Keynote Speech Hari ke 2

Keynote speech pada hari kedua Konas IAKMI XIII Makassar, Jum’at (05/11/2016), diisi oleh dua pembicara dari Thailand dan Malaysia. Kedua pembicara mengangkat isu yang berbeda. Prof. Dr. Siti Amrah Sulaiman dari Universiti Sains Malaysia mengangkat isu pengobatan alternatif dan makanan sehat. Sementara itu, Dr. Winai Dahlan dari Chulangkorn University mengangkat isu makanan halal.

Siti Amrah Sulaiman dikenal sebagai seorang ahli etnobotani yang mempelajari keterkaitan antara pengetahuan dan adat kebiasaan manusia dengan tumbuh-tumbuhan baik dalam fungsi pengobatan, ritual agama, ataupun penggunaan lainnya. Dalam kesempatan ini, Amrah menyoroti perlunya dukungan pada pengobatan alternatif dan makanan sehat di tengah semakin bergantungannya masyarakat pada obat-obatan. Amrah mengambil contoh madu sebagai makanan sehat yang berperan besar dalam memperbaiki jaringan tubuh karena memiliki antioksidan paling tinggi dibandingkan makanan lainnya. Dukungan terhadap konsumsi makanan sehat perlu ditingkatkan di lingkungan rumah tangga sebagai bagian dari pemeliharaan kesehatan keluarga.

Sesi keynote speech selanjutnya diisi oleh Winai Dahlan, pendiri sekaligus direktur Halal Science Center Chulangkorn University. Winai melihat makanan halal bukan hanya sebatas kebutuhan untuk memenuhi tuntutan agama tetapi juga perhatian untuk menjamin bahwa makanan yang dimakan baik, aman, sehat, dan higienis. Melalui institusi yang ia dirikan, Winai menyediakan layanan informasi mengenai produk halal sekaligus mengembangkan teknologi pengolahan makanan yang mampu menjamin kehalalan suatu produk.Halal science, ungkap Dahlan, merupakan upaya untuk menjamin keamanan dan integritas makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat.

Keberadaan kedua pembicara tamu tersebut memberi warna tersendiri bagi pelaksanaan IAKMI XIII. Keduanya melihat bahwa upaya promotif-preventif masyarakat diawali dari upaya kesehatan di level keluarga. Makanan yang baik dan sehat, menurut keduanya, adalah kunci bagi terwujudnya keluarga sehat dan bahagia. Apakah Anda siap menyediakan makanan sehat dan halal bagi keluarga Anda?

materi

Reporter: Insan Rekso Adiwibowo

 

Reportase Workshop Penelitian Implementasi Kebijakan Kesehatan

work2nov1

work2nov1

“Selama ini penelitian hanya dibaca oleh pembuat kebijakan lalu dimasukkan ke dalam lemari, penelitian kebijakan harus melibatkan pembuat kebijakan secara aktif.” Begitulah kalimat pembuka yang disampaikan oleh Prof. Laksono Trisnantoro dalam kegiatan “Workshop Penelitian Implementasi Kebijakan” pada hari Rabu (02/11/2016). Workshop ini merupakan bagian dari rangkaian acara Pra-Konas IAKMI XIII yang diselenggarakan di Makassar, 3 – 5 November 2016. Kegiatan ini diramaikan sekitar 126 orang dari berbagai institusi baik praktisi maupun akademisi dan peneliti kebijakan kesehatan.

Salah satu definisi Riset implementasi, seperti diungkapkan oleh dr. Yodi Mahendradhata, MSc. PhD., merupakan sebuah pendekatan sistematik untuk memahami dan mengatasi kendala-kendala menuju implementasi intervensi, strategi, dan kebijakan kesehatan yang efektif dan berkualitas. Ini membuat riset implementasi cenderung “ateis”, artinya tidak terikat dengan suatu jenis metodologi saja, tapi menjadikan metodologi alat untuk menjawab pertanyaan penelitian dan kebutuhan untuk menyediakan bukti bagi implementasi kebijakan. Sementara penelitian biasa hanya berbicara mengenai indikator (what) dan outcome kesehatan, penelitian implementasi turut melihat bagaimana implementasi dijalankan (how) dan outcome implementasinya.

Workshop ini disertai sesi Panel yang diisi oleh dr. Likke Prawidya Putri, MPH yang menceritakan mengenai kegiatan penelitian implementasi JKN di layanan primer beserta tantangan-tantangan yang muncul selama penelitian. Ia mengungkapkan bahwa salah satu tantangan adalah kebijakan JKN berubah-ubah selama proses penelitian berjalan. Hal ini diakui oleh drg, Doni Arianto, MKM dari Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan (PPJK) Kemenkes RI. Meski demikian, ini merupakan tanda bagus karena walaupun penelitian masih berjalan, hasilnya dapat langsung digunakan dalam perbaikan kebijakan JKN. Upaya ini dinilai positif oleh pembahas Prof. Dr. dr. HM Alimin Maidin, MPH. Ia menambahkan bahwa permasalahan JKN lainnya di layanan primer adalah besarnya pemasukan kapitasi tidak diimbangi dengan kurangnya sumber daya dan kapasitas administrasi keuangan di Puskesmas.

Rangkaian acara workshop ini ditujukan untuk memperkenalkan peserta mengenai riset implementasi dan potensinya dalam pengembangan kebijakan kesehatan. Workshop ini juga memperkenalkan berbagai instrumen pembelajaran riset implementasi dan informasi terkini yang dapat diakses melalui website Indonesia Implementation Research (link: http://indonesia-implementationresearch-uhc.net/).

Presenter dari Filipina yang mendapat beasiswa pascasarjana FK UGM, Tyrone Reden menarik perhatian dengan mengemukakan tingginya angka pertumbuhan penderita HIV di Filipina. Ia mengajukan proposal penelitian implementasi mengenai feasibility dan appropriateness kebijakan peningkatan kemampuan pekerja kesehatan komunitas untuk melakukan tes dan konseling HIV. Di samping itu juga dipresentasikan beberapa penelitian implementasi yang berada dalam lingkup kerja sama UGM dan WHO.

Pada sesi penutup, Laksono menekankan bahwa saat ini ada arus besar menuju riset implementasi dalam berbagai studi di sektor kesehatan. Ini akan berimplikasi pada semakin banyaknya pembiayaan dan diharapkan ke depannya dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas implementasi kebijakan di Indonesia.

reporter Insan Rekso Adiwibowo

 

Reportase Sesi Presentasi Proposal IR

Reporter :Siti Fatmala Rezeki

Sesi Presentasi ( Pukul 14.00-15.00 Wita)
Setelah mengikuti sesi sebelumnya dimana telah dipaparkan tentang apa itu penelitian implementasi, karakteristik serta prinsip-prinsip, selanjutnya pada sesi presentasi ini 3 presenter akan mempresentasikan proposal penelitiannya. Tiga presenter tersebut yaitu Dr. sc. hum. Budi Aji, SKM, M.Sc. (UNSOED), Astri Ferdiana (Fakultas Kedokteran UGM) dan Tyrone Reden L Sy (Universitas Gadjah Mada). Masing-masing presenter diberi waktu 10 menit untuk mempresentasikan proposal penelitiannya.

