Kepala BNPB Keluhkan Minimnya Anggaran Bencana di Daerah
Jakarta, PKMK. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Mayor Jenderal (Purn.) Syamsul Maarif mengatakan, kesadaran Pemerintah Propinsi se-Indonesia untuk mengalokasikan anggaran penanganan bencana yang memadai, sangat rendah. Sebagian Pemerintah Propinsi mengalokasikan dana tersebut tidak sampai 1 persen dari total dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Bahkan di propinsi yang sangat rawan bencana, alokasi dana tersebut juga minim. "Dengan kondisi seperti itu, BNPB yang harus menanggulangi. Anggaran yang kami punyai harus disebar ke seluruh Indonesia," ungkapnya dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI hari ini di Jakarta (2/6/2013).
Dia menjelaskan, di semua propinsi, sudah ada kemahfuman bahwa potensi bencana di Indonesia sangat besar dan potensi tersebut harus diantisipasi sedari awal. Dengan demikian, jumlah korban jiwa ataupun benda bisa diminimalkan. Namun ironi, kesadaran untuk mengalokasikan anggaran penanganan bencana yang memadai, masih minim. "Itu kan hal yang tidak sinkron," kata mantan kepala Pusat Penerangan TNI tersebut. Nanggroe Aceh Darussalam memiliki APBD senilai kira-kira Rp 7 triliun. Tapi, anggaran penanggulangan bencana hanya Rp 53 miliar atau tidak sampai 1 persen. Kemudian, di DKI Jakarta, anggaran penanggulangan bencana hanya sekitar Rp 8 miliar. Sementara, APBD di propinsi tersebut sekitar Rp 26 triliun. "Saat peristiwa banjir di Jakarta kemarin, semua dana penanggulangan bencana berasal dari BNPB. Saat itu APBD DKI Jakarta belum disahkan oleh DPRD," kata Syamsul.
Berikut ini beberapa propinsi yang mengalokasikan dana penanggulangan tidak sampai 1 persen dari APBD yakni Sumatera Utara, Riau, Jambi, dan Jawa Timur. "Kemudian, Sumatera Barat, itu hanya alokasikan sebesar Rp 11 miliar. Sedangkan APBD-nya sekitar Rp 1,9 triliun, Sumatera Barat sendiri tergolong rawan bencana, bukan?" Upaya Pemerintah Indonesia untuk mendesentralisasikan penanganan bencana juga belum berlangsung baik. Kondisi sentralisasi masih sangat terasa. Misalnya usai bencana gempa di Sumatera Barat di tahun 2009, bangunan rumah sakit disana belum dibangun kembali. Begitu pula gedung Pemerintah Propinsi Sumatera Barat, gedung Kepolisian Daerah Sumatera Barat, dan lain-lain. "Masih menanti peran dari Pemerintah Pusat," tambahnya. Keinginan BNPB untuk terjadinya cost sharingdana penanggulangan bencana antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat juga belum terjadi. Ada semacam gap di situ. "Sepertinya, lima buah rumah hanyut oleh bencana banjir pun, penanganannya masih mesti melibatkan Pemerintah Pusat. Saat ini, desentralisasi penanganan bencana masih sulit tercapai," kata Syamsul.