Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan 2018

7 -9 November 2018

Apakah Kebijakan JKN akan mencapai sasaran di Peta Jalan?


  Tujuan:

  1. Membahas hasil sementara Riset Evaluasi Kebijakan dengan metode Realist Evaluation.
  2. Mendiskusikan Analisis Kebijakan JKN.
  3. Merencanakan proses advokasi kebijakan JKN

  Kegiatan:

  1. Seminar 2 hari mengenai Hasil Riset dan analisis Kebijakan ( Rabu dan Kamis 7-8 November 2019).
  2. Latihan menulis policy-brief dan proses advokasi kebijakan (Jumat, 9 November 2019).
  3. Membahas makalah bebas untuk kebijakan kesehatan.

Pendaftaran peserta:

Seminar 2 hari

Early Bird: sampai dengan 31 Agustus 2018        Rp. 1.000.000
Normal: Sampai dengan 3 November 2018          Rp 1.250.000
On-site: Mulai 5 November 2018                         Rp 1.500.000

Pelatihan: (Rp 1.500.000,-)

  1. Penulisan Policy Brief dan Digital Policy Memo.
  2. Menggali dana-dana Filantropisme untuk meningkatkan keadilan social.

- Call-for-Paper untuk makalah bebas: sampai dengan 1 Agustus 2018.
- Pemberitahuan peserta yang diterima: 20 Agustus 2018.

 

 

Jadual Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (Mei – Desember 2018)

Dalam tahun 2018, berbagai kegiatan direncanakan oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia. Kegiatan berupa pelatihan, penulisan proposal, penelitian sampai mengikuti berbagai pertemuan ilmiah. Silahkan klik untuk melihat berbagai kegiatan yang ada.

BULAN

AGENDA

6 Maret - 11 Mei 2018

Pelatihan Analisis Kebijakan angkatan 1

selengkapnya 

Mei-Juni 2018

Perumusan Proposal Untuk Riset Evaluasi Kebijakan dan Analisis Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional 

selengkapnya

14 Mei - 29 Juni 2018

Pelatihan Perumusan Policy Brief Sektor Kebijakan Kesehatan

selengkapnya

22 Mei - 31 Juli 2018 

Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Bidang Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional angkatan 1

selengkapnya

2 - 3 Juli 2018 

Mengikuti dan melaporkan Pertemuan Internasional 12th PGF on Health Systems dan Policies 2018 yang akan diselenggarakan selama dua hari di Kuala Lumpur Malaysia:

Tema: Using Big Data for Health Policy and Management,
Hari, tanggal : 2-3 Juli 2018
Tempat : Auditorium Hospital Canselor Tuanku Muhriz UKM Medical Centre Cheras, Kuala Lumpur

selengkapnya

20 Juli 2018

Bedah Buku :
Analisis Kebijakan Kesehatan, Prinsip dan Aplikasi
Penulis : Dr. Dumilah Ayuningtyas, MARS

Agustus 2018

Penelitian Evaluasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional

selengkapnya

2 Agustus 2018

Mengikuti dan melaporkan The 3rd International Conference on Applied Science and Health yang akan diselenggarakan di Thailand

Tema : Addressing Global Health Challenges: Policy, Research and Practices
Tempat : Faculty of Graduate Studies, Mahidol University Salaya Campus, Nakhon Pathom, Thailand

selengkapnya

1-2 September 2018

Mengikuti dan melaporkan The 1st International Conference on Health Administration and Policy yang diselenggarakan oleh FKM Unair

Tema : Risk Management in Healthcare
Tempat : Wyndham Hotel, Jl Basuki Rahmat 67 - 73, Embong Kaliasin Surabaya - East Java, Indonesia

selengkapnya

September 2018

Penelitian Evaluasi Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional

selengkapnya

3- 6 September 2018

Forum Mutu Nasional - Indonesian Health Care Quality Network (IHQN) Ke XIV di Surabaya bekerjasama dengan Departemen FK UNAIR

Tema : Leadership dalam Peningkatan Mutu Layanan Kesehatan: Meningkatkan Efisiensi, Memenuhi Standar Akreditasi, dan Berperan Serta dalam Sustainable Development Goals / SDGs (Fokus pada Pelayanan KIA)
Tempat : Novotel Samator Hotel, Jl Raya Kedung Baruk No.26-28, Kedung Baruk, Rungkut, Surabaya

selengkapnya

4 September - 23 Oktober 2018

Pelatihan Analis Kebijakan Angkatan II

selengkapnya  

8 - 12 Oktober

Mengikuti dan melaporkan The Fifth Global Symposium on Health Systems Research di Liverpool Inggris.

selengkapnya

7 - 9 November

Menyelenggarakan Forum Nasional Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dengan basis Webinar.