Presenter pertama memaparkan proposal penelitian yang berjudul “EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival): Adoptions to Local Ownership: Barriers Analysis and Possible Enabling Measures for Sustainability in Maternal and Child Health Program After Donor Ends” yang menarik bahwa Program EMAS yang dicanangkan berkaitan dengan lima aspek : leadership, financing, programming, service delivery dan relevant activities. Metode yang digunakan adalah grey literature by web & manual. Penelitian ini melibatkan pengambil keputusan (decision maker) yang terdiri dari lintas sektor yang saling berkolaborasi dan melihat dari berbagai perspektif untuk melakukan penelitian implementasi ini.

Presenter kedua, yang dibawakan oleh Astri Ferdiana (Fakultas Kedokteran UGM) dengan judul “Implementasi Program Upaya Kesehatan Kerja di Kulonprogo, Yogyakarta”. Mengawali presentasinya dr. Astri mengatakan bahwa sebuah fakta dimana pekerja informal lebih banyak dari pekerja formal (data dari BPS). Salah satu yang melatarbelakangi penelitian ini karena Kulonprogo adalah salah satu kabupaten dengan sektor informal yang berkembang pesat di Yogyakarta. Selain itu terdapat pula program Kemenkes yaitu POS UKK (Upaya Kesehatan Kerja) yang bettujuan untuk meningkatkan akses pekerja informal kepelayanan kesehatan kerja, dengan berfokus pada pemberdayaan masyarakat. Namun program ini tidak terlepas dari berbagai hambatan antara lain : hanya 5 dari 21 puskesmas yang telah mengimplementasikan program POS UKK, Kesehatan dan Keselamatan Kerja belum menjadi prioritas di dinas kesehatan serta tidak adanya petugas khusus k3 di puskesmas. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menilai level dan proses implementasi Program UKK, menilai factor-faktor organisasi, individual, komunitas, dan lainnya, yang menghambat atau mendukung implementasi Program UKK di KulonProgo, serta untuk memberikan rekomendasi dalam peningkatan implementasi program UKK di KulonProgo.

Presenter ketiga yaitu Tyrone Reden L.SY mempresentasikan proposal penelitian dengan judul “Assessing the feasibility and appropriateness of community-based TB/HIV counseling and testing in the Philippines : an Implementation Research”. Tyrone Reden ini sangat menarik perhatian para peserta Pra Konas sebab beliau mempresentasikan proposalnya dengan bahasa Inggris.

 

Pertemuan Nasional VII Jaringan Kebijakan Kesehatan

dirgahayu 71

Pemberitahuan Pertama

Pertemuan Nasional VII Jaringan Kebijakan Kesehatan

Oktober 2017

Tema : Monitoring Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional
Apakah sudah dapat memberikan prediksi untuk
pencapaian UHC di tahun 2019?

Pendahuluan

Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) telah berlangsung sejak 2014 dengan tujuan utamanya untuk memberikan perlindungan cakupan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC) kepada seluruh rakyat Indonesia pada tahun 2019. Sebagaimana ditunjukkan oleh skema proses kebijakan, kebijakan ini telah berada pada tahap pelaksanaan kebijakan.

dirgahayu 71

Untuk dapat memantau apakah pelaksanaan JKN telah berjalan sesuai yang direncanakan dan berada pada jalurnya untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka diperlukan pemantauan terhadap apa yang telah dilaksanakan dan hasil capaiannya sejauh ini. Terdapat dua kemungkinan kekurangan yang terjadi, yaitu:

  1. Kurangnyasinkronisasidankesesuaiankebijakandanberbagairegulasiterkait JKN, misalnyaantara:
    1. UU SJSN
    2. UU BPJS
    3. Berbagai PP yang ada
    4. BerbagaiPerpres yang ada
    5. BerbagaiPermenkesdanPermenkeu
  2. Kendala-kendaladalamimplementasi yang menyebabkankurangoptimalnyapelaksanaankebijakan JKN di lapangan

Oleh karena itu, Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia (JKKI) berencana untuk melakukan kegiatan monitoring JKN.

Kegiatan tahun 2017

  • Monitoring JKN di tahun 2014-2015-2016 melalui Web (Januari – Oktober 2017)
  • Forum Nasional: Membahas Hasil dalam kerangka evaluasi untuk memberikan prediksi pencapaian UHC di tahun 2019

Tujuan

  • Perbaikan Pelaksanaan sebagai hasil monitoring
  • Melakukan persiapan untuk Evaluasi Kebijakan JKN pada tahun 2016
  • Melakukan evaluasi kebijakan pada tahun ke 4 JKN

Siapa penerima manfaat kegiatan JKKI di tahun 2017?

Berbagai pihak akan mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan monitoring yang dilakukan oleh JKKI, yaitu:

  • Presiden sebagai Pemimpin Pemerintahan
  • Gubernur – Bupati – Walikota
  • DPR sebagai Penyusun UU
  • DPRD
  • Dewan SJSN
  • Kemenkes sebagai regulator
  • BPJS sebagai pelaksana
  • Perhimpunan Profesi
  • Perguruan Tinggi

Siapa pelaku monitoring JKN?

Kegiatan monitoring JKN sebenarnya dapat dilakukan bersama oleh berbagai pihak, namun kemungkinannya adalah terdapat spectrum obyektivitas yang beragam antara berbagai pihak yang berbeda.

gb1nov-2

Keunggulan kegiatan monitoring JKKI adalah merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh jaringan peneliti yang bersifat independen. Sebagai jaringan, kegiatan ini pasti memerlukan koordinasi, sehingga koordinasi akan dilakukan dengan cara melakukan kegiatan bersama anggota JKKI melalui sistem telekomunikasi webinar, dan bertemu dalam Forum Nasional VII di bulan Oktober 2017 baik secara tatap muka mau pun relay telekonferensi. Pertemuan Forum Nasional VII akan dilaksanakan di Yogyakarta namun beberapa Perguruan Tinggi dapat menjadi co-host.

Perguruan Tinggi yang tergabung dalam JKKI dan menjadi Co-Host akan mampu:

  • Menjadi penyelenggara di daerah (Co-Host) berbagai pertemuan nasional JKKI 2017 dengan cara merelay dan mengelola kegiatan untuk daerahnya;
  • Menjadi penyelenggara kegiatan ilmiah diperguruan tinggi masing dimana kegiatan dapat dinikmati secara langsung oleh perguruan tinggi lain di Indonesia secara live melalui Webinar (menjadi pusat kegiatan ilmiah dalam jaringan).

Tugas Perguruan Tinggi sebagai co-host adalah

  • Mengorganisir pertemuan di tempat
  • Menyediakan fasilitas kelas dan peralatan
  • Mengelola sebagaimana sebuah seminar, termasuk pemasaran

Aspek keuangan

  • Universitas / lembaga yang terlibat akan mengenakan biaya sebesar Rp. 600.000,- kepada peserta yang hadir di pertemuan di wilayahnya untuk mengikuti Fornas JKKI 2017 secara online.
  • Untuk mahasiswa, biayanya adalah Rp 250.000,-
  • Biaya tersebut terbagi menjadi:
    • 50% menjadi hak penyelenggara;
    • 50% menjadi hak JKKI sebagai biaya ujian, pembuatan sertifikat, dan pengiriman sertifikat
  • Akan mendapat sertifikat dengan mengikuti ujian. SKP disediakan Pusat. SKP diperoleh dengan cara menempuh ujian pasca Forum JKKI 2017. SKP setara dengan berbagai profesi

Setiap anggota Jaringan dapat menjadi penyelenggara pertemuan nasional, oleh karena itu kami mengundang semua pihak yang berminat untuk mengajukan diri. Mari bersama-sama menggairahkan pengembangan ilmu kebijakan di daerah agar masyarakat pengguna ilmu kebijakan dapat mengembangkan diri dengan cara yang lebih murah.

