Reportase Dialog Bersama Tim Sukses Capres-Cawapres: Estafet Akhir Menuju Eliminasi TBC 2030
Narasi Newsroom, 31 Januari 2024
Pemaparan Situasi dan Urgensi Penanganan TB
Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp. P (K) menjadi pakar pertama yang memberikan pemaparan mengenai peluang eliminasi TB dan strategi akselerasi melalui inovasi upaya penanggulan TB. Erlina menyinggung tentang stigma dan diskriminasi yang masih dialami oleh para pengidap TB yang berhubungan dengan baik efek samping pengobatan maupun faktor sosial ekonomi lainnya. Di sisi lain, Indonesia saat ini menjadi negara dengan komitmen yang sangat baik dalam mengadopsi panduan pengobatan jangka pendek untuk TB meskipun masih memiliki gap angka antara pasien berobat dengan total pasien terkonfirmasi TB. Pada 2022, pasien TB sensitif obat (TB-SO) yang memulai pengobatan adalah sebanyak 809.000 orang, sedangkan TB-RO 8.145 kasus pasien. Dalam pemaparannya, Erlina juga sempat menyinggung salah satu inovasi upaya penanggulangan TB melalui vaksin TB yang memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan BCG, seperti Vaksin m72 dan TB Inhalasi. Oleh karena itu, anggaran penanggulangan TB dari pemerintah sangat penting dan bersifat pasti dengan tidak hanya mengandalkan donasi saja meskipun jumlahnya jauh lebih besar.
Pemaparan kedua dilakukan oleh perwakilan Perhimpunan Organisasi Pasien TB (POP TB) Indonesia, Khoirul Anas. Seperti Erlina, Khoirul juga menekankan masalah stigma dan diskriminasi yang diterima oleh pasien TB. Salah satu inovasi yang telah dilakukan oleh POP TB dalam menanggapi isu tersebut adalah pembuatan kanal aduan Lapor TB yang memberikan fasilitas baik kepada pasien TB, keluarga maupun kolega yang mengalami kesulitan terkait pengobatan TB, stigmatisasi dan diskriminasi. Hal tersebut dilakukan supaya peran komunitas terdampak dalam upaya penanggulanan TB menjadi sedikit lebih optimal di Indonesia.
Sebagai seorang peneliti dan akademisi, dr. Ahmad Fuady, M.Sc., PhD yang menjadi pakar ketiga memfokuskan pemaparan mengenai perlindungan sosial bagi orang terdampak TB. Ahmad menjelaskan bahwa dampak TB bukan hanya mempengaruhi status kesehatan pasien tersebut, namun juga berimbas pada kehidupan finansial. Secara tidak langsung, TB menyebabkan besarnya biaya katastropik akibat penyakit tersebut, kehilangan pekerjaan, depresi dan penurunan kualitas hidup, serta stigma masyarakat. Dalam mengatasi hal tersebut, diperlukan dukungan psikososio-ekonomi dari pemerintah dengan melakukan baik kontrol dampak sosioekonomi maupun kontrol determinan sosial.
Dr. Nurul Luntungan, MPH selaku perwakilan STPI menutup sesi pemaparan pakar dengan menyampaikan pentingnya kolaborasi multi stakeholder dalam upaya penanggulan TB di Indonesia. Kerja sama lintas sektoral tersebut dibutuhkan demi mencapai taget penurunan insidensi TB menjadi 65 kasus per 100.000 penduduk pada 2030 mendatang sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 yang mengamanahkan penanggulangan TB kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah, pemangku kepentingan, masyarakat, institusi pendidikan, organisasi profesi atau ilmiah, asosiasi, dunia usaha, media massa, lembaga swadaya masyarakat dan mitra pembangunan.
Gambar 1. Keempat orang pakar yang memaparkan tentang situasi dan urgensi penanganan TB. (a) Prof. Dr. dr. Erlina Burhan, M.Sc., Sp. P (K); (2) Bapak Khoirul Anas; (3) dr. Ahmad Fuady, M.Sc. PhD; dan (4) dr. Nurul Luntungan, MPH.
Dialog Bersama Tim Sukses Capres-Cawapres
Setelah pemaparan dari keempat orang pakar, Nitia melanjutkan acara diskusi publik tersebut dengan mengundang masing-masing perwakilan tim sukses capres-cawapres ke atas panggung. Dialog dibuka dengan masing-masing perwakilan menanggapi paparan yang telah disampaikan para pakar.
Perwakilan tim sukses pasangan calon (paslon) nomor urut 1, dr. Ganis Irawan, Sp. PD menanggapi dengan menjelaskan penanggulangan untuk mempercepat eliminasi TB 2030 tertuang dalam visi perubahan, baik dalam perumusan regulasi maupun kolaborasi dengan berbagai sektor. Ganis menyampaikan bahwa kolaborasi dilakukan dengan membentuk kebijakan berbasis pendapat yang muncul dari berbagai sektor dan menghimbau partisipasi warga secara mandiri.
Berbeda dengan dr. Benny Oktavianus, Sp.P selaku perwakilan tim sukses paslon nomor urut 2 yang menyatakan bahwa saat ini sudah terdapat perubahan stigma yang cenderung membaik, terutama dari generasi Milenial dan Gen Z. Benny memberikan contoh mengenai sanatorium dimana pada generasi dahulu merupakan suatu stigma negatif karena pasien harus dikarantina dan kehilangan pekerjaan.