Tema: Apakah Kebijakan JKN akan mencapai sasaran yang tertuang dalam Peta Jalan JKN?

selengkapnya

Desember 2018

Kaleidoskop dan Outlook Kebijakan Kesehatan 2019.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kerangka Acuan Kegiatan:

Webinar Pelatihan Perumusan Policy Brief Sektor Kebijakan Kesehatan

14 Mei dan 29 Juni 2018

 

  LATAR BELAKANG

Sektor pengembangan pengetahuan di Indonesia memiliki beberapa aspek tantangan, yakni: (1) belum efisien dan rendahnya pendanaan program riset; (2) endahnya ketersediaan dalam akses data; (3)rendahnya kualitas riset dan proses analisisnya; (4)belum optimalnya pemanfaatan evidence; (5)kualitas dari peraturan dan regulasi yang masih belum maksimal; (6). Ketimpangan antara supply dan demand pada aspek riset. Kesenjangan - kesenjangan ini memiliki pengaruh secara langsung dalam pengembangan sektor kebijakan kesehatan di Indonesia. Anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia sebenarnya telah menghasilkan penelitian berkualitas tinggi untuk mendukung pembangunan kesehatan di daerah mereka masing-masing. Dalam perjalanannya, penelitian selalu bernilai bagi peneliti, menariknya akhir-akhir ini nilai penelitian semakin memiliki arti penting mengingat peran politisnya terhadap berbagai pihak, seperti pembuat kebijakan, media, organisasi non-pemerintah (LSM) dan mitra pemerintah dalam pembangunan (developing partners).

Policy brief adalah salah satu cara yang paling efektif bagi peneliti untuk menyampaikan secara ringkas laporan penelitiannya kepada berbagai jenis khalayak. Policy brief ditujukan untuk menyajikan temuan penelitian ke sasaran pembaca tertentu, disesuaikan untuk pembaca yang memiliki pemahaman teknis atau tidak, menguraikan lesson learned dari penelitian tersebut, dan kemudian menerjemahkannya ke dalam analisis atau rekomendasi kebijakan.

Kegiatan ini dirancang khususnya sebagai salah satu strategi untuk mengatasi tantangan ke-empat yaitu belum optimalnya pemanfaatan evidence dalam proses pengambilan kebijakan. Pelatihan ini dimaksudkan untuk membantu para peneliti memahami apa itu policy brief yang efektif, bagaimana cara menyaring intisari dari saran hasil penelitian, dan apa yang pembaca anggap sebagai policy brief yang baik. Kegiatan ini dapat menjadi media knowledge sharing dalam mengembangkan policy brief yang lebih spesifik dan berkualitas dalam mempengaruhi secara positif pada area kebijakan.

Secara khusus, PKMK FKKMK UGM berencana untuk mengadakan pelatihan perumusan policy brief efektif. Policy brief tersebut merupakan salah satu output potensial pada produk keluaran penelitian yang dapat menjadi instrumen perbaikan kebijakan kesehatan melalui penyediaan evidence dan penyajian argumen yang meyakinkan. Kegiatan ini diadakan oleh PKMK FKKMK UGM di Yogyakarta dengan narasumber ahli kebijakan. Program pelatihan ini akan diadakan dalam format lokakarya dan juga melalui webinar. Hal ini dilaksanakan untuk meningkatkan minat seluruh institusi jejaring untuk berperan aktif dalam kegiatan pelatihan ini tanpa harus meninggalkan tempat bekerja.