Informasi lebih lanjut

Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Jl. Farmako, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax.(0274) 549425 (hunting)
E-mail: [email protected] 
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net 

 

Seminar Evaluasi Awal Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK 2016: Mengapa Penyerapan Tidak Optimal?

Kerangka Acuan

Seminar Evaluasi Awal Kontrak Tenaga Promoter Kesehatan dengan Dana BOK 2016:
Mengapa Penyerapan Tidak Optimal?

Yogyakarta, 8 November 2016

  LATAR BELAKANG

Melalui Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Kesehatan, serta Sarana Prasarana Penunjang Subbidang Sarpras Kesehatan Tahun Anggaran 2016, khususnya pada Subbab IV tentang Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), penekanan untuk kegiatan promotif dan preventif di puskesmas tergambar jelas. Dana BOK ini diarahkan untuk meningkatkan kinerja Puskesmas melalui upaya kesehatan promotif dan preventif dalam mendukung pelayanan kesehatan di luar gedung. Untuk itu, dana BOK dapat digunakan untuk membayar 1 (satu) orang per puskesmas tenaga kontrak Promosi Kesehatan yang kontraknya ditetapkan melalui SK Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang mengacu pada peraturan yang berlaku.

Hingga triwulan III 2016 berakhir, tampaknya tidak semua daerah memanfaatkan dana BOK tersebut untuk mengontrak tenaga promosi kesehatan. Hal ini tentu memprihatinkan mengingat dialokasikannya dana tersebut adalah untuk mendukung puskesmas menjalankan kegiatan preventif-promotif yang sejauh ini dinilai kurang optimal.

Berdasarkan latar belakang demikian, seminar ini ingin menggali lebih dalam berbagai permasalahan yang terjadi yang menyebabkan penyerapan dana BOK untuk kontrak tenaga promosi kesehatan kurang optimal. Hal ini penting sebagai masukan perbaikan kebijakan di tahun mendatang.

  TUJUAN

  • Membahas hasil evaluasi awal penyerapan dana BOK 2016 untuk kontrak tenaga promosi kesehatan
  • Memahami kunci keberhasilan suatu daerah dalam penyerapan dana BOK 2016 untuk kontrak tenaga promosi kesehatan
  • Memahami kendala suatu daerah dalam penyerapan dana BOK 2016 untuk kontrak tenaga promosi kesehatan
  • Menyusun rekomendasi dan rencana tindak lanjut untuk perbaikan kebijakan kontrak tenaga promosi kesehatan di tahun mendatang.

  NARA SUMBER

  • Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI
  • Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang
  • Peneliti PKMK FK UGM

PESERTA

  • Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
  • Puskesmas
  • Masyarakat Praktisi (CoP) Aplikasi Sistem Kesehatan di Sektor Kesehatan
  • Mahasiswa S2/S3
  • Konsultan & Peneliti

  WAKTU & TEMPAT

  • Waktu   : Selasa, 8 November 2016
  • Tempat : Kampus FK UGM

  AGENDA

reportase kegiatan

Waktu

Materi

Nara sumber

Moderator

08.30 – 09.00

Registrasi

   

09.00 – 09.15

Pembukaan & Pengantar Seminar

PKMK FK UGM

DR. dr. Dwi Handono, MKes

09.15 – 11.15

Seminar:

  1. Evaluasi Awal Penyerapan Dana BOK 2016 untuk kontrak tenaga promosi kesehatan (WEBINAR)
  2. Pengalaman keberhasilan dalam penyerapan dana BOK untuk kontrak tenaga promosi kesehatan
  3. Kendala penyerapan dana BOK untuk kontrak tenaga promosi kesehatan: Kasus Kabupaten X di Provinsi Kalimantan Barat

Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI

materi

Dinkes Kab. Lumajang

materi

DR. dr. Dwi Handono Sulistyo, MKes

materi

Drs. Tudiono, MKes

11.15 – 11.30

Rencana Tindak Lanjut & Penutupan

PKMK FK UGM

DR. dr. Dwi Handono S, MKes

 

Workshop Penelitian Implementasi

2novworkshop

2novworkshop

Workshop Penelitian Implementasi
Kebijakan Kesehatan

  Latar Belakang

Penelitian di bidang kesehatan telah menunjukan banyak intervensi maupun inovasi yang terbukti dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Akan tetapi hasil penelitian tersebut tidak akan dapat merubah derajat kesehatan masyarakat jika tidak diimplementasikan dengan baik dalam sistem kesehatan atau jika tidak diadopsi oleh para praktisi kesehatan. Pengamatan terhadap berbagai inovasi penting di dunia kesehatan menunjukan bahwa dibutuhkan waktu lama untuk suatu inovasi diterima dan diaplikasikan dalam sistem kesehatan. Sebagai contoh, antibiotik pertama, Penisilin, yang ditemukan oleh Alexander Fleming pada tahun 1928 baru bisa diterima pada tahun 1940an. Pedoman TB Nasional di Indonesiaw edisi pertama diterbitkan tahun 2000, dan 16 tahun kemudian masih banyak praktisi kesehatan di Indonesia yang tidak mengobati penderita TB sesuai dengan pedoman tersebut. Investasi penelitian jauh lebih banyak dialokasikan untuk penemuan inovasi baru dibandingkan dengan investasi yang diberikan untuk mempercepat aplikasi inovasi baru tersebut.

Penelitian implementasi adalah adalah suatu metode ilmiah untuk mempercepat aplikasi dari hasil penelitian klinis dan evidence-based practices lainnya menjadi praktik rutin di lapangan untuk meningkatkan mutu, antara lain efektifitas, efisiensi, reliabilitas, keamanan, keterjangkauan, dan kesetaraan akses pelayanan kesehatan. Penelitian implementasi juga meneliti pengaruh dari perilaku tenaga kesehatan dan perilaku organisasi terhadap implementasi inovasi/program di lapangan. Diharapkan dengan penelitian implementasi mutu dan outcome pelayanan kesehatan dapat ditingkatkan sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

  Tujuan

Tujuan umum dari workshop ini adalah memperkenalkan prinsip-prinsip, metode dan studi kasus penelitian implementasi kepada ahli kesehatan masyarakat, para stakeholder dan implementer program kesehatan di lapangan.

