Reportase Evaluasi Delapan Sasaran Peta Jalan JKN di Provinsi Sumatera Utara
Forum Aspirasi Akademisi dan Pemerintah Daerah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Layanan dan Menjaga Sustainabilitas Program JKN-KIS
Jum’at, 23 April 2021
Sesi 1; Dr. Juanita, S.E., M.Kes – Akademisi USU
Juanita merupakan seorang akademisi dari Universitas Sumatera Utara yang juga menjadi mitra akademisi PKMK FK - KMK UGM dalam penelitian mengenai JKN. Dalam paparannya kali ini, ia menjelaskan mengenai Evaluasi Delapan Sasaran Peta Jalan JKN di Provinsi Sumatera Utara. Aspek pertama yang disampaikan mengenai tata kelola yang mencakup sasaran 1 dan sasaran 8. Sasaran yang pertama yaitu mengenai aksesibilitas data kepesertaan oleh Pemerintah Daerah yang meliputi data iuran Peserta JKN, data tunggakan iuran Peserta JKN dan data jumlah biaya. Juanita menemukan bahwa data yang dapat diakses oleh Pemda sejauh ini baru dari kelompok PBI.
Kemudian data tunggakan iuran peserta JKN disampaikan saat rekonsiliasi 3 bulan sekali. Data jumlah biaya kapitasi dan non kapitasi dapat diakses, begitu juga untuk klaim INA-CBGs akan tetapi belum dapat diketahui apakah data yang dapat diakses tersebut sudah digunakan untuk perencanaan atau belum. Data ini diperoleh dari hasil wawancara dengan Kepala Dinas Kesehatan Kota Medan dan staf bagian JKN Provinsi Sumatera Utara.
Kemudian dalam sasaran ke delapan mengenai BPJS yang dikelola secara terbuka, efisien dan akuntabel didefinisikan sebagai aksesibilitas data peserta by name by address peserta JKN dari seluruh segmen bisa diakses oleh Pemda yang digunakan untuk proses perencanaan program kesehatan dan peningkatan cakupan kepesertaan JKN. Hingga saat ini, diketahui bahwa data yang dapat diakses oleh Pemda by name by address hanya untuk peserta PBI.
Selain aspek tata kelola, Juanita juga menyampaikan mengenai aspek ekuitas. Pada aspek ini terdapat sasaran 2 yaitu cakupan kepesertaan yang mencapai target Universal Health Coverage. Cakupan rerata yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara hingga 2020 mencapai 74,91% dari 100% kepesertaan. Beberapa kota dan kabupaten di Provinsi Sumatera Utara ada yang berhasil mencapai cakupan 100 persen yaitu Kota Medan, Kota Sibolga dan Kabupaten Pakpak Barat. Segmen PBI merupakan segmen yang terbesar di Kabupaten Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat, Nias. Kepesertaan PPU menjadi segmen yang paling besar di kota Medan dan Nias untuk wilayah paling kecil.
Aspek ekuitas juga dinilai dari paket manfaat yang setara, dalam temuannya untuk kasus jantung terdapat 9,8% dari total kunjungan yang mendapatkan layanan CVD. Kemudian pada Faskes Tingkat Lanjut terdapat 5,5% dari total kunjungan, sehingga rasio CVD per total peserta adalah 1,84% untuk FKTP dan 0,74% untuk FKTL. Berdasarkan Pergub No. 25 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Pergub Sumatera Utara No. 35 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan di Prov. Sumatera Utara menetapkan beberapa RS sebagai rujukan nasional dan regional.
Meskipun demikian ternyata RS Rujukan di regional belum memiliki sebaran dokter spesialis Jantung dan Paru dan menyediakan layanan - layanan untuk jantung. Sasaran berikutnya dalam ekuitas yaitu sasaran 4, mengenai sebaran dan jumlah faskes serta SDM Kesehatan. sebaran faskes menunjukkan bahwa di Kota Medan memiliki 36% sebaran yang merupakan prosentase tertinggi dari 33 Kabupaten/Kota.
Aspek terakhir yang disampaikan Juanita mengenai mutu layanan. Untuk aspek ini Juanita mengambil studi kasus Kota Medan. Upaya yang sudah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan adalah membentuk tim anti fraud yang saat ini telah melaksanakan instrumen regulasi yang ada ke sarana pelayanan kesehatan namun belum mencakup keseluruhan RS, baru sampel saja. Kemudian diberikan peringatan I, II kemudian perlu diputus atau tidak. Kompetensi yang dimiliki SDM dalam melakukan monitor masih kurang, harus lebih banyak aplikasi. Kemudian pedoman pencegahan kecurangan, dibuat oleh Dinkes Kota Medan sendiri karena belum ada standa nasional. Hasil keseluruhan dari aspek tata kelola, ekuitas dan mutu layanan di Provinsi Sumatera Utara belum tercapai.