  TUJUAN

Kegiatan ini bertujuan untuk:

  1. Meningkatkan kualitas SDM internal PKMK dan beberapa mitra universitas di wilayah Indonesia Timur melalui pelatihan penulisan policy brief yang efektif
  2. Meningkatkan kapasitas dan peran PKMK dan mitra universitas di wilayah Indonesia Timur anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dalam advokasi kebijakan dalam bentuk policy brief.
  3. Menghasilkan draft policy brief yang telah melalui mekanisme review oleh narasumber ahli.

  FORMAT KEGIATAN

Kegiatan pelatihan penyusunan policy brief ini disampaikan dalam bentuk lokakarya di Yogyakarta dan webinar. Kegiatan akan dipecah dalam dua bagian, untuk memberi waktu kepada peserta menyusun draft policy brief. Selain itu, narasumber juga memerlukan waktu untuk mereview hasil draft policy brief yang disusun peserta.

ppb fisip


  NARASUMBER

Kegiatan ini akan menghadirkannarasumber kredibel yang merupakan anggota dari Aliansi Analis Kebijakan yang memiliki pengalaman dalam merumuskan produk riset kebijakan berupa policy brief. Narasumber pada kegiatan ini, yakni :

  1. Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM)
  2. Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM)

  TARGET PESERTA

Pelatihan penyusunan policy brief ini menargetkan peserta internal PKMK FKKMK UGM dan institusi anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia khususnya mitra universitas dari wilayah Indonesia Timur. Peserta internal ditargetkan minimal 5 peneliti PKMK UGM yang berasal dari 5 divisi pada PKMK FKKMK UGM (Divisi Kebijakan Kesehatan, Mutu, Sistem Informasi Kesehatan, Bencana dan Manajemen Rumah Sakit). Selain itu, peserta eksternal ditargetkan minimal 10 peserta yang merupakan peneliti di universitas yang berada di wilayah Indonesia Timur.

Kriteria peserta pelatihan ini antara lain pertama, seorang peneliti. kedua, terafiliasi dengan lembaga universitas atau penelitian.Ketiga, memiliki ringkasan proyek penelitian yang dilaksanakan. Ringkasan tersebut harus merupakan dokumen yang berdiri sendiri, mampu dibaca secara mandiri, berfokus pada satu topik, dan mengandung implikasi dan saran kebijakan

  WAKTU DAN TEMPAT

Program pelatihan perumusan policy brief efektif ini akan dilaksanakan di Ruang Grafika UC Hotel UGM pada 14 dan 29 Juni 2018.

OUTPUT KEGIATAN

Hasil akhir yang diekspektasikan pada program peningkatan kapasitas peneliti ini adalah dihasilkannya minimal 3 draft dokumen Policy Brief dengan fokus topik kebijakan kesehatan yang telah di-review oleh narasumber.

  JADWAL KEGIATAN

Hari I: 14 Mei 2018

Waktu (WIB)

Durasi

Materi

Deskripsi

09.00 - 09.30

30’

Pengantar dan Pembukaan

(Prof Laksono Trisnantoro, MSc, PhD)

Narasumber memaparkan arti penting policy brief bagi peneliti

09.30 - 11.00

90'

Workshop Kerangka Penulisan Policy Brief

(Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP)

materi

Narasumber memberi arahan 

cara penulisan bagian-bagian penting dari policy brief:

  • Pendahuluan
  • Diskusi
  • Rekomendasi

11.00 - 11.20  

20’

Diskusi

11.20 – 13.00

ISHOMA

13.00 - 14.30  

90’

Workshop tips penulisan Policy Brief yang efektif

( Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA)

materi

Narasumber memberi arahan berbagai tips dan contoh mengenai bagaimana menyusun policy brief yang efektif, argumentatif.

14.30 – 14.50

20’

Diskusi

14.50 – 15.10

20’

Penugasan (Shita Dewi)

Fasilitator memberikan penugasan  pembuatan policy brief pada peserta dan dikirimkan ke panitia paling lambat 18 Mei 2018


Hari II : 29 Juni 2018

Waktu (WIB)

Durasi

Materi

Deskripsi

09.30 - 09.45

15’

Pengantar (Shita Dewi)

materi

Fasilitator memberi pengantar kegiatan

09.45 - 11.00

75’

Review draft policy brief
(Shita Dewi)

Narasumber membahas draft policy brief yang dikirimkan peserta

11.00 - 11.15

15’

Penutupan

reportase

 