Hasil yang diharapkan

Setelah workshop diharapkan peserta dapat:

  1. Memahami latar belakang diperlukannya penelitian implementasi
  2. Memahami prinsip-prinsip metode penelitian implementasi
  3. Dapat menyusun pertanyaan penelitian implementasi
  4. Dapat menyusun kerangka konsep penelitian implementasi
  5. Dapat memilih metode penelitian yang spesifik untuk penelitian implementasi
  6. Dapat menyusun proposal penelitian implementasi dengan memperhatikan contoh-contoh penelitian implementasi yang telah dilaksanakan dan contoh proposal yang disajikan selama workshop
  7. Memahami agenda penelitian implementasi di Indonesia

  Tempat dan Waktu

Workshop ini akan diselenggarakan sebelum kegiatan Konas IAKMI pada:

Tanggal : 2 November 2016
Pukul : 08.00 – 17.00 WITA
Tempat : Ruang Toraja B Hotel Four Point Makasar
Jalan Landak Baru No. 130, Makassar, Sulawesi Selatan

  Rencana Kegiatan

Waktu

Kegiatan

Pelaksana

07.30 – 08.15

Pendaftaran Peserta

Panitia

08.15 – 08.30

Sambutan dan Pembukaan

Ketua IAKMI

video

08.30 – 09.15

Mengapa perlu penelitian implementasi

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD.

materi   video

09.15 – 10.00

Prinsip-prinsip penelitian implementasi

dr. Yodi Mahendradhata, MSc., PhD

materi

10.00 – 10.20

Coffee Break

10.20 – 11.00

Menyusun pertanyaan penelitian dan kerangka konsep penelitian implementasi

Trisasi Lestari

11.00 – 12.30

Panel diskusi Penelitian IR JKN

 

Presenter

dr. Likke Prawidya Putri, MPH;

materi

drg. Doni Arianto

materi

Moderator

Trisasi Lestari

Pembahas

Prof. Dr. dr. HM. Alimin Maidin, MPH

12.30 – 13.30

Ishoma
Pameran Poster Penelitian IR

13.30 – 14.30

Presentasi proposal IR

Presenter dipilih dari peneliti IR Balitbangkes, mahasiswa S2 IR UGM-WHO TDR, peneliti grant WHO Alliance

Budi Aji

materi

Astri Ferdiana

materi

Tyrone Raden Sy

materi

14.30 – 15.00

Agenda Penelitian IR di Indonesia

dr. Yodi Mahendradhata, MSc, PhD

15.00 – 15.30

Coffee Break

15.30 – 16.15

Diskusi Pengembangan Kapasitas Penelitian Implementasi di Indonesia

 

Moderator

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc., PhD.

Panelist

dr. Yodi Mahendradhata, MSc., PhD.
Prof. Dr. dr. HM. Alimin Maidin, MPH

materi

16.15 – 16.45

Pengembangan Community of Practice

Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD

16.45 – 17.00

Penutupan

Dekan FKM Universitas Hasanuddin

reportase kegiatan 

 

  Sasaran Peserta

Peserta yang diharapkan adalah

  • Peneliti / Akademisi
  • Implementer program (Dinas Kesehatan, LSM, RS, Puskesmas, dll)
  • Stakeholder (BPJS, DPR/DPRD, dll)

 

 

  Sekretariat

Pusat Kebijakan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM
Gedung IKM Lantai 2 Sayap Utara,
Jalan Farmako Sekip Utara, Yogyakarta 55281 Indonesia
Phone/fax: +62 274 549425

Kontak Person

Maria Adelheid Lelyana
HP/WA: 0813-2976-0006
E-mail: [email protected] 

 

 

Blended Learning Untuk Penulisan Policy Brief

blpolicybrief

blpolicybrief

11 – 25 November 2016

  Latar Belakang

Anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia telah menghasilkan penelitian berkualitas tinggi untuk mendukung pembangunan kesehatan di daerah mereka masing-masing. Walau pun penelitian selalu bernilai bagi peneliti, namun akhir-akhir ini nilai penelitian semakin memiliki arti penting mengingat peran politisnya terhadap berbagai pihak, seperti pembuat kebijakan, media, organisasi non-pemerintah (LSM) dan mitra pemerintah dalam pembangunan (developing partners). Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana mempresentasikan penelitian yang bersifat spefisik untuk dua jenis pembaca yang berbeda: pembaca yang memahami secara teknis, mau pun pembaca yang awam.

Policy brief adalah salah satu cara yang paling efektif bagi peneliti untuk menyampaikan secara ringkas laporan penelitiannya kepada berbagai jenis khalayak. Policy brief ditujukan untuk menyajikan temuan penelitian ke sasaran pemirsa tertentu, disesuaikan untuk pembaca yang memiliki pemahaman teknis atau tidak, menguraikan lesson learned dari penelitian tersebut, dan kemudian menerjemahkannya ke dalam analisis atau rekomendasi kebijakan.

Pelatihan ini dimaksudkan untuk membantu para peneliti memahami apa policy brief yang efektif itu, bagaimana cara menyaring intisari dari saran hasil penelitian, dan apa yang pembaca anggap sebagai policy brief yang baik. Di akhir pelatihan, penghargaan akan diberikan untuk “Policy Brief Paling Berpotensi”.

  Tujuan pelatihan

Tujuan utama dari Blended Learning ini adalah sebagai berikut:

  • Untuk menjelaskan bagaimana cara menulis sebuah policy brief yang efektif
  • Untuk meningkatkan pemahaman tentang hubungan antara penelitian dan kebijakan berbasis bukti dan berbagi best-practice
  • Untuk membangun kapasitas dan keterampilan dalam mengkomunikasikan penelitian untuk memaksimalkan dampak dan adopsi saran hasil penelitian
  • Untuk meningkatkan pemahaman penelitian tentang proses kebijakan, serta peran policy brief dalam proses tersebut
  • Untuk meningkatkan pemahaman tentang peran media dalam mengkomunikasikan penelitian, agar dapat berpikir lebih strategis tentang taktik media masa di masa depan
  • Untuk dapat menghasilkan Policy Brief untuk setiap proyek penelitian, dan menghasilkan setidak satu policy brief pada akhir pelatihan

Pada akhirnya, pelatihan ini membuat para peserta dapat menghasilkan policy brief yang efektif. Hal ini, pada gilirannya, akan meningkatkan kontribusi dan, sedapat mungkin, meningkatkan relevansi penelitian untuk pembuatan kebijakan.

  Sasaran

Peserta yang menjadisasaranadalahpenelitimudadan/atau junior dariinstitusipenelitiandanpendidikan, khususnyaanggotaJaringanKebijakanKesehatan Indonesia

  Kriteria Peserta

Peserta harus merupakan seorang peneliti, terafiliasi dengan lembaga universitas atau penelitian, dan harus memiliki ringkasan proyek penelitian yang mereka telah dilakukan. Ringkasan tersebut harus merupakan dokumen yang berdiri sendiri, mampu dibaca secara mandiri, berfokus pada satu topic, dan mengandung implikasi dan saran kebijakan.

  Disain kegiatan

Pelatihan akan disampaikan sebagai Blended Learning.

Pada tahap 1, kami akan memberikan on-line module yang berisi dari bahan bacaan dan tugas. Peserta kemudian diberi waktu untuk menyelesaikan tugas mereka dan menyerahkannya kepada fasilitator.

Padatahap 2, kami akan melakukan webinar untuk memberikan umpan balik terhadap tugas mereka dan sesi tanya-jawab dengan peserta

Padatahap 3, kami akan memberikan on-line module yang memberikan tugas terakhir berupa penulisan policy brief.

Padafase 4, peserta diberikan waktu untuk merevisi dan menyelesaikan policy brief mereka secara independen, dan kemudian mengirimkannya kefasilitator.

Padafase 5, fasilitator akan memberikan penghargaan bagi policy brief paling potensial. Penilaian dan pemilihan pemenang menggunakan metode blind panel review yang termasuk beranggotakan ahli teknis dalam topik penelitian tsb. Peserta akan mendapatkan sertifikat.

 

  Diseminasi

Semua policy brief akan diterbitkan dalam www.kebijakankesehatanindonesia.net sebagai bagian dari produk jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia.

