Pertimbangan Implementasi Cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia

Sejak 2020 hingga sekarang, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Kementerian Keuangan sedang berupaya melakukan analisis untuk kelayakan penetapan kebijakan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Dorongan besar dari cukai MBDK ini lahir akibat penetapan strategi dalam RPJMN 2020 – 2024 bidang kesehatan untuk “pengembangan sumber pembiayaan baru”. Cukai MBDK ini dirasa tepat untuk menjadi sumber pembiayaan kesehatan baru karena mengingat konsumsi MBDK di Indonesia terbanyak ketiga Asia Timur Selatan (Ferretti & Mariani, 2019).

Dari data Studi Diet Total (SDT) untuk Survei Konsumsi Makanan Individu Indoneia pada 2014 menggambarkan juga bahwa konsumsi minuman kemasan cair (minuman cincau, minuman isotonik cair, minuman coklat cair, soybean cair, teh cair dan lain lain) telah dikonsumsi oleh anak sejak usia 0 – 59 bulan sebanyak 30,7 ml/orang/hari, usia 5 – 12 tahun sebanyak 49,6 ml/orang/hari dan 13 – 18 tahun sebanyak 38 ml/orang/hari. Kelompok usia anak ini merupakan kelompok konsumsi minuman kemasan cairan yang paling banyak jika dibandingkan usia dewasa.

Di sisi lain, cukai MBDK menjadi pilihan strategis pemerintah karena dampak kesehatan yang dihasilkan memiliki besar terhadap penanganan prevalensi penyakit dengan beban biaya tinggi yaitu penyakit tidak menular (PTM): diabetes, gagal jantung dan beberapa tipe kanker (DiMeglio & Mattes, 2000; Malik & Hu, 2019). Jika dikaitkan, tingginya konsumsi MBDK ini sejalan pula dengan adanya peningkatan prevalensi PTM dari 2013 ke 2018 di Indonesia berdasarkan Riskesdas 2018. Namun, saat ini yang menjadi pertanyaan besar oleh pemangku kepentingan khususnya kelompok industri adalah “apakah kebijakan cukai MBDK cukup efektif untuk mengatur konsumsi masyarakat, mencegah PTM dan meringankan beban biaya kesehatan Indonesia?”

Gambar 1. Klasifikasi dan Efektivitas Intervensi

gb1ag

Sumber: Hyseni et al., 2017.

Dua tinjauan sistematis menjelaskan pengaturan pola konsumsi masyarakat agar lebih sehat dapat dilakukan intervensi dari hilir ke hulu dimulai dari individu hingga kelompok masyarakat secara luas melalui kebijakan publik (Hyseni et al., 2017). Dari setiap intervensi tersebut juga dijelaskan memiliki tingkat efektifitas yang berbeda - beda (Hyseni et al., 2017). Dari beberapa tipe intervensi tersebut, UU/Regulasi dengan mengatur kandungan dalam makanan dan minuman memiliki tingkat efektivitas yang cukup tinggi untuk mengurangi konsumsi tidak sehat dan menurunkan kematian akibat dari PTM (Hyseni et al., 2017).

Intervensi dengan UU/Regulasi untuk MBDK di Indonesia dapat berupa cukai agar dapat mengatur kandungan gula. Sebuah tinjauan sistematis menjelaskan bahwa cukai atau/dan pajak dari makanan dan minuman memliki risiko tinggi terhadap kesehatan dapat mengurangi konsumi masyarakat (Afshin et al., 2017; Blakely et al., 2020; Briggs et al., 2013). Sementara peningkatan konsumsi yang lebih sehat dilakukan dengan memberikan subsidi makan sehat (potongan harga dan memberikan akses) (Blakely et al., 2020; Waterlander et al., 2012; WHO, 2015).