PENDANAAN KEGIATAN

Agenda ini mendapatkan dukungan dana oleh program core funding / bridging tahap 2 Knowledge Sector Initiative (KSI) Indonesia

  INFORMASI PENDAFTARAN

Maria Lelyana
PKMK FKKMK UGM
Jl. Farmako Sekip Utara, Gedung IKM Sayap Utara, Sleman, DIY
Telp. (0274) 549425
Kontak. 0811 1019 077

 

Reportase Hari Kedua Geneva Health Forum

Plenary 3

ghf2 1

Sesi ini dipandu oleh Detlev Ganten dari World Health Summit, Jerman. Tema sesi ini berkaitan dengan Cybersecurity and the health system: What risk for patients”, dibahas oleh beberapa pakar cybersecurity yakni Jacqueline Hubert dari Grenoble University Hospital Prancis, Solange Ghernaouti dari University of Lausenne Switzerland, Bertrand Levrat dari Geneva University Hospital Switzerland da Charlotte Lindsey-Curtet dari International Commitee of Red Cross (ICRC) Switzerland.

Era teknologi digital memberikan fakta bahwa catatan pasien yang direkam secara elektronik, tindak lanjut perawatan yang terkomputerisasi, dan sistem informasi berbasis teknologi telah diperkenalkan di seluruh elemen sistem kesehatan. Meskipun penggunaan alat digital ini dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan, tetapi juga dapat menciptakan banyak kelemahan. Pencurian data dalam sektor kesehatan dalam beberapa bulan terakhir juga menjadi target serangan cybercrime. Hal ini menjadi perhatian publik karena penyalahgunaannya dapat menyebabkan kerugian banyak pihak, terutama pasien dan sistem kesehatan yang berada dalam masalah.

Menurut Bertrand, pengalaman dari rumah sakit di Swiss dalam menanggulangi kejahatan Cybercrime menunjukkan tidak seluruh rumah sakit dapat memberikan data pasien, walaupun untuk keperluan studi atau digunakan dalam upaya pengambilan kebijakan. Hal ini disebabkan pengalaman yang berbeda dalam menghadapi penggunaan data pasien yang tidak tepat sasaran pada masa sebelumnya. Bertrand menyadari bahwa seluruh data medis pasien tidak selalu bersifat anonymous karena penggunaan data medis memerlukan beberapa data konfidensial yang bersifat individual, sehingga berpotensi disalahgunakan. Hal tersebut menjadi alasan perlunya secara perlahan memperbaiki sistem informasi yang ada untuk bisa mengontrol penggunaan data, “siapa dan untuk apa penggunaan data tersebut”.

Hal yang berbeda dikemukakan oleh Charlotte, yakni terdapat beberapa data yang bersifat konfidensial dari pasien yang tidak perlu diberikan kepada pihak manapun. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan privasi dan bahwa perlu adanya batasan mengenai definisi dan indikator konfidensial yang dapat diakses oleh publik. ICRC telah melakukan beberapa analisis yang menunjukkan bahwa seluruh data pasien dapat dianalisis tanpa melibatkan data konfidensial yang merugikan masyarakat. Pertimbangan bahwa sistem informasi dan penggunaan data oleh pihak kedua tidak dapat dikontrol setiap saat. Meta data analisis juga berpotensi disalahgunakan jika tidak didukung oleh legalitas yang ada. Di lain sisi, era demokrasi adalah era di mana seluruh data dapat dipergunakan publik sehingga menurut Solange, perlu adanya kesadaran dari berbagai pihak dalam menggunakan data yang bertujuan untuk kepentingan masyarakat umum.

Isu cybercrime disadari semakin mengkhawatirkan bidang kesehatan karena data medis memuat informasi detail terkait individu, sehingga rentan disalahgunakan oleh pihak tertentu. Inovasi telah banyak dilakukan untuk meminimalisir kejahatan terhadap data. Sistem informasi kesehatan tidak dapat dibandingkan dengan sistem informasi perbankan karena memuat data yang lebih rumit dan sistem yang lebih kompleks. Begitu pun dengan isu transfer data antar negara. Menurut Bertrand, Swiss dan negara Eropa lainnya belum dapat mengimplementasikan transfer data antar negara karena terkendala regulasi yang berlaku di negara masing-masing. ICRC telah melakukan transfer data antar negara namun masih dalam skala yang lebih kecil, dengan terlebih dahulu melalui proses engagement dari kedua negara dan justifikasi penggunaan data yang sesuai.