Tanggapan terakhir oleh perwakilan tim sukses paslon nomor urut 3, dr. Dripa Sjabana, M.Kes menanggapinya dengan mengunggulkan visi digitalisasi kesehatan. Terdapat tiga hal yang menjadi sorotan Dripa yaitu program 1 desa, 1 tenaga kesehatan, 1 fasilitas kesehatan; penggandaan anggaran untuk kesehatan; dan pemberantasan korupsi terutama dalam sektor kesehatan.
Gambar 2. Ketiga perwakilan tim sukses capres-cawapres. (a) dr. Ganis Irawan, Sp. PD selaku perwakilan paslon nomor urut 1; (b) dr. Benny Oktavianus, Sp.P selaku perwakilan paslon nomor urut 2; dan dr. Dripa Sjabana, M.Kes selaku perwakilan paslon nomor urut 3.
Selanjutnya, Nitia memandu jalannya dialog secara interaktif dengan menanyakan tindakan dan langkah nyata apa yang paling dapat dilaksanakan terlebih dahulu dari masing-masing program capres-cawapres. Setelah Erlina mendapat kesempatan memberikan tambahan keterangan yang menyoroti program kolaborasi dengan stakeholder yang masih belum terlihat hasilnya pada peraturan presiden yang sudah ada saat ini, Ganis menekankan bahwa paslon nomor 1 dapat melanjutkan dan memperbaiki peraturan presiden yang sudah ada. Konsep health in all policy menjadi dasar perumusan kebijakan di semua lembaga yang mana ditanamkan prinsip health in mind sebagaimana kesehatan menjadi hak masyarakat, salah satunya termasuk program untuk mengubah stigma terhadap pengidap TB.
Lain halnya dengan Benny, Nitia menanyakan langkah-langkah yang dilakukan untuk menurunkan kasus TB dimana paslon nomor urut 2 telah menyebutkan angka nyata penurunan kasus sebanyak 50% pada 2025. Terdapat 3 dari 8 program terbaik cepat dari pemerintahan presiden Jokowi yang merupakan bidang kesehatan, yaitu penanggulangan stunting, pemberantasan TBC, dan pembangunan faskes di kabupaten/kota. Benny menambahkan bahwa akan ada usulan mengenai pembentukan Badan Pemberantasan TB Nasional yang terinspirasi melalui penanganan pandemi COVID-19 lalu apabila paslon nomor 2 terpilih nantinya.
Menanggapi pertanyaan terkait langkah praktis yang akan dilakukan untuk penanggulangan TB, secara sederhana Dripa menekankan tentang perihal anggaran. Dripa menegaskan bahwa saat ini paslon nomor 3 dan tim sudah melakukan pengkajian dan menyiapkan program-program kesehatan. Setidaknya anggaran minimal 5% akan dipersiapkan untuk kesehatan dan diimplementasikan salah satunya dengan mewujudkan program 1 desa, 1 nakes, 1 faskes.
Nitia kemudian menampilkan hasil polling yang dilakukan STPI terkait prioritas penanggulangan TB dimana sebanyak 46% menyuarakan untuk mendorong ketersediaan dan akses layanan TBC berkualitas berbasis hak dan gender di faskes pemerintah atau swasta. Kemudian, Kiki dari Memento Game Studio mendapatkan kesempatan untuk bertanya kepada tiga perwakilan capres-cawapres mengenai program khusus dalam meniadakan diskriminasi pengidap TB.
Ganis menyebutkan pemanfaatan media, salah satunya TVRI sebagai TV nasional untuk memuat edukasi kesehatan dan melakukan pengukuran kesuksesan edukasi kepada target campaign. Sementara itu, Benny menekankan kerja sama lintas sektoral yang harus ditambahkan dengan baik dan memberikan kesempatan kepada Sumariyati untuk menjelaskan penambahan anggaran untuk penanganan TB mengingat target penurunan TB sebesar 17% per tahun. Di sisi lain, Dripa menjelaskan mengenai pendekatan darat (menambah jumlah faskes dan mengaktifkan kembali posyandu dan kadernya) dan pendekatan udara melalui integrasi program KTP Sakti terkait digitalisasi kesehatan; mengatasi stigma dengan memperkuat penegakkan hukum; serta komitmen anggaran.
Penutup
Dialog bersama tersebut kemudian ditutup dengan pembacaan surat terpilih dari para penyintas TB oleh masing-masing perwakilan tim sukses capres-cawapres yang penuh haru. Setelah tanggapan singkat, maka masing-masing perwakilan tim sukses capres-cawapres melakukan pembacaan dan penandatanganan komitmen eliminasi TBC 2030 yang meliputi 3 poin utama, yaitu (1) Pelibatan komunitas terdampak TBC secara bermakna dalam upaya penanggulangan TB; (2) Pembiayaan TBC di tingkat nasional dan daerah dalam sektor politik–kesehatan; dan (3) Ketersediaan akses TBC berkualitas berbasis hak dan gender di faskes pemerintah/swasta.
Rekaman kegiatan dapat diakses melalui:
Reporter: Ika Eryani