Terms of Reference

Dinamika Pembiayaan Kesehatan di Era Jaminan Kesehatan Nasional:
Apakah prinsip keadilan diperhatikan?

Tanggal 24, 25, dan 26 September 2014

diselenggarakan dalam Forum Nasional
Kebijakan Kesehatan Indonesia V di Universitas Padjadjaran Bandung
 

 Pengantar

Di tahun-tahun terakhir ini terdapat dinamika sumber pembiayaan di Indonesia (2005 – 2011) yang dicatat melalui data NHA 2013 dari Universitas Indonesia. Dalam era menjelang berjalannya Jaminan Kesehatan Masyarakat, terjadi peningkatan sumber anggaran kesehatan dari pajak (General tax revenue financing) dan Pendapatan Negara Bukan Pajak. Peran serta pemerintah daerah semakin meningkat. Ada catatan penting untuk sumber pembiayaan dari pemerintah daerah yang meningkat. Sebagian besar digunakan untuk Jaminan Kesehatan daerah. Penelitian di berbagai propinsi menunjukkan bahwa pembiayaan pemerintah daerah untuk pelayanan kesehatan preventif dan promotif masih rendah (data dari HETS dan Investment Case). Sumber anggaran dari Asuransi Kesehatan Sosial (non PBI) juga meningkat. Asuransi Kesehatan Swasta mengalami peningkatan. Pembayaran Sendiri (Self pay) dalam data NHA digambarkan menurun secara relatif.

Berdasarkan penelitian monitoring JKN yang dilakukan oleh Jaringan Kebijakan Kesehatan Indonesia terdapat fenomena menarik. Anggaran kesehatan yang berasal dari sumber pemerintah sejak tahun 2014 ditampung (pool) ke dua tempat besar yaitu: (1) pemerintah yang mencakup APBN dan APBD, serta (2) BPJS. APBN untuk kesehatan dibagi ke berbagai Kementerian seperti Kemenkes, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pendidikan, BKKBN, Badan POM dan berbagai unit pemerintah pusat. Sebagian APBN masuk ke APBD yang dengan penambahan dari PAD menjadi tempat penampungan dana kesehatan sebelum disalurkan.

Khusus untuk BPJS sebagai tempat penampungan pembiayaan kesehatan yang terkait dengan risiko sakit, ada berbagai sumber pemasukan, yang ditargetkan sebesar Rp 38.2 Triliun di tahun 2014 . Sumber pendapatan tersebut adalah:

Anggaran pemerintah yang berasal dari APBN melalui Kemenkes untuk Penerima Bantuan Iuran (PBI). Untuk tahun 2014 sebesar Rp 19.93 T . Jumlah ini berasal dari dana Jamkesmas sebesar Rp 8.10 Triliun di tahun 2013;

Pemasukan dari non PBI yang eks PT Askes Indonesia, PT Jamsostek, Asabri dan lain-lain sebesar l,k 46% dari pemasukan ;

Non-PBI yang membayar mandiri dengan premi berjenjang: Rp 59.500,- untuk kelas 1 per bulan, Rp 45.500 untuk kelas II, dan Rp 25.500 untuk kelas 1. Target penerimaan di tahun 2014 adalah Rp 104 milyar rupiah.

Sebagai catatan: dalam aspek risiko, Kelompok Non-PBI mandiri mempunyai risiko dimana pesertanya adalah masyarakat yang sakit, cenderung sakit, dan berada pada masyarakat kelas menengah ke atas. Hal ini merupakan gejala Adverse Selection. Ada kemungkinan di sistem JKN akan terjadi kebalikan dari tujuan dimana orang kaya yang sehat seharusnya mensubsidi orang miskin yang sakit.

Anggaran kesehatan yang dikelola langsung oleh Kementerian Kesehatan secara persentase menurun. Di pertengahan tahun, pada tanggal 19 Mei 2014 ada INPRES yang mengurangi anggaran Kementerian Kesehatan sebesar Rp 5 triliun . Akan tetapi dalam APBN-Perubahan, penurunan tersebut tidak sebesar Rp 5 triliun. DI tahun 2014 sebagian dana Kemenkes masuk ke BPJS. Hal ini berdampak bahwa Kemenkes tidak mempunyai kewenangan untuk menetapkan alokasi anggaran.