Umumnya, cybercrime adalah sesuatu yang tidak bisa dihentikan tetapi bisa diminimalisir potensi terjadinya dengan perbaikan sistem dan regulasi yang jelas.

Reporter: Muhamad Asrullah, MPH (PKMK UGM)

Baca juga: Reportase hari pertama Geneve health forum 2018

{jcomments on}

Reportase Geneva Health Forum 2018

Geneva Health Forum (GHF) 2018 yang mulai dilaksanakan pada 2006 merupakan kegiatan rutin di Swiss yang membahasisu kesehatan global. Setiap dua tahun, GHF diikuti oleh baik pemangku kepentingan dari Swiss maupun dunia internasional dan menggabungkan peserta dari semua sektor (kesehatan, akademisi, politik, masyarakat sipil dan profesional sektor swasta). GHF pada 2018 dilaksanakan di Center Internasional de Conferences Geneve (10-12 April 2018). GHF menghadirkan 420 pembicara dengan 13 sesi sharing informasi. Tema yang diangkat dalam GHF 2018 adalah “Precision Global Health in The Digital Age” dengan mengangkat sub tema:

  1. Kesetaraan Akses Kesehatan (Health Equity)
  2. Jaminan Kesehatan Semesta (Universal Health Coverages)
  3. Akses ke Pengobatan Esensial (Access to essential medicine)
  4. Sekuritas Masalah Kesehatan dan Pandemik (Future pandemics and Health 
Security)
  5. Penyakit Tropis (Neglected Tropical Disease)

GHF adalah forum praktik inovatif untuk mengatasi tantangan masalah kesehatan dunia. GHF diharapkan menjadi forum untuk mencari solusi bersama mengenai tantangan yang dihadapi, merumuskan pendekatan baru terhadap kesehatan global, dan menciptakan tools baru yang dapat diterapkan secara global, oleh beberapa unsur. GHF 2018 dihadiri oleh kurang lebih 1000 peserta yang berasal dari seluruh dunia. CHPM ikut serta mengambil peran dalam kegiatan ini.

Reportase Hari 1

ghf3

Plenary 1 bertema Quality of health system - The missing piece between better access and Improved Health”. Sesi ini disampaikan oleh Edward Kelley dan dipandu oleh Schule Alexander dari Swiss Agency for Development and Cooperation (SDC), Direktur Department of Service Delivery WHO, Kruk Margaret dari Harvard T.H Chan School of Public Health, dan Yogan Pillay, Deputy Director General of the National Department of Health, South Africa. Pada sesi ini, ketiga narasumber memaparkan kualitas dari sistem kesehatan dari berbagai perspektif sebagai salah satu indikator Millennium Development Goals (MDGs).

MDGs telah menggerakkan sumber daya dalam skala besar yang belum pernah terjadi sebelumnya. Masih terdapat tantangan besar yang mengarah pada penilaian ulang terhadap kerangka kerja MDGs. Salah satu kritiknya terletak pada fokus ke aspek penyakit yang terlalu besar, sehingga mengorbankan sistem kesehatan dan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, kualitas pelayanan digambarkan sebagai faktor yang perlu mendapat perhatian untuk menerjemahkan cakupan intervensi dari sistem kesehatan. Narasumber menjelaskan beberapa tantangan utama serta temuan-temuan yang muncul kaitannya dengan pendekatan ukuran dan peningkatan kualitas serta pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan etika mengenai hak atas perawatan kesehatan yang berkualitas dan distribusi yang adil.

The Lancet Global Health telah menginisiasi terbentuknya Komisi terkait sistem kesehatan yang berkualitas. Komisi ini telah mengusulkan rekomendasi kebijakan untuk mengukur dan meningkatkan kualitas dalam mengejar Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Senada dengan hal tersebut, Kruk Margaret memaparkan bahwa The Lancet Global health telah menerbitkan laporan, naskah akademik, dan laporan komisi di berbagai negara terkait kualitas dari sistem kesehatan, usulan indikator kualitas, dan upaya baru terkait perubahan sistem. Kualitas kesehatan menurut Margaret tidak selalu berkaitan dengan cakupan (coverage) karena cakupan kesehatan yang tinggi belum tentu meningkatkan kualitas hidup masyarakat.

