM dapat dilakukan dengan tidak hanya memosisikan fasilitas kesehatan swasta sebagai pelaksana program (Mukund, 2003). Di Egypt dan Belanda, seluruh pimpinan fasilitas kesehatan swasta dilibatkan dalam penyusunan dan penetapan program TBC (Mukund, 2003). Selain itu, di DR Congo sendiri menyediakan sarana prasarana dan obat-obatan hingga menyubsidi ke fasilitas kesehatan (Mukund, 2003). Untuk itu, Indonesia butuh strategi kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah seperti: 1) Melibatkan fasilitas kesehatan swasta dalam proses perencanaan program dan kebijakan TBC; 2) Memperluas program peningkatan kapasitas kepada sumber daya manusia swasta; 3) Melakukan pertemuan rutin tahunan yang mengundang pimpinan fasilitas kesehatan swasta; 4) Melakukan kunjungan rutin Dinas Kesehatan ke fasilitas kesehatan swasta; 5) Menetapkan peraturan daerah yang memfasilitasi dan mendukung keterlibatan fasilitas kesehatan swasta; dan 6) Menyediakan dukungan berupa material (sarana prasaran dan obat-obatan) dan insentif berupa anggaran ke fasilitas kesehatan swasta untuk memberikan layanan TBC.

Reference

  • Datta K, Bhatnagar T, Murhekar M. Private practitioners' knowledge, attitude and practices about tuberculosis, Hooghly district, India. Indian J Tuberc. 2010 Oct;57(4):199-206. PMID: 21141338.
  • Sunjaya, D. K., Paskaria, C., Herawati, D. M. D., Pramayanti, M., Riani, R., & Parwati, I. (2022). Initiating a district-based public–private mix to overcome tuberculosis missing cases in Indonesia: readiness to engage. BMC Health Services Research, 22(1). https://doi.org/10.1186/S12913-022-07506-4 
  • Arinaminpathy, N., Batra, D., Khaparde, S., Vualnam, T., Maheshwari, N., Sharma, L., Nair, S. A., & Dewan, P. (2016). The number of privately treated tuberculosis cases in India: an estimation from drug sales data. The Lancet. Infectious Diseases, 16(11), 1255–1260. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(16)30259-6 
  • Uplekar, M. (2003). Involving private health care providers in delivery of TB care: Global strategy. Tuberculosis, 83(1–3), 156–164. https://doi.org/10.1016/S1472-9792(02)00073-2 
  • Basu, M., Sinha D, & Roy B. (n.d.). ORIGINAL ARITICLE Knowledge and practice regarding pulmonary tuberculosis among private practitioners Article Cycle Citation. Ind J Comm Health, 25(4), 403–412.
  • Kemenkes RI. (2019). Panduan Penerapan Jejaring Layanan Tuberkulosis di Fasilitas Kesehatan Pemerintah dan Swasta berbasis Kabupaten/Kota (DPPM). Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Jakarta.
  • Febriyeni M, Machmud R, Yani FF. (2019). Overview of tuberculosis missing cases at the primary healthcare facilities in the City of Padang Panjang. J Kesehatan Andalas. 8(4):145–50.

Tri Muhartini – Divisi PH, PKMK FK-KMK UGM