Sesi 2: dr. Alwi Mujahit Hasibuan, M.Kes – Kadinkes Prov. Sumatera Utara
Alwi menjelaskan mengenai substansi utama dari Perpres No. 64 Tahun 2020, bahwa PBI menjadi single dan dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kemampuan fiskal daerah. Tindak lanjut yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah pasca disahkannya peraturan terebut adalah membayarkan iuran JKN untuk PBPU kelas 3 pada bulan Juli s/d Desember 2020.
Persiapan yang dilakukan pada 2021 untuk Dinkes Provinsi Sumut adalah memilah data JKN yang akan dibiayai Pemda berdasarkan kriteria -kriteria tertentu, yang pertama memenuhi kriteria sebagai orang yang fakir, miskin dan/atau tidak mampu, kemudian pemda juga akan berkonstribusi dalam pembayaran iuran peserta PBI sesuai kapasitas fiskal daerah, lalu yang ketiga mengallokasikan anggaran iuran PBI untuk dua jenis peserta JKN yaitu PBI dan PBPU kelas 3, dan yang terakhir ketentuan kontribusi Pemda pada iuran peserta akan diatur dengan Permenkeu.
Alwi juga memberikan data peserta JKN/KIS per Maret 2021, ada sebesar 11,4 juta jiwa yang menjadi peserta yang terbagi dalam PBI (APBN/APBD Prov/Kab/Kota) dan non PBI. Cakupan kepesertaannya setara dengan 75,37%. Menurut Alwi, data yang diambil sejak 2019 menunjukkan peningkatan walau sempat ada kenaikan iuran. Pada tahun 2021 ini terdapat keterbatasan Alokasi Dana Jaminan Pemeliharaan Kesehatan PBI di Provinsi Sumut sehingga kepesertaan tersebut menjadi non-aktif. Otomatis hal ini membuat kepesertaan JKN PBI turun menjadi 60%.
Cara pemerintah Provinsi Sumut mengatasi hal ini adalah dengan mengeluarkan alternatif Pembiayaan Jaminan Kesehatan Bagi Non Register lewat SK Gubernur No. 188 Tahun 2020 tentang Penetapan Pengelola Penyediaan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Non Register tahun 2020. Pembiayaan ini diperuntukkan bagi masyarakat yang belum ter-cover oleh BPJS karena kurang memenuhi persyaratan kepesertaan. Pelayanan kesehatan yang ditanggung dalam skema ini adalah pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang bekerjasama dengan Dinkes Provinsi Sumatera Utara yang dibuktikan dengan Perjanjian Kerja Sama antara dua belah pihak.
Sesi 3: Prof. dr. Ascobat Gani, MPH.m Dr.PH. – Guru Besar FKM UI
Ascobat memberikan tanggapan dari beberapa sisi, yaitu pada aspek ekuitas dan transparansi penggunaan data bersama. PBI merupakan beban yang harus ditanggung bersama - sama antara pusat dan daerah. Terlebih PBI yang berada di level kabupaten, karena 90 persen dana transfer itu berasal dari pusat dan hanya sekitar 10 persen saja yang berasal dari PAD untuk memberikan subsidi di daerah.
Ascobat juga menanggapi mengenai data yang ditampilkan, karena dari 2019 maka cukup banyak perubahan yang harus diperhatikan. Seperti aspek pandemi yang mempengaruhi dari segi kepesertaan, jika banyak peserta yang di PHK kemudian menjadi miskin maka datanya harus diperbarui berapa persen yang terkena PHK dan menjadi kelompok PBI. BPJS Pusat memang mencanangkan kebijakan soal cicilan iuran, namun belum tentu hal ini dapat diimplementasikan. Perlu ada strategi untuk menangani peningkatan peserta dari segmen PBI.
Kemudian dari segi ekuitas, Ascobat memberi masukan supaya ketimpangan yang digambarkan oleh Juanita dapat lebih detil lagi apakah menunjuk pada kesenjangan dari sebaran FKTL atau juga termasuk FKTP. Sebaran SDM Kesehatan yang menjadi perhatian dari evaluasi ini juga perlu untuk ditambahi mengenai strategi apa yang digunakan oleh Prov. Sumatera Utara untuk menanganinya, misal dengan insentif atau kerja sama. Hal ini harus dijelaskan karena bisa memperlihatkan utilitasi layanan dan bisa menjelaskan soal disparitas dalam layanan.