Contoh konkretnya adalah cakupan kesehatan ibu dan anak yang tinggi di beberapa negara tidak diikuti dengan penurunan angka kematian ibu dan anak. Indonesia adalah salah satu negara dengan angka kematian ibu dan anak yang masih cukup tinggi. Salah satu isu yang diangkat mengenai kompetensi tenaga kesehatan. Berdasarkan data dari 18 negara, masyarakat hanya mendapatkan setengah dari jumlah pemeriksaan kesehatan yang seharusnya dalam kunjungan ke fasilitas kesehatan. Beberapa publikasi juga menunjukkan bahwa kompetensi tenaga kesehatan tidak dapat menyediakan pemeriksaan kesehatan yang baik dan seharusnya. Hal tersebut diharapkan akan diminimalkan seiring dengan perbaikan sistem kesehatan dari aspek kualitas.

Menurut Margaret dan Yogan, sebuah sistem kesehatan yang berkualitas harus mempertimbangkan 3 hal penting yakni konsisten dalam memberikan pelayanan, bernilai dan mendapatkan kepercayaan dari masyarakat, serta respons terhadap perubahan yang terjadi. Fondasinya adalah masyarakat itu sendiri, pemerintah, platform, tenaga kesehatan, dan alat penunjang. Didukung oleh sebuah proses belajar dan perubahan maka diharapkan tercapai indikator kesehatan yang lebih baik, sistem yang terpercaya dan kontinuitas, serta keuntungan secara ekonomis. Berdasarkan data yang ada di beberapa negara Low Middle Income menunjukkan sebuah sistem kesehatan yang berkualitas akan menyelamatkan 7,8 juta kehidupan, dimana 3,2 juta berkaitan dengan perbaikan akses kesehatan dan 4,6 juta lainnya terkait dengan perbaikan kualitas pelayanan kesehatan.

Hal serupa diungkapkan oleh Edward Kelley, hanya 34% diagnosis akurat yang ditemukan di negara Low Middle Income (LMI). Kemudian yang menjadi perhatian berikutnya, ditemukan 40% dari fasilitas kesehatan memiliki akses air bersih yang rendah dan 20% memiliki sanitasi yang buruk. Diperburuk bahwa wanita di negara-negara tersebut menjadikan wanita sebagai korban, rendahnya respek terhadap pelayanan, dan ekslusi (pengecualian) dari pengambil keputusan pada pelayanan prenatal dan post natal. Jika dilihat dari ilustrasi Universal Health Coverage, maka dengan jelas terlihat bahwa indikator cakupan memegang peranan penting, akan tetapi timbul pertanyaan besar yakni apakah pemerintah dapat menggalakkan pelayanan gratis kepada ibu hamil hanya untuk meningkatkan cakupan ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan, sementara di lain sisi, pelayanan yang diberikan dapat tergolong berbahaya?.

Salah satu alternatif dalam mengatasi masalah tersebut adalah strategi kebijakan pemerintah yang juga dituntut berkualitas. Indikatornya adalah adanya prioritas masalah kesehatan, indikator kualitas yang bersifat nasional dan dapat diterapkan di daerah, kerja sama lintas sektor, analisis situasi, struktur pemerintahan yang jelas, perubahan dari segi metode dan intervensi, serta sistem informasi dan manajemen data yang terpadu. Hal terpenting adalah pelayanan kesehatan yang terintegrasi dan alur rujukan yang jelas. Perbaikan pelayanan kesehatan di Primary Health Care (PHC) juga sangat penting karena 80-90% dari kebutuhan kesehatan dapat dideteksi sejak awal di fasilitas kesehatan tersebut. Langkah WHO ke depan terkait isu ini yaitu melakukan pendekatan di level pollitik dengan menghasilkan dokumen peningkatan kualitas kesehatan sebagai indikator utama dalam mencapai UHC, di level strategis yakni memberikan dukungan teknis berupa pilihan kebijakan dan jenis intervensi yang sesuai, serta di level operasional dengan mengembangkan development plan yang disertai dengan monitoring dan evaluasi seperti pada program UHC 2030.