Biaya: Rp. 500.000,-untuk 3 peserta (kelompok)

 

Informasi dan pendaftaran

Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Jl. Farmako, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax.(0274) 549425 (hunting)
E-mail: [email protected]
Website : www.kebijakankesehatanindonesia.net  

 

 

Reportase Fung Leadership Summit 2016

Richard Carmona

Oleh:
Shita Listya Dewi, Konsultan Senior PKMK FK UGM menghadiri pertemuan dengan dana dari INDO HEALTH CARE (IHF) FORUM.

{tab Reportase Hari 1|red}

Jumat, 23 September 2016

Acara ini merupakan pertemuan yang mengundang berbagai ahli terkemuka dan praktisi yang berpengalaman dalam pelayanan kesehatan global.

Is Innovation and Leadership enough to address health care challenges (Dr. Richard Carmona)

Richard CarmonaAda paradoks yang menonjol saat ini dengan adanya inovasi dalam pelayanan kesehatan namun di sisi lain peningkatan biaya kesehatan yang tinggi. Tingkat kemiskinan meningkat dan faktor-faktor social determinant menjadi semakin menonjol. Berbagai inovasi dalam teknologi kesehatan membuat pelayanan kesehatan dapat lebih efisien tetapi apakah hal ini berarti pelayanan kesehatan menjadi lebih affordable dan lebih accessible?

Pembicara menceritakan pengalaman pribadinya yang berasal dari keluarga sederhana dan perjalanan karirnya hingga akhirnya menjadi Surgeon General ke-17. Richard menyimpulkan bahwa konteks dan social determinant memang memainkan peran penting dan bisa menjadi tantangan besar, tetapi dapat pula menjadi driving force yang kuat.

Pengalaman di AS menunjukkan bahwa biaya kesehatan yang tinggi di AS (mencapai 19% dari GDP) hamper 75%nya terpakai untuk pelayanan curatives khususnya chronic disease. Ada dua faktor penyebab utama yaitu obesitas dan tembakau. Oleh karena itu, program Richard terfokus pada lima hal, yaitu preventif, preparedness, disparitas kesehatan, health literacy dan cultural competency. Pelajaran paling penting yang ditekankan adalah perubahan dan inovasi apa pun yang kita upayakan tidak akan bertahan apabila tidak ada engagement dengan publik, dan bahwa knowledge apapun yang dibangun dari pengalaman dan kemajuan teknologi tidak akan diterima apabila kita terlalu cepat mengabaikan faktor kultur di masyarakat.

Penekanannya pada kegiatan preventif adalah harga mutlak karena tanpanya alokasi kesehatan akan terus terserap ke penanganan masalah penyakit kronis yang sebenarnya bisa dicegah. Healthcare tidak lagi tepat digunakan karena yang kita lakukan sampai saat ini adalah disease care. Oleh karena itu, pendekatan kesehatan masyarakat seharusnya embedded dalam setiap profesi kesehatan termasuk pharmacist, misalnya, yang memiliki kontak tertinggi dengan pasien dan masyarakat.

Sepanjang sesi, Richard berkali-kali menekankan bahwa kepemimpinan dan inovasi tidak akan cukup untuk menangani tantangan global pelayanan kesehatan. Namun, hal yang jauh lebih utama adalah kembali kepada diri kita sendiri, motivasi dan dorongan terbesar kita untuk berada di sektor ini, yaitu rasa kemanusiaan. Bahwa di balik berbagai perbedaan latar belakang, agama, suku, ras, pandangan politik dan keahlian akademik yang kita punyai, kita semua adalah manusia yang diberi kehormatan untuk membantu manusia lainnya dan bahwa di dalam kata pelayanan kesehatan, kata kuncinya adalah “pelayanan”.

Panel discussion

Leadership and Innovation in Asian Public Healthcare

Sesi ini merupakan sesi panel dengan 4 pembicara yang membayangkan skenario kesehatan masyarakat di Asia untuk 20 tahun ke depan. Kerangka skenarionya adalah:

  • Apa pre-determined driving forces yang akan membentuk arah kesmas masa depan, khususnya terkait:
    • Perubahan demografi dengan semakin besarnya populasi yang menua
    • Pertumbuhan middle class yang merupakan faktor pendorong yang positif
    • Ada perkembangan teknologi
  • Ada faktor ketidakpastian yang besar
    • Apa yang tidak kita ketahui, dan bagaimana kita beradaptasi terhadap hal tersebut?

Topik yang akan dibahas:

  • Bagaimana sistem kesehatan kita akan bereaksi terhadap faktor dan tantangan di atas?
  • Dalam bidang apa saja kepemimpinan dan inovasi akan membawa perubahan yang berdampak?

  Pembicara 1: Prof. Rifat Atun (Harvard)

Rifat AtunTantangan demografis, epidemiologi yang mengikutinya, dan tumbuhnya kelas menengah akan menciptakan permintaan yang lebih tinggi terhadap pelayanan yang lebih baik namun lebih efisien, karena keterbatasan kemampuan fiskal dan daya saing. Dengan adanya teknologi maka diperlukan penyebaran pengetahuan secara lebih baik dan juga kemampuan untuk menganalisis big data.

Higher burden disertai peningkatan demand dan ekspektasi akan meningkatkan pertumbuhan biaya kesehatan sehingga kemampuan mempertahankan UHC akan menjadi sangat penting.

Jadi dengan adanya perubahan konteks dan perubahan lanskap kesehatan, apakah sistem yang kita gunakan masih akan tetap sama seperti puluhan tahun lalu?
Transitioning health systems for multimorbidity (Atun, Lancet 2015) : 20% dari masyarakat memiliki kondisi yang menyerap 80% dari sumberdaya kesehatan. Dengan masih tingginya OOP dalam beberapa sistem kesehatan adalah makin tingginya beban biaya kesehatan yang ditanggung. Dampak jangka panjang dari perkembangan penyakit kronis akan menurunkan produktivitas, sehingga dalam waktu dekat pertumbuhan biaya kesehatan akan jauh melampaui pertumbuhan ekonomi.

Lalu, apa solusinya?

  • Dari sisi kebijakan adalah perlunya stewardship dari pemerintah untuk menciptakan enabling environment untuk berinovasi.
  • Dari sisi kebijakan adalah perlunya menekan OOP dengan menciptakan sistem perlindungan sosial yang disertai oleh strategic purchasing dan benchmarking kinerja
  • Dari sisi penyediaan diperlukan kerjasama dengan sektor swasta sebagai bagian dari struktural pluralism.

Ada perubahan mendasar yang harus disusun:
Awalnya fokus secara struktural: pembayaran harus tidak lagi sekedar mengikuti struktur i.e. FKTP dan RS. Pada masanya ada transisi menuju fokus pada fungsi: fee for service atau DRG. Namun hal ini harus bergeser lagi yang pada akhirnya menciptakan pembayaran yang berfokus pada outcomes dan value. Jadi tidak lagi membiayai penyakit tetapi membiayai outcomes kesehatan
Syaratnya:

  • Harus bisa mengoptimiasi biaya dan outcomes
  • Shared risk dan reward
  • Shared accountability

Dalam penyediaan pelayanan: harus membentuk organisasi yang hybrid: organisasi yang lebih fleksibel untuk merespon secara cepat perubahan dan kebutuhan, atau melakukan PPP, serta berpikir untuk menyediakan jaringan kerjasama.
Key success factor-nya; transparansi, akuntabilitas, dan penciptaan value dalam hal mengubah current practices, konsultasi dengan stakeholders dan berkompetisi secara sehat.