Namun, intervensi tersebut akan dapat lebih efektif ketika terdapat intervensi yang multi komponen, seperti pengenaan pajak dan subsidi diikuti dengan promosi perilaku konsumsi makanan dan minuman yang sehat (Snyder et al., 2004). Dengan ini, pemerintah dan pemangku kepentingan di Indonesia dalam menerapkan cukai MBDK perlu diiringi dengan strategi penanganan lain dan menginvestasikan hasil penerimaan cukai untuk peningkatan kesehatan masyarakat. Penanganan konsumsi MBDK juga membutuhkan keterlibatan dari berbagai sektor di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Penulis: Tri Muhartini, MPA
Divisi Public Health PKMK UGM

Referensi

  • Afshin, A., Peñalvo, J. L., Gobbo, L. del, Silva, J., Michaelson, M., O’Flaherty, M., Capewell, S., Spiegelman, D., Danaei, G., & Mozaffarian, D. (2017). The prospective impact of food pricing on improving dietary consumption: A systematic review and meta-analysis. In PLoS ONE (Vol. 12, Issue 3). Public Library of Science. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0172277
  • Blakely, T., Cleghorn, C., Mizdrak, A., Waterlander, W., Nghiem, N., Swinburn, B., Wilson, N., & Ni Mhurchu, C. (2020). The effect of food taxes and subsidies on population health and health costs: a modelling study. The Lancet Public Health, 5(7), e404–e413. https://doi.org/10.1016/S2468-2667(20)30116-X
  • Briggs, A. D. M., Mytton, O. T., Madden, D., O’Shea, D., Rayner, M., & Scarborough, P. (2013). The potential impact on obesity of a 10% tax on sugar-sweetened beverages in Ireland, an effect assessment modelling study. BMC Public Health, 13(1). https://doi.org/10.1186/1471-2458-13-860
  • DiMeglio, D. P., & Mattes, R. D. (2000). Liquid versus solid carbohydrate: effects on food intake and body weight. International Journal of Obesity and Related Metabolic Disorders : Journal of the International Association for the Study of Obesity, 24(6), 794–800. https://doi.org/10.1038/SJ.IJO.0801229
  • Ferretti, F., & Mariani, M. (2019). Sugar-sweetened beverage affordability and the prevalence of overweight and obesity in a cross section of countries. Globalization and Health, 15(1). https://doi.org/10.1186/s12992-019-0474-x
  • Hyseni, L., Bromley, H., Kypridemos, C., O’Flaherty, M., Lloyd-Williams, F., Guzman-Castillo, M., Pearson-Stuttard, J., & Capewell, S. (2017). Systematic review of dietary trans-fat reduction interventions. In Bulletin of the World Health Organization (Vol. 95, Issue 12). World Health Organization. https://doi.org/10.2471/BLT.16.189795
  • Malik, V. S., & Hu, F. B. (2019). Sugar-Sweetened Beverages and Cardiometabolic Health: An Update of the Evidence. Nutrients, 11(8). https://doi.org/10.3390/NU11081840
  • Snyder, L. B., Hamilton, M. A., Mitchell, E. W., Kiwanuka-Tondo, J., Fleming-Milici, F., & Proctor, D. (2004). A meta-analysis of the effect of mediated health communication campaigns on behavior change in the United States. Journal of Health Communication, 9 Suppl 1, 71–96. https://doi.org/10.1080/10810730490271548
  • Waterlander, W. E., Steenhuis, I. H. M., de Boer, M. R., Schuit, A. J., & Seidell, J. C. (2012). Introducing taxes, subsidies or both: The effects of various food pricing strategies in a web-based supermarket randomized trial. Preventive Medicine, 54(5), 323–330. https://doi.org/10.1016/j.ypmed.2012.02.009
  • WHO. (2015). Fiscal Policies for Diet and Prevention of Noncommunicable Diseases.

 

Dampak Pandemi COVID-19 Pada Pelayanan KIA dan KB di 120 Kab/Kota Lokus Penurunan AKI dan AKB

pexels photo 952597Bencana nasional non alam yang disebabkan oleh Corona virus Disease (COVID-19) berdampak terhadap ekonomi, sosial dan kesehatan masyarakat secara luas. Pemerintah telah menetapkan bencana non alam ini sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non alam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional.