Anggaran di BPJS ditetapkan dengan perhitungan kapitasi untuk pelayanan primer dan klaim untuk pelayanan rujukan. Pembiayaan untuk preventif dan promotif masih belum jelas. Sebagian besar anggaran Kemenkes berada di Direktorat Jendral BUK yang banyak mendanai kegiatan pelayanan rumahsakit. Sementara itu pembiayaan kesehatan dari donor khususnya Global Fund mempunyai perubahan metode.

Anggaran kesehatan di kementerian lain meningkat dari tahun ke tahun. Sebagian besar ada di berbagai Kementerian yang dalam konteks determinan sosial kesehatan berperan dalan program pencagahan dan promosi kesehatan.

Bagaimana cara mengalirkan dana kesehatan?

Dari APBN dan APBD dana kesehatan mengalir melalui alokasi ke RS dan Puskesmas dari APBN dan APBD. Alokasi ditentukan oleh sistem perencanaan yang diusahakan rasional. Sementara itu dana sebesar l,k 40 Triliun dibagikan ke pemberi pelayanan melalui mekanisme pembayaran di BPJS. Sebagai pembayar, BPJS mempunyai mekanisme membayar dengan cara:

  1. Kapitasi untuk pelayanan kesehatan primer, dan
  2. Klaim untuk pelayanan kesehatan rujukan.

Anggaran kapitasi ditetapkan dengan perencanaan yang mempunyai batas atas. Sementara itu klaim tidak ditetapkan secara batas atas. Hal ini dapat menjadi sumber permasalahan yang membahayakan ketimpangan geografis. Besaran klaim dapat ditentukan oleh:

  1. Benefit Package yang terbatas karena keterbatasan jumlah dan jenis SDM kesehatan di daerah tertentu, atau sebaliknya;
  2. Penetapan tarif di RS kelas C yang cenderung rendah;
  3. Demografi dan geografis yang menyulitkan akses masyarakat; dan
  4. Ketidak mampuan melakukan klaim secara administratif.

Risiko terjadinya ketidak adilan dalam pembiayaan kesehatan saat ini dan di masa mendatang

Situasi pembiayaan saat ini menunjukkan prinsip yang menarik: Daerah yang mempunyai jumlah penduduk banyak dan padat, SDM lengkap, fasilitas yang baik, dan kemampuan melakukan klaim dengan baik akan memperoleh dana BPJS besar.Keadaan ini diperburuk dengan situasi kalau di daerah tersebut terjadi tindakan fraud di pelayanan kesehatan yang dapat meningkatkan klaim BPJS. Apa artinya? Dana BPJS sebagian besar akan digunakan per kapita oleh penduduk Jawa dan perkotaan. Hal ini akan membahayakan prinsip keadilan sosial.

Tujuan pertemuan Kelompok Kebijakan Pembiayaan
dalam forum nasional di Bandung.

Dengan latar belakang dinamika pembiayaan tersebut, pertemuan Kelompok Kerja Pembiayaan di Bandung dalam rangka Forum Kebijakan Kesehatan Indonesia dibagi menjadi 2 tahap. Tahap 1 (hari 1 dan 2) membahas berbagai pengalaman dan penelitian empirik mengenai dinamika pembiayaan kesehatan dalam era JKN. Tahap ke II (hari 3) akan melakukan workshop untuk menyusun Policy Brief.

Hari 1 dan 2: Tanggal 24 dan 25 September 2014

Seminar selama 2 hari ini akan membahas berbagai pertanyaan:

Hari 1:

Apa yang terjadi dalam pembiayaan kesehatan Indonesia dalam era Jaminan Kesehatan Nasional: Bagaimana situasi pembiayaan kesehatan di Kemenkes, di BPJS, serta trend pembiayaan kesehatan di luar Kemenkes.

Hari 2:

  1. Bagaimana skenario Jaminan Kesehatan Masyarakat? Apakah akan semakin adil ataukah sebaliknya.
  2. Bagaimana aspek pemerataan dalam sistem pembiayaan yang berfokus pada BPJS saat ini? Apakah memperhatikan aspek pemerataan ataukah tidak?

Hari 3: Workshop Policy Brief

Di hari 3 akan disusun berbagai policy brief, antara lain:

  1. Pengembangan strategi pembiayaan kesehatan untuk pemerintah Pusat dan Daerah
  2. Mencari usaha untuk mengurangi ketidak adilan geografis dalam pembiayaan di BPJS;
  3. Meningkatkan pembiayaan kesehatan secara adil dan merata dengan berdasarkan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

 

Informasi detil mohon ditunggu di web ini.