Reporter: Muhamad Asrullah, MPH (PKMK UGM)

Baca juga: Reportase Geneve health forum 2018 hari kedua

 

Reportase Diskusi Ilmu Lintas Fakultas “Analisis Kebijakan dan Aplikasinya”

disk fisipol

Diskusi lanjutan dari serangkaian blended learning pelatihan dasar Analis Kebijakan kali ini mengundang tim peneliti dan para pakar dari FISIPOL UGM. Pertemuan yang diselenggarakan di Kafe FISIPOL UGM ini dibuka oleh Dr. Erwan Agus Purwanto, M.Si selaku Dekan FISIPOL UGM. Bapak Erwan menjelaskan bahwa kebijakan publik yang baik adalah kebijakan yang mampu menyelesaikan permasalahan dan dapat memperbaiki kondisi seperti yang dikehendaki. Selaku moderator, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D turut menambahkan bahwa konsep dan tahapan analisis kebijakan publik ini juga dapat diterapkan dalam analisis kebijakan kesehatan.

Topik yang dibahas narasumber pada kegiatan tersebut terkait dengan konsepsi dan model analisis kebijakan (analysis of policy dan analysis for policy) serta prospek dan perkembangan jabatan fungsional analis kebijakan di pemerintah dan sektor swasta. Menurut Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP, para analis kebijakan harus mengawali segala sesuatu dengan identifikasi masalah untuk menemukan idealnya suatu kebijakan perlu menjadi seperti apa, aja saja alternatifnya, dan apa saja dampak yang akan ditimbulkan. Bapak Wahyudi juga menegaskan bahwa tugas analis kebijakan adalah melakukan kajian dan memastikan apakah suatu kebijakan sudah tepat atau belum karena masih banyak perumusan kebijakan yang disusun spontan tanpa melalui langkah sistematis dan data/ evindence yang memadai.

Sebagai salah satu narasumber, Prof. Dr. Agus Pramusinto, MDA menambahkan bahwa selain melakukan analisis, para analis kebijakan juga harus siap walau usulan kebijakan nantinya tidak selalu dapat diterima oleh policy maker, terlebih ada faktor teknokratis dan politis dari perumusan sampai penetapan kebijakan. Apabila ada pihak terkait yang tidak dilibatkan dalam proses kebijakan, menurut Bapak Agus akan ada resiko pihak-pihak tertentu justru menghambat/ menghadang agenda kebijakan tersebut untuk menjadi suatu regulasi. Menanggapi pertanyaan dari peserta, Bapak Wahyudi juga menambahkan bahwa fenomena janji politik yang turut serta dalam analysis for policy memang seringkali terjadi di masa demokratis saat ini, sehingga para analis kebijakan perlu memastikan sejauh mana agenda tersebut telah memihak rakyat/ publik dan seberapa rasional janji politik tersebut untuk dapat mengatasi permasalahan publik yang sedang terjadi.

Pada sesi berikutnya, Bapak Wahyudi menjelaskan bahwa tim sukses di daerah seringkali bukanlah analis kebijakan yang memilki kapasitas untuk analysis of policy dan analysis for policy. Oleh karena itu, peran dari analis kebijakan sangat dibutuhkan. Evidence based policy tidak sepenuhnya dapat diterapkan di daerah, namun lebih penting evidence influenced policy. Bapak Agus menambahkan bahwa para analis kebijakan tidak dapat bergerak sendiri tanpa adanya tim. Walaupun demikian, bukan berarti analis kebijakan yang independen tanpa terafiliasi dengan siapapun tidak memiliki kesempatan yang sama. Kedua narasumber menyampaikan bahwa saat ini telah ada Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (aaki.or.id) yang dapat dilibatkan bersama-sama, baik di tingkat pusat dan daerah. Di akhir sesi, Bapak Laksono juga menegaskan bahwa analis kebijakan tidaklah generalis sehingga ada spesifikasi tertentu yang salah satunya adalah analis kebijakan di bidang kesehatan.

rekaman webinar

Reporter : Budi Eko Siswoyo, SKM, MPH

{jcomments on}

  • slot resmi
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot
  • rajabandot