Pandemi COVID-19 mengakibatkan terganggunya ketersediaan dari pelayanan kesehatan dasar, terutama pelayanan kesehatan untuk ibu, anak dan bayi baru lahir. Di Amerika, beberapa rumah sakit membuat kebijakan untuk mengubah bangsal bersalin menjadi bangsal perawatan untuk pasien COVID-19, membatasi pendamping persalinan di kamar bersalin dan menawarkan induksi persalinan agar ibu yang akan bersalin secepat mungkin meninggalkan rumah sakit. Sedangkan di negara miskin dan berkembang, bahkan sebelum ada pandemi COVID-19 akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ibu dan anak yang berkualitas sangat jarang bahkan tidak tersedia atau tidak dapat dijangkau oleh jutaan wanita. Adanya pandemi COVID-19 memperburuk keadaan ini dan kemungkinan berdampak pada morbiditas dan mortalitas ibu dan anak (Stein, Ward, & Cantelmo, 2020).

Hasil Penelitian Penilaian Beban Kerja Tenaga Kesehatan dan Lingkungan Kerja yang Mendukung Selama Pandemi COVID-19

artikel24marPandemi COVID-19 telah menjadi tantangan pada sistem kesehatan dan dalam banyak kasus, melebihi kapasitas rumah sakit dan unit perawatan intensif (ICU). Para profesional kesehatan di fasilitas rujukan COVID-19 bekerja berjam - jam dengan mengenakan alat pelindung diri (APD) yang merepotkan dan tidak nyaman. Petugas kesehatan terus memberikan perawatan untuk pasien meskipun kelelahan, berisiko infeksi pribadi, ketakutan menularkan ke anggota keluarga, kecemasan terhadap penyakit atau kematian teman dan kolega, dan kehilangan banyak pasien.

Ditambah lagi ketika gelombang pertama dan kedua pandemi COVID-19 terjadi, tenaga kesehatan semakin berisiko cukup tinggi untuk terkena virus ini. Pusat Kebijakan dan Manajemen Kebijakan dan Manajemen (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK - KMK) UGM bekerja sama dengan WHO Indonesia dan Direktorat Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan, Republik Indonesia melakukan kajian terhadap situasi terkait petugas kesehatan, termasuk beban kerja dan lingkungan kerjanya di rumah sakit rujukan COVID-19.

Stunting di Indonesia Berpotensi Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Beban Pembiayaan Kesehatan

childgiziStunting banyak terjadi di negara miskin dan berkembang, salah satunya Indonesia. Stunting bukan hanya masalah badan yang pendek, melainkan juga masalah gizi buruk pada anak - anak yang dapat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia. Di Indonesia masyarakat masih menganggap stunting merupakan keturunan, padahal hasil penelitian menunjukkan genetik berkontribusi sebesar 15% (Absori et al, 2022). Sementara menurut Brinkman et al dalam Absori et al (2022), faktor – faktor yang mempengaruhi stunting adalah infeksi berulang, hormon pertumbuhan, nutrisi, asap rokok, dan polusi.

Strategi Pandemi dan Mitigasi COVID-19: Implikasi Terhadap Kesehatan dan Gizi Pada Ibu dan Anak

kia

Dampak Coronavirus 2019 (COVID-19) mempengaruhi tatanan dalam masyarakat, salah satunya sektor kesehatan. Pemanfaatan dan penyediaan layanan kesehatan khususnya layanan ibu dan anak terhambat dan akhirnya akan mengakibatkan peningkatan angka kematian ibu dan anak serta masalah kesehatan ibu dan anak lainnya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Temesgen (2021) menunjukkan bahwa rendahnya pemanfaatan layanan ibu dikarenakan adanya kecemasan dan kekhawatiran mengunjungi layanan kesehatan sehingga mereka mengubah rencana dan merasa nyaman persalinan di rumah agar keluarga mereka tidak terpapar infeksi COVID-19. Di sisi lain, COVID-19 juga berdampak pada sektor lain seperti ekonomi, pangan, perlindungan sosial termasuk layanan dan akses air bersih dan sanitasi (Akseer, 2020).