  Pembicara 2: John Eu Li Wong (Singapore)

John Eu Li WongPerbaikan tidak bisa dilakukan sendirian oleh pemerintah, dan tidak bisa sendirian oleh pihak non pemerintah, tetapi harus bersama-sama.

Jadi, beberapa kata kunci dari perubahan mendasar adalah bahwa perubahan yang diupayakan harus bersifat ‘enabling’ dan harus terintegrasi. Sistem yang dibentuk harus bersifat end-to-end dan memikirkan pelayanan pada semua titik pelayanan. Berbagai pihak dan aktor dalam sistem kesehatan telah berkembang sangat maju namun sayangnya mereka bertindak dalam ‘silo’, sangat ahli dalam bidangnya, tetapi terpisah dari pihak lain, dan tidak membangun sistem secara keseluruhan. Oleh karena itu, semangat yang dibawa dalam diskusi bukan lagi “saya” versus “Anda” tetapi harus menjadi “Kita”.

Tidak pula melupakan bahwa ada faktor social determinants yang tidak bisa diabaikan, oleh karena itu apabila perubahan yang kita coba bawa tidak melibatkan masyakarat, tidak engaging, maka apa pun yang kita lakukan akan sekedar menjadi di atas kertas.

Sistem kesehatan kita juga masih memiliki berbagai ketidakpastian, misalnya perkembangan penyakit menular yang telah menjadi drug resistant, perubahan iklim yang juga memunculkan risiko-risiko penyakit di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkit, dan sebagainya.

  Pembicara 3: Ascobat Gani (Indonesia)

Biaya kesehatan yang tinggi menjadi trend global. Di AS, misalnya proporsi yang tertinggi dari pembiayaan adalah biaya RS, dokter dan obat. BPJS di Indonesia mengalami defisit sebesar 2014: 3.3T, 2015: 5.85T dan 2016 diperkirakan 7.4T , sebagian besar uang pergi ke Intensive care (23.9%) dan ke Primary care (20.3%)

Ada 4 strategi yang diajukan:

  • Memperkuat kegiatan preventif yaitu dengan merevitalisasi KB, meningkatkan kegiatan screening untuk diabetes, hipertensi dan kanker, memperbaiki akses ke air bersih, sanitasi, dan imunisasi. Hal-hal ini adalah public goods sehingga pemerintah harus menggunakan dana dari pajak (bukan yang dialokasikan ke JKN) untuk mebiayai hal-hal ini.
  • Menciptakan pelayanan kesehatan yang akuntabel dengan membuat health technology assessment, pembayaran melalui DRGs, memperkuat FKTP melalui pembiayaan kapitasi, dan mengupayakan manajemen yang lebih ‘hijau’ untuk mengurangi waste di faskes
  • Mengurangi faktor risiko dengan mengubah perilaku. Di Indonesia, misalnya tembakau masih menjadi faktor risiko yang belum bisa ditangani. Walau pun perubahan perilaku merupakan pendekatan yang menjadi rumus baku, tetapi mungkin perlu dikombinasi dengan mekanisme harga.
  • Kebijakan yang berpihak pada kesehatan, misalnya untuk meregulasi dan surveillance terhadap hazardous substance, perlindungan lingkungan dan keselamatan lalu lintas

Perlindungan finansial bisa melindungi dari risiko finansial, namun risiko kesehatan harus diatasi melalui pendekatan kesehatan masyarakat.

  Pembicara 4: Teodora Herbosa (Filipina)

Teodora HerbosaHal terpenting dalam pembahasan masalah kesehatan adalah mempertimbangkan konteksnya.
Menggunakan kerangka ‘control knobs’ (Marc Roberts, et al, 2004), dan menggunakan dana sin tax HB5727 yang menaikkan dana kesehatan dari 1.9% menjadi 4.7%, Filipina berhasil melakukan berbagai reformasi. Kerjasama dengan swasta juga dilakukan, misalnya pelatihan health leadership dan governance untuk para pimpinan daerah (yang dibiayai oleh dana yayasan filantropi), dan ini berdampak besar terhadap penurunan angka kematian di daerah.

Selama ini Filipina menggunakan data 2 atau 3 tahun lalu untuk merencanakan kebijakan regulasi atau pembiayaan. Dengan melakukan reformasi TI, pemerintah berhasil mendapatkan informasi yang lebih akurat dan updated untuk membuat perencanaan yang lebih baik.
Dalam bidang manajemen bencana, inovasi yang dilakukan adalah reformasi dalam system supply dan logistik sehingga penanganan bencana di daerah (ingat bahwa Filipina merupakan Negara kepulauan) menjadi jauh lebih cepat dan responsive.

Tomorrow’s Healthcare: Better Quality, More Affordable and More Accessible (Prof. Victor Dzao)

Victor DzaoPembicara menyampaikan beberapa reformasi dalam sistem kesehatan di AS. Victor menyoroti segitiga pelayanan kesehatan: Access-Quality-Affordable, dan mayoritas negara biasanya dapat mengatasi satu atau dua aspek dalam segitiga ini, tetapi hampir tidak ada yang dapat mengatasi ketiganya pada saat yang bersamaan. Beliau mengajukan preposisi bahwa yang diperlukan adalah beberapa transisi:

 

  • Dari penanganan penyakit menjadi mengupayakan kesehatan dan wellness
  • Dari pelayanan yang terfragmentasi menjadi pelayanan dan sistem yang terintegrasi
  • Dari pelayanan berbasis rumah sakit ke pelayanan berbasis masyarakat

Reformasi yang dilakukan di AS adalah dengan menggunakan mekanisme pembayaran untuk mengubah perilaku untuk menghasilkan transisi yang dibutuhkan, fokusnya adalah value-based payment, melakukan alignment dan memastikan akuntabilitas untuk sharing incentives and sharing risk.
Kunci lain dari transisi untuk menuju layanan kesehatan yang lebih affordable, accessible dan berkualitas adalah dengan menggunakan inovasi: product innovation, process innovation, business models innovation dan organizational innovation

 

{tab Reportase Hari 2|orange}

Sabtu, 24 September 2016

Acara hari kedua merupakan acara setengah hari dengan hanya dua sesi, namun sebagaimana hari pertama, menampilkan pembicara yang terkemuka di bidangnya dan mereka masing-masing membawa pesan yang penting untuk peserta.

Leading change in the health care economincs

Innovation in Healthcare business models

  Pembicara 1: Tan See Leng (IHH)

Tan See LengIHH memiliki 52 RS di beberapa negara di Asia, dan sesi ini didasarkan pada perspektif apa yang diinginkan buyer/purchaser dalam membeli pelayanan, mengingat pertumbuhan healthcare cost di semua negara telah jauh melampaui pertumbuhan ekonominya. Selain itu, pertumbuhan penyakit kronis dan aging population mengakibatkan pelayanan kesehatan tidak lagi dapat dibangun dengan menggunakan business models yang konvensional. Apalagi inovasi dalam teknologi kesehatan telah berkembang pesat misalnya mobile healthcare, artificial intelligence, dan sebagainya, yang juga berarti perkembangan teknologi pengobatan dan terapi telah menjadi sangat baik sehingga pasien dengan life-threatening diseases seperti HIV/AIDS atau kanker dapat hidup jauh lebih lama.