Pembahasan dilanjutkan dengan saran untuk menambahkan data soal TKMKB. Di Indonesia sendiri belum ada standar layanan dalam penyelenggaraan JKN yang mana melanggar undang-undang No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN. Disitu disebutkan bahwa penyelenggaraan JKN harus dibarengi dengan layanan yang sudah terstandarisasi, namun hal ini belum mungkin untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, pada saat kepemimpinan Menteri Kesehatan Nila F. Moloek dulu disiasati agar setiap rumah sakit memiliki Panduan Pelayanan Klinis masing-masing. Barangkali hal ini bisa digunakan oleh Dinkes Prov. Sumatera Utara, supaya dihimpun semua rumah sakit yang sudah memilki standar dalam bentuk PPK. Perlu juga dilihat aspek akreditasi, sehingga aspek pelayanan dan mutu bisa seimbang.
Terakhir Ascobat membahas mengenai transparansi data. Menurutnya Dinkes berhak atas setiap data karena merekalah yang berkuasa di daerah tersebut. Tentu bukan semua data yang diberikan, harus disepakati data apa saja yang perlu diberikan. Kemudian, perlu ada strategi selanjutnya untuk menentukan manfaat dari data tersebut. Sebuah data bisa saja diterjemahkan untuk mengajak masyarakat hidup sehat dalam Upaya Kesehatan Masyarakat.
Sesi 3: dr. Meriahta Sitepu, MARS.- Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Selatan
Meriahta merpakan perwakilan dari Komisi E DPRD Provinsi Sumatera Utara. Meriahta lebih menekankan soal masalah yang diterima oleh DPRD dari masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Pertama, soal rasio dokter spesialis dan dokter umum yang tidak seimbang dan merata persebarannya. Kemudian yang kedua kenaikan iuran yang diimplementasikan pada 2020. Ketiga mengenai data yang tidak lagi valid dan terdapat sekitar 240.000 jiwa yang tidak ter-cover BPJS Kesehatan.
Hal ini pernah didiskusikan dengan Dinkes Provinsi Sumatera Utara karena seharusnya masyarakat yang menjadi penghuni panti lebih membutuhkan jaminan ini justru tidak mendapatkan hal tersebut. Mayoritas masyarakat di Provinsi Sumatera Utara masuk ke dalam segmen PBI. Selanjutnya transportasi dan akses ini menjadi hambatan untuk distribusi fasilitas kesehatan dan SDM Kesehatan. Menurut Meriahta perlu ada verifikasi data untuk melihat mana masyarakat yang mampu dan tidak mampu kembali.
Sesi 4: dr. Mariamah, M.Kes – Deputi Direksi Wilayah Sumatera Utara dan DI Aceh
Mariamah menyampaikan per 31 Maret 2021 cakupan kepesertaan JKN mencapapai 75,55% dari total penduduk dibanding Aceh yang sudah 100%. Ada dua daerah di Sumatera Utara yang telah mencapai UHC yaitu Kabupaten Pakpak Barat dan Sibolga Utara. Capaian ini menurut Mariamah tidak terlepas dari dukungan penuh pemerintah daerah. Setelah adanya Inpres No. 8 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Program JKN, Gubernur langsung menindaklanjuti dengan mengeluarkan Ingub No. 188 Tahun 2018 tentang Optimalisasi Program JKN yang cakupan optimalisasinya tidak hanya PBI tapi seluruh segmen yang ada.
Mariamah juga menjelaskan bahwa komposisi PBI APBN yang tersedia di Provinsi Sumatera Utara sebesar 41%, kemudian PPU 26%, PBPU 18% dan PBPU yang dibayarkan oleh Pemda adalah 12% dan yang bukan pekerja sebesar 3%. Ada satu lagi segmen yang juga dapat membantu prosentase kepesertaan lebih baik lagi yaitu PPU-BU atau PPU yang menerima upah dari Badan Usaha. BPJS Provinsi Sumatera Utara menjelaskan bahwa posisinya didukung salah satu lembaga yang membantu pendataan terhadap segmen PPU-BU tersebut dan akan segera berjalan. Selain itu, dengan bergantinya kepemimpinan di Kota Medan terdapat program 100 hari dari Walikota agar target UHC ini tercapai pada bulan Agustus. Perkiraannya jika target ini berhasil tercapai, maka tambahan kepesertaan bisa mencakup hingga 85%.
Reporter: Eurica Wijaya
Link terkait
Tags: reportase,, 2021,