Reportase Pertemuan ke-6 Evaluasi Delapan Sasaran Peta Jalan JKN Provinsi Sulawesi Selatan
Forum Aspirasi Akademisi dan Pemerintah Daerah
30 April 2021
Sesi 1: Dr. Irwandy, SKM., MSc.PH., M.Kes – Akademisi UNHAS
Dalam paparannya mengenai Evaluasi Delapan Sasaran Peta Jalan JKN di Provinsi Sulawesi Selatan, Irwandy menyampaikan beberapa aspek yaitu tata kelola, pemerataan layanan kesehatan dan mutu layanan. Pada aspek tata kelola, ada beberapa masalah yang disoroti seperti tunggakan iuran peserta JKN, kemudian pencegahan kecurangan program JKN dan keterbukaan akses data.
Peserta yang tercatat tidak aktif dalam partisipasi iuran sebesar 10,5% yang mana lebih kecil daripada angka nasional sebesar 11,6%. Segmen yang paling banyak menunggak adalah PBPU yaitu 54,6%. Prosentase jika diamati ini dari tahun ke tahun terus meningkat dari data Sismonev DJSN 2016 hingga 2021. Meskipun demikian, tren di Provinsi Sulawesi Selatan masih di bawah angka nasional.
Tingkat kolektibilitas dari seluruh segmen mencapai 86,95%. Kemudian untuk aspek pencegahan kecurangan, setelah diteliti pada tahun 2019 menunjukkan fakta bahwa tim anti fraud belum terbentuk secara menyeluruh pada setiap faskes di Provinsi Sulawesi Selatan, sosialisasi regulasi mengenai anti-fraud juga belum berjalan optimal, belum ada regulasi yang dibentuk untuk tingkat daerah dan program anti-fraud seperti pembangunan sistem pelaporan, investigasi dan pemberian sanksi belum dijalankan. Lalu dalam keterbukaan akses data menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Sulawesi Selatan belum menggunakan data - data BPJS Kesehatan untuk perencanan daerah yang disebabkan karena akses data yang terbatas.
Sasaran berikutnya yakni ekuitas dalam bentuk cakupan kepesertaan per Februari 2021 menyatakan bahwa ada 92,44% jiwa yang menjadi peserta. Angka ini masih jauh dari target yang diharapkan lebih dari 95%. Tren cakupan kepesertaan di Provinsi Sulawesi Selatan setiap tahunnya naik sejak 2014, namun pada 2020 mengalami penurunan. Hal ini menjadi pertanyaan, apakah penurunan terjadi dikarenakan dampak pandemi COVID-19?. Irwandy juga menyoroti di 11 kabupaten bisa memiliki capaian hingga 95% namun wilayah lainnya belum mencapai, lalu di beberapa daerah angka cakupannya bisa lebih dari 100%. Hal ini menjadi pertanyaan, apakah terdapat isu akurasi dan validasi data kepesertaan?.
Sasaran berikutnya, yaitu mengenai pemerataan akses dan pemanfaatan. Setelah ditelisik, dalam aspek ini terdapat isu adverse selection dan akses yang tidak merata. Hal ini dibuktikan oleh jumlah peserta PBI yang lebih banyak dibanding Non-PBI namun dari segi pemanfaatan peserta Non-PBI yang lebih banyak memanfaatkan layanan. Sebaran faskes yang telah bekerjasama dengan BPJS Kesehatan per 2018 adalah sebesar 93,5% untuk FKRTL, kemudian untuk FKTP adalah senilai 89,6%. Sebesar 19% kondisi Puskesmas dinyatakan rusak, dengan kategori rusak ringan, sedang atau berat. Kondisi Puskesmas pembantu yang rusak ada 34%, dan akses ke Puskesmas yang belum aspal/beton terdapat sekitar 12%.
Kesimpulan yang didapat dari materi ini pada tata kelola diperlukan upaya yang giat untuk mengatasi tunggakan dan mencegah kecurangan pada penyelenggaraan program JKN. Pada aspek keterbukaan dan akses data diperlukan peningkatan, begitu juga dengan aspek cakupan kepesertaan yang masih perlu upaya yang lebih untuk meningkatkan hingga target yang sesuai UHC. Pemerataan jumlah faskes telah tercapai, namun perlu upaya untuk meningkatkan kondisi fasilitas dan ketersediaan obat-obatan. Terakhir, dari segi mutu menurut kepuasan peserta sudah sesuai dengan target yang diharapkan.
Dr. Andy, M.Si (Kabid Pemerintahan dan Pembangunan Manusia)
Andy menjelaskan dari perspektif Bappeda, bahwa dalam RPJMD Provinsi Sulawesi Selatan terdapat misi untuk memperbaiki kesehatan. Lebih khusus lagi, meningkatkan kualitas SDM secara inklusif dengan meningkatnya derajat kesehatan masyarakat. Kerjasama antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kota/Kabupaten diwujudkan dalam pengobatan gratis yang terintegrasi dengan program JKN, hal ini termuat dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan No. 9 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Kesehatan Gratis.
Upaya yang dilakukan untuk penyelenggaraan kesehatan gratis ini adalah dengan sharing dana sesuai dengan kapasitas fiskal masing-masing. Andy mendapatkan data dari BPJS ada sekitar 11 daerah Kota/Kabupaten yang telah mencapai UHC per bulan Maret. Daerah yang belum UHC ada 8, dan yang mendekati UHC ada 5 kabupaten. Ia juga mengamini bahwa puskesmas dan pustu yang disebutkan oleh Irwandy memang ada yang kurang layak kondisinya, begitu juga problem mengenai kualitas penyebaran SDM Kesehatan di Provinsi Sulawesi Selatan.
Sorotan berikutnya dari Andy adalah mengenai survei regional yang semestinya segera dilakukan untuk mengetahui tingkat kepuasan di daerah, karena data yang ditampilkan oleh Irwandy baru dari tingkat Nasional. Setelah survei dilaksanakan, harapannya hasil tersebut bisa membantu penyusunan dan pengambilan kebijakan kedepannya. Dalam aspek tata kelola, feedback yang diberikan adalah supaya ada rekomendasi untuk penerapan kebijakan di masa yang akan datang.
dr. H. Muhammad Ichsan Mustari, MHM (Kadinkes Prov. Sulawesi Selatan)
Ichsan mengiyakan soal isu tunggakan yang selalu berulang-ulang tidak bisa diselesaikan, hal ini berakibat dengan iuran yang menurun dan layanan tidak meningkat. Hal ini disebutkan sebagai efek domino yang saling mempengaruhi antar aspek. Ichsan memberikan rekomendasi untuk memberikan reward bagi para peserta yang taat membayar iuran, meskipun mereka tidak sakit dan menggunakan manfaat dari kepesertaan BPJS Kesehatan.
Hal ini diutarakan oleh Ichsan karena di masyarakat terdapat stigma apatis, mengapa peserta harus membayar jika tidak mendapatkan manfaatnya sama sekali. Isu mengenai persebaran SDM Kesehatan juga sama dengan yang diutarakan oleh Andy, bahwa jumlah SDM Kesehatan itu cukup namun kualitas persebarannya yang membuat tidak cukup. Diharapkan supaya ada upaya yang dibungkus dalam bentuk regulasi untuk mengatur persebaran ini, sebab jika tidak maka hukum “dimana ada gula, disitu ada semut” akan terus berjalan dan hal inilah yang membuat persebaran SDM Kesehatan tidak merata.
Saat ini Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan juga sedang menggodok peraturan bagi SDM Kesehatan untuk dapat fokus memberikan layanan di satu tempat dan melarang mereka memberikan layanan di tempat lain dalam waktu yang bersamaan. Pekerjaan rumah berikutnya bagi pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan adalah bagaimana caranya agar DAK dapat optimal yang tentu memerlukan kesepakatan bersama. Otomatis koordinasi antar lembaga perlu untuk ditingkatkan.
Mengenai mutu dan kepuasan menurut Ichsan adalah dua hal yang berbeda karena kepuasan didasarkan pada penilaian subyektif sedangkan mutu memiliki standar tertentu yang harus dicapai. Kemudian keterbukaan data ini penting untuk diterapkan untuk mengetahui efisiensi dana yang dikeluarkan oleh tertanggung yaitu Pemerintah Daerah.
dr. Beno Herman, M.A.R.S (Deputi Direksi Wilayah Sulselbartramal)
Beno menanggapi bahwa secara keilmuan data - data yang ditampilkan oleh Irwandy sudah real. Titik tekan yang krusial saat ini adalah untuk mengikuti amanah dari Perpres No. 64 tentang Kontribusi, Iuran dan Subsidi Pemerintah Daerah. Beliau juga menyampaikan bahwa ada perbedaan data yang dipaparkan oleh Irwandy dan data yang dimiliki oleh BPJS Kesehatan mengenai jumlah FKTP.
Jumlah yang dicatat oleh BPJS Kesehatan adalah sekitar 906 FKTP sementara yang ditampilkan oleh Irwandy kurang lebih 400. Tanggapan lainnya terhadap penelitian yang dilakukan oleh Irwandy adalah pada aspek tunggakan ini sebetulnya dilatarbelakangi oleh willingness to pay atau ada faktor ketidakmampuan. Mengenai pencegahan kecurangan, dari peraturan yang sudah ada di tingkat Pusat sudah ditambah lagi dengan peraturan regional yang mengharuskan tim pencegahan kecurangan ini harus ada akan tetapi hal ini belum optimal di Provinsi Sulawesi Selatan.
Kemudian, untuk aspek keterbukaan BPJS telah menyediakan dua dashboard yang sudah disampaikan hingga ke kabupaten/kota yaitu pemanfaatan JKN dan data mengenai COVID-19. Permasalahannya hingga saat ini adalah permintaan data yang dari lembaga yang tidak boleh diekspos seperti data by name by address. Data ini harus diolah terlebih dulu di pusat.
Reporter: Eurica Wijaya
Link terkait:
Tags: reportase,, 2021,