Akibatnya, apabila kita tetap membangun RS dengan model yang sama, maka biaya kesehatan akan menjadi terlalu tinggi. Mt Sinai di Lower Manhattan misalnya justru menutup RS dengan 800 Tempat Tidur (TT) dan menggantinya dengan berbagai daycare services.

Sebaliknya saat ini ‘wellness’ telah menjadi buzzword di sektor kesehatan. Misalnya penggunaan AppleWatch dan FitBit telah menjadi sangat umum, padahal mayoritas produk seperti FitBit bahkan belum muncul sebelum tahun 2010. Beberapa transformasi ke depan yang dapat kita harapkan adalah transformasi ambulatory care:

  • Pre-emptive medicine
  • Wellness medicine
  • Homecare models

Model pelayanan kesehatan akan semakin personalized dan targeted treatment sehingga banyak pelayanan dapat di lakukan di luar setting klinis yang tradisional. Sebagai penyedia layanan, kita pun harus berinovasi dan merubah pola business models kita, tetapi hal ini harus diikuti pula oleh perubahan dalam bidang pembiayaan dan regulasi.

  • Pembiayaan: memberi insentif untuk pelayanan wellness dan memastikan health equity
  • Regulasi: kecepatan melakukan lisensi teknologi kesehatan

Konsekuensinya, kurikulum pendidikan nakes juga harus berubah, menjadi berorientasi pada wellness dan healthcare, bukan lagi sick-care. Mereka juga harus mempelajari ekonomi kesehatan agar menyadari bahwa sumber daya pasti terbatas dan harus ada pilihan-pilihan yang mereka harus buat.

  Pembicara 2: Terri (GE)

Innovation to bend the cost of healthcare

Terri BresenhamPembicara menceritakan pengalaman di India dalam me-redesign sebuah alat CT scan dengan cara melihat untuk apa saja CT scan digunakan, dan berhasil membuat CT scan dengan harga yang hanya separuh dari CT scan pada umumnya. CT scan ini menjadi affordable untuk ditempatkan di 360 faskes dan melayani 400,000 pasien yang sebelumnya tidak memiliki akses terhadap CT scan.

 

 

  Pembicara 3: Prof. Eugene Schneller (US)

Can we have healthcare reform without supply chain reform?

Eugene SchnellerSecara tradisional, supply tidak dipandang dan tidak dikelola sebagai asset melainkan hanya sebagai inventory. Di AS ada keharusan bahwa setiap supply kesehatan memiliki identifier unik, tetapi sayangnya tidak ada keharusan untuk mencatatkannya pada medical record. 

Reformasi supply chain di AS dapat memangkas biaya sehingga 10% dari biaya kesehatan dan menghemat ratusan juta dollar. Tantangannya, dalam supply chain adalah di RS rata-rata dokter adalah surrogate buyer, dimana mereka adalah penentu utama produk apa yang “dibutuhkan”. Jadi variasi product choice bisa menjadi terlalu besar. Ini bisa menjadi seperti conundrum, dimana supplier mendekati manajemen RS dengan pendekatan manajemen supply chain untuk mengurangi biaya, namun di sisi lain mereka ‘berkeliaran’ membuat appointment dengan dokter untuk menawarkan berbagai product choices sehingga membuat RS kesulitan mengelola supply chain dan biaya. Oleh karena itu, dibutuhkan value based purchasing dan bundled payment (one payment untuk seluruh episode of care). Reformasi value-based purchasing and bundled payment dapat mengurangi biaya rawat inap (rawat inap) dan meningkatkan kualitas, mengurangi LOS, mengurangi post-acute care and readmisi.

Health Treasures for Better Living

  Pembicara 1: Steven Higgins (AS)

Living Better Electronically

Inti dari presentasi ini adalah inovasi penggunaan preventive electrical device. Pembicara menceritakan tentang bagaimana seorang pemain bola Belanda yg memiliki kelainan jantung meninggal di lapangan bola saat sedang bermain namun dalam waktu kurang dari 30 detik dapat diresusitasi karena memiliki implant defibrillators (cardiac implanted electrical devices) (CIED). 

Tetapi tentu saja prosedur ini cukup mahal, sekitar 40,000 USD dan kebanyakan belum dapat dibayar oleh asuransi. Prosedur ini dilakukan di Scripps (RS La Jolla, San Diego), saat ini salah satu RS Jantung terbaik di AS, yang dibiayai sebagian besar oleh donasi (USD 610juta) dan sisanya oleh bond.

Dilihat dari sisi kesehatan masyarakat, untuk mengantisipasi penanganan situasi darurat, suatu saat seharusnya peralatan defilbrillator (external) juga wajib disediakan di fasilitas umum seperti perkantoran, tempat ibadah, pusat perbelanjaan, dan sebagainya, hampir sama seperti kebijakan juga mewajibkan tersedianya alat deteksi asap dan alat pemadam kebakaran.

  Pembicara 2: Lisa Powell (AS)

Hidden health role of gut microbiome

Microbiome adalah bagian natural dari tubuh kita, bahkan membentuk 99% dari DNA, dan terdapat 100 trilyun microbial di dalam perut kita saja. Fungsi utamanya adalah untuk pencernaan dan metabolisme sehingga sangat berperan terkait obesitas dan DM2. Microbiome sebagian “ditransfer” dari ibu ke janin ketika berada dalam placenta, pada saat proses melahirkan (vaginal) dan menyusui. Oleh karena itu, tingginya C-section atau tidak menyusui bayi dapat saja mengurangi jumlah dan spesies microbione yang dapat “ditransfer”. Risiko yang mengurangi spesies dan stabilitas microbiome adalah penggunaan antibiotik  dan stres, kurangnya serat dalam makanan dan fermented, paparan terhadap bahan racun PCBs.

Beberapa langkah untuk memperbaiki jumlah spesies dan stabilitas microbiome dalam perut:

  • Makanan yang fermented tetapi segar (bukan produksi massal, karena bahan pengawet akan mematikann bakteri)
  • Mengurangi refined carbohydrate dan gula
  • Sayur seperti artichoke, endive, salsify, shiitake, dan buah seperti pir dan tomat
  • Suplemen probiotik

  Pembicara 3: Wilie Smits (Masarang Foundation)

Willie SmitsTopik pembicaraan Willie mengenai biodiversity yang hilang akibat pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit, dan berbagai pertisida yang digunakan terserap ke tanah dan air dan meracuni bahan makanan seluruh populasi di sekitarnya. Akibatnya sekitar 70% populasi di sekitar perkebunan di Kalimantan menjadi sakit. Kerusakan lingkungan yang diakibatkan dari bekas perkebunan sangat merusak karena tanah tidak dapat meregenerasi biodiversity. Penggunaan api untuk membuka lahan juga menyumbang 3% dari green house effect dunia, ditambah lagi, pembukaan lahan membuat karbon monoksida dari tanah langsung terpapar ke udara (yang sebelumnya diserap oleh hutan). Hilangnya biodiversity akan menghilangkan spesies yang berharga untuk kesehatan, yang telah digunakan ribuan tahun secara tradisional, dan bahkan merusak kesehatan dari populasi.

Dengan demikian, berakhirlah seluruh rangkaian acara, dan peserta membawa pulang beberapa pesan penting yang bisa direnungkan dan beberapa keteladanan yang dapat diikuti. Sebagaimana disampaikan pada saat acara pembukaan kemarin, kita diingatkan bahwa ada berbagai tantangan dan paradoks yang harus kita hadapi di masa depan, namun ini juga adalah masa yang penuh harapan dan penuh hal-hal baru yang menarik untuk dipelajari, hal ini mengingatkan kita akan paragraf pembuka sebuah literatur klasik:

“It was the best of times, it was the worst of times, it was the age of wisdom, it was the age of foolishness, it was the epoch of belief, it was the epoch of incredulity, it was the season of Light, it was the season of Darkness, it was the spring of hope, it was the winter of despair … “

 

{/tabs}

 

{jcomments on}

Webinar CoP Telekomunikasi: Penguatan Kemampuan Telekonferens

PKMK-Yogya. Webinar CoP Telekomunikasi kembali dilaksanakan pada Selasa (19/7/2016) pukul 10.00-12.00 Wib dari Gedung Granadi, MMR Jakarta. Acara ini disiarkan langsung dan pembicara kali ini dari dua lokasi berbeda, yaitu Jakarta dan Yogyakarta. Mereka ialah Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, PhD (dari Jakarta) serta Lilik Haryanto (Staf Teknologi Komunikasi PKMK FK UGM) dan Ir. Sarwestu Widyawan, MPH (konsultan PKMK FK UGM). Dua pembicara terakhir memaparkan materi dari studio PKMK di Yogyakarta. Prof. Laksono menyoroti peran besar telekonferens untuk masing-masing persatuan atau asosiasi, salah satunya mempermudah komunikasi langsung (jarak jauh). Diskusi kali ini mengusung tema ‘Penguatan Kemampuan Telekonferens’. Telekonferens seperti yang dilakukan kali ini merupakan media komunikasi bagi para anggota, mitra dan calon peserta yang tertarik atau ingin mengetahui Community of Practice (CoP) atau Masyarakat Praktisi Pengembangan Kemampuan Telekonferens, informasi mengenai kelompok ini dapat di klik disini

Peserta yang hadir dalam webinar hari ini (19/7/2016) antara lain dari institusi RS, dinas kesehatan, dan asosiasi profesi kesehatan yang terkait. Salah satu asosiasi yang memiliki visi menggunakan telekonferens untuk rapat dan meng-update informasi kepada seluruh anggota ialah Majelis Syuro Upaya Kesehatan Islami Seluruh Indonesia (MUKISI). Asosiasi ini beranggotakan 200-an orang, maka telekonferens bisa menjadi solusi jika banyak anggota yang tidak bisa hadir langsung untuk acara-acara yang diselenggarakan MUKISI. Basis untuk mengarsip banyaknya rekaman telekonferens ialah dengan meng-upload hasil rekaman ke website khusus. Prof. Laksono kemudian membagi pengalaman dalam pengembangan website kanalpengetahuan.fk.ugm.ac.id. Ada banyak pilihan menu pembelajaran dalam website ini, salah satunya Continuing Education. Dalam pembelajaran jarak jauh, telekonferens ini membantu dalam penghematan biaya serta pembelajaran yang fleksibel dan real time, ungkap Ir. Sarwestu Widyawan, MPH. Kelebihan dari arsip pembelajaran jarak jauh yang disiarkan melalui telekonferens dan didokumentasikan ialah pembelajaran bisa diulang kapan saja, asal ada koneksi internet yang mencukupi.

Kemudian, Lilik Haryanto selaku staf TI PKMK FK UGM yang sudah sering menyelenggarakan webinar dan menghadapi banyak troubleshooting (kendala dan pemecahan masalah seputar pelaksanaan webinar) memaparkan sejumlah hal menarik. Dalam webinar, kendala yang paling sering dihadapi ialah suara yang tidak terdengar dengan baik, maka solusinya harus melihat Control Panel Audio yang ada di tampilan webinar. Apakah input dan output audio sudah benar dalam setting-annya. Namun, kendala audio ini bisa juga terjadi karena koneksi yang menurun atau kurang baik, tegas Lilik.

Peserta dari RS Hermina Bekasi menanyakan, jika sebagai peserta apakah perlu download software webinar ini? Lilik menyatakan, panitia atau pihak yang menjadi admin webinar akan membagi atau menyebarkan link ke seluruh mitra dan calon peserta. Calon peserta bisa langsung klik link yang dikirim, lalu ikuti seluruh langkah yang diminta software webinar. Maka, secara otomatis software webinar akan ter-install di laptop/PC calon peserta. Namun, jika kita menggunakan smartphone, maka kita harus men-download webinar dari Play Store atau App Store yang tersedia di smartphone masing-masing.

Di akhir sesi, Prof. Laksono menegaskan, telekonferens akan mempermudah komunikasi antar RS (atau dengan jejaringnya) dan asosiasi dalam rapat, seminar bahkan dalam telemedicine (Wid).

 

Agenda Kegiatan Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia – Semester 2

A. Pelatihan

Blended Learning Mengenai Penulisan Policy Brief.
(11 – 25 November 2016). Biaya: Rp 500.000,- per 3 orang.

selengkapnya


Pelatihan Pengembangan Sistem Telekonferensi. (Juli – september 2017) Biaya: Rp.600.000 per orang. 

selengkapnya

 

B. Seminar Nasional: (Dapat diikuti melalui system Relay).

Monitoring Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional Apakah sudah dapat memberikan prediksi untuk pencapaian UHC di tahun 2019? (Yogyakarta, Oktober 2017)

selengkapnya

Seminar Nasional bersama IAKMI mengenai Implementation Research.
2 November 2016 di Makassar.

selengkapnya

 

C. Workshop Internasional

Partnership for Universal Health Coverage : Hong Kong, November 2017 (tentative). Bekerjasamadengan Asian Network in Health System Strengthening.

 

D. Peningkatan kemampuan Penelitian dan Konsultasi:

Pelatihan calon fasilitator pendamping penyusunan sinkronisasi RPJMN-RPJMD Sub bidang kesehatan
dan gizi masyarakat

klik disini

Community of Practice Riset Implementasi JKN

klik disini

Penelitian Implementation Research tentang Kebijakan Jaminan Kesehatan di FKTP
Januari – Juni 2017

 

E. Diskusi-diskusi dan Kuliah Tamu melalui Web

Dilakukan secara rutin dengan berbagai topik.

  • Membahas Artikel Kebijakan terbaru di Jurnal
  • Bedah Buku
  • Topik hangat dalam Kebijakan Kesehatan.
  • Dan berbagai hal lainnya.

Catatan 1:

Para anggota Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia dapat merencanakan kegiatan lainnya. Kegiatan yang dikerjakan akan dipublikasikan di www.kebijakankesehatanindonesia.net  Kegiatan dapat bersifat tatap muka ataupun jarak-jauh. Publikasi yang akan dibantu oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan adalah:

  1. Memasang pada banner di web mengenai kegiatan yang akan datang.
  2. Memberikan alert untuk sekitar 5000 pembaca berbagai web kebijakan.
  3. Menampilkan hasil kegiatan di web.


  Informasi lebih lanjut:

Shita Dewi
Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan
Fakultas kedokteran Universitas Gadjah Mada
Gedung IKM Sayap Utara Lt. 2
Jl. Farmako, Sekip Utara Yogyakarta 55281
Telp/Fax.(0274) 549425 (hunting)
E-mail: